YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta memberi pelatihan Anti Radikalisme dan Anti Korupsi terhadap mahasiswa UAD dan perwakilan lima Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) se Jawa. Mereka diharapkan dapat mengetahui tanda-tanda ajakan radikalisasi sehingga berani untuk menolaknya.
Dijelaskan Dr Dedi Pramono, MHum, Kepala Biro Kemahasiswaan dan Alumni (Bimawa) UAD Yogyakarta, radikalisme itu bukan mitos, tetapi ada dan berkembang di masyarakat. Karena itu, mahasiswa UAD wajib memahami apa itu radikalisme yang berkembang di masyarakat.
Selain itu, lanjut Dedi, mahasiswa peserta pelatihan mengetahui bagaimana pola dan model radikalisme berkembang. Sehingga mahasiswa yang telah mendapat pelatihan bisa melakukan pencegahan, seandainya ada bibit radikalisme di kampus. “Mahasiswa yang mengikuti pelatihan akan mendapatkan pemahaman komprehensif tentang radikalisme,” kata Dedi.
Pelatihan ini, kata Dedi, menghadirkan nara sumber yang memiliki kompetensi di bidangnya. Nara sumber Radikalisme AKBP (Purn) Dr Nunung Priyatmi Wahyuningsih, M Biomed, Apt. Sedangkan nara sumber Antikorupsi adalah Benydictus Siumala dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Peserta ada 160 mahasiswa UAD: Universitas Muhammadiyah Magelang, Jawa Tengah; Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Jawa Timur; STIKES Muhammadiyah Bandung, Jawa Barat; dan Universitas Muhammadiyah Tangerang.
Lebih lanjut Dedi mengatakan berdasarkan desertasinya, radikalisme itu tidak hanya di Islam, tetapi juga terjadi pada semua bangsa, keyakinan dan agama. Radikalisme di Indonesia muncul sejak Zaman Boedi Oetomo. Islam tercurigai tidak akan memajukan bangsa.
Sedang Zaman Jepang, Islam mendapatkan kemajuan pesat karena Jepang memperhatikan kaum muslimin di Indonesia. Zaman Orde Lama, peran Islam mengalami penurunan. Kemudian pada Zaman Orde Baru juga mengalami penurunan.
“Walaupun pada awal Orde Baru, Islam memiliki peran yang tinggi terhadap hadirnya Orde Baru,” kata Dedi.