28.8 C
Jakarta

Tuberkolosis Terbesar Ketiga di Dunia, Indonesia Akan Skrining Besar-Besaran

Baca Juga:

Almira Fanny Rahma Sari*

JAKARTA, MENARA62.COM — Penyakit Tuberkulosis atau TBC di Indonesia menempati peringkat ke tiga setelah India dan Cina dengan jumlah kasus 824 ribu dan kematian 93 ribu/tahun atau setara dengan 11 kematian /jam. Tahun 2017 diprediksi kasus baru TB di Indonesia adalah 842.000 kasus atau setara dengan 319 kasus /100.000 penduduk, sedangkan untuk kasus TB-HIV sebesar 36.000 kasus per tahun atau 14 kasus/100.000 penduduk.

Untuk angka kematian yang disebabkan TB diperkirakan sebesar 107.000 atau 40 kasus/100.000 penduduk dan kematian akibat TB-HIV sebesar 9.400 atau 3,6 kasus/100.000 penduduk.. Lalu di tahun 2021 laporan estimasi kasus TB mencapai 824.000, case notification rate (CNR) TB di Indonesia hanya mencapai 393.323 kasus, hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat 32% kasus TB yang belum terkonfirmasi, belum terjangkau, belum terdeteksi maupun tidak melaporkan (Kementerian Kesehatan, 2019). Hal ini juga sejalan dengan data SITB, dimana capaian penemuan dan pengobatan kasus TB di Indonesia pada tahun 2022 secara nasional hanya mencapai 43%, jauh di bawah target capaian nasional yaitu 85%.

Meski begitu bukan berati tak ada upaya untuk memperbaikinya terlihat dengan semua fasilitas layanan kesehatan di Indonesia sudah melakukan perbaikan kualitas pencatatan dan pelaporan. Serta melakukan active case finding atau melakukan penemuan kasus aktif pada penduduk yang memiliki faktor resiko TB. Apalagi sejak tahun 1995 Indonesia sudah menerapkan strategi pengendalian TB yang dikembangkan oleh WHO yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short- Course (DOTS) secara bertahap. Tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara menyeluruh. Namun TB masih merupakan memang masih menjadi masalah besar bahkan apalagi di tahun 2009 Indonesia sudah masuk ke dalam lima negara dengan TB terbanyak di dunia (WHO, 2009).

Selain itu pada tahun 2010-2014 pun telah dilakukan strategi pengendalian TB dengan cara fokus pada penemuan kasus, diagnosis, pengobatan, pemantauan pengobatan. Namun hingga tahun 2017 pun TB justru menjadi lima penyebab utama beban penyakit di Indonesia (Kemenkes, 2019).

Hal ini dikarenakan adanya masalah pada setiap upaya pengendalian. Misalnya pada upaya penemuan kasus: orang dengan gejala TB tidak memeriksakan dirinya, peran yankes kurang optimal dalam melakukan deteksi: orang dengan TB datang ke faskes namun tidak terdiagnosis karena belum ada strategi skrining yang terstruktur.

Pada upaya pengendalian TB dengan peningkatan diagnosis terdapat hambatan kurang optimalnya ketersediaan alat diagnosis dan SDM yang mampu melakukan diagnosis TB. Pada upaya pengobatan dan pemantauan pengobatan terdapat masalah seperti orang yang sudah terdiagnosis TB tapi tidak memulai pengobatan, orang yang telah terdiagnosis dan diobati tetapi tidak dilaporkan, orang dengan pengobatan yang terlaporkan tetapi tidak menyelesaikan pengobatannya, orang dengan pengobatan yang terlaporkan tidak sembuh (Kemenkes, 2020).

Dan akhirnya untuk untuk menangani kasus ini, Kemenkes RI tahun 2022 merencanakan Skrining TB secara besar-besaran. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kemenkes RI, Dr. drh. Didik Budijanto, M.Kes mengatakan dari estimasi 824 ribu pasien TBC di Indonesia Baru 49% yang ditemukan dan diobati sehingga terdapat sebanyak 500 ribuan orang yang belum diobati dan berisiko menjadi sumber penularan.

“Untuk itu upaya penemuan kasus sedini mungkin, pengobatan secara tuntas sampai sembuh merupakan salah satu upaya yang terpenting dalam memutuskan penularan TBC di masyarakat,” katanya pada konferensi pers secara virtual di Jakarta, Selasa (22/3/2022).
Didik melanjutkan pihaknya akan menskrining TBC terhadap 500 ribu kasus yang belum ditemukan. Skrining dilakukan dengan peralatan X-Ray Artificial Intelligence untuk memberikan hasil diagnosis TBC yang lebih cepat dan lebih efisien. “Kami merencanakan skrining besar-besaran yang transformasional dengan memanfaatkan peralatan X-Ray Artificial Intelligence untuk memberikan hasil diagnosis TBC yang lebih cepat dan lebih efisien, termasuk bi-directional testing bagi penderita diabetes agar mereka mendapatkan pengobatan TBC sedini mungkin,” ucapnya. Saat ini tengah diupayakan melakukan pengadaan alat-alat yang dibutuhkan. Direncanakan skrining besar-besaran itu akan dilakukan tahun ini. “Pelaksanaannya diutamakan tahun ini karena proses masih tetap berjalan. Dengan ditemukannya 500 ribu kasus ini nantinya akan mempercepat kita eliminasi TBC di tahun 2030,” lanjut Didik.

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Peminatan

 

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!