YOGYAKARTA, MENARA62.COM – Muhammad Rofiq Muzakkir dari Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah memaparkan pandangannya mengenai kriteria ulama ‘Aisyiyah. Hal tersebut disampaikan dalam Seminar dan Workshop Pra-Silaturahmi Nasional (Silatnas) I Ulama ‘Aisyiyah bertajuk “Konstruksi Pemikiran Ulama ‘Aisyiyah: Respons terhadap Isu Keumatan dan Kebangsaan”, Sabtu (13/12/2025).
Menurut Rofiq, terdapat empat kriteria utama yang harus dimiliki oleh ulama ‘Aisyiyah. Pertama, menjaga integritas dan keteladanan di tengah masyarakat. Ulama, menurutnya, bukan hanya figur intelektual, tetapi juga teladan moral yang kehadirannya dirasakan oleh umat.
Kedua, menguasai ilmu keislaman secara kokoh. Rofiq menegaskan bahwa ulama perempuan harus memiliki wawasan dasar ilmu-ilmu keislaman, serta menjadi spesialis paling tidak pada satu disiplin ilmu keislaman dan satu ilmu umum. Penguasaan ilmu ini menjadi fondasi utama dalam menjalankan peran keulamaan.
Ketiga, memberikan kontribusi nyata bagi ilmu dan masyarakat. Ia menekankan pentingnya tradisi menulis di kalangan ulama perempuan.
“Ulama paling tidak harus menulis kitab atau memiliki karya tulis. Kita membutuhkan legacy ulama perempuan Muhammadiyah yang menulis buku, terutama refleksi terhadap hadis atau ayat tertentu. Ini akan membangun tradisi keilmuan yang kokoh di Muhammadiyah,” tegasnya.
Selain itu, ulama juga diharapkan mampu menjawab persoalan dan memberikan pandangan keagamaan atas problem yang dihadapi masyarakat. “Ulama itu harus hadir di tengah masyarakat, bukan hanya di konferensi dan tidak sekadar berada di ruang lab,” ujarnya.
Keempat, menurut Rofiq, ulama ‘Aisyiyah harus berwawasan wasathiyah dan berjiwa tajdid. Ulama perempuan diharapkan tidak ekstrem dalam memahami teks, baik dalam membaca Al-Qur’an dan As-Sunnah maupun dalam merespons realitas sosial.
“Jangan tunduk begitu saja pada tren zaman. Ulama harus mampu menegosiasikan bagaimana catch up with reality, tetapi tetap melihat realitas dari sudut pandang Islam,” jelasnya.
Ia menambahkan, wawasan wasathiyah hanya dapat terwujud jika didukung oleh metodologi yang kuat dan semangat tajdid. Dengan demikian, ulama diharapkan memiliki pemahaman Islam yang dinamis, solutif, dan transformatif dalam menjawab tantangan zaman. (*)
