JAKARTA, MENARA62.COM – Komisi XI DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Sulawesi Selatan. Turut serta dalam rombongan komisi XI DPR RI, anggota legislative dari Fraksi PKS, Anis Byarwati. Dalam kesempatan tersebut Anis memberikan apresiasi atas kinerja di bidang ekonomi yang sangat baik yaitu pertumbuhan ekonomi provinsi di atas angka pertumbuhan Nasional.
Pada kuartal II tahun 2021, pertumbuhan ekonomi Nasional tercatat sebesar 7,07% dan pertumbuhan provinsi Sulawesi Selatan sebesar 7,66%. Walaupun sebagaimana diketahui, tingginya angka pertumbuhan tersebut karena baselinenya rendah. Sebelumnya pada kuartal kedua year on year di tahun 2020 pertumbuhan ekonomi minus 5,32% secara nasional.
Wakil ketua Badan Akuntabilitas dan Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini juga menyoroti korelasi data dan perkembangan UMKM di lapangan. Data menunjukkan bahwa jumlah UMKM sebesar 99,99% dari keseluruhan pelaku usaha di Indonesia, dengan menyerap lapangan kerja 96,92% yang menyumbang PDB 60,19%.
Menurut Anis, angka dalam data ini merupakan angka-angka yang menggembirakan. Namun sejauh pengamatannya, fakta di lapangan ketika pandemic terjadi, banyak UMKM yang terdampak dan tidak mampu bertahan. Alokasi anggaran Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) untuk UMKM, belum mengangkat daya beli masyarakat.
“Relaksasi yang dilakukan OJK, berbagai inovasi program yang dilakukan BI, belum mengangkat daya beli masyarakat,” kata Anis dalam keterangan tertulisnya, Jumat (29/10).
Oleh karena itu, Anis menekankan agar indikator dari kinerja yang dilakukan oleh pemerintah jangan hanya dilihat dari sisi capaian angka, namun dilihat juga fakta di lapangan. “Kita harus punya hati untuk melihat bagaimana reaksi di lapangan ketika angka-angka memperlihatkan sesuatu dengan baik. Bagaimana kenyataannya?” tuturnya.
Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini juga menyayangkan mekanisme bantuan dari pemerintah yang semuanya menggunakan jalur perbankan. UMKM yang merupakan tonggak dari perekonomian nasional sebesar 99,99% menunjukkan bahwa non UMKM hanya 0,01% tetapi hampir menguasai seluruh sumber daya di Indonesia.
“Lantas apa yang didapatkan oleh UMKM, ketika ia dibantu dari segala pos dan stakeholdernya tapi tetap saja tidak terangkat kesejahteraannya,” paparnya.
Anis juga menyayangkan, UMKM yang menyumbang 60% PDB dengan jumlah 65 juta unit di akhir tahun 2020, namun belum semuanya bisa mengakses perbankan. “Sebagian UMKM tidak bisa mengakses perbankan karena usaha mereka mikro sehingga banyak dana untuk UMKM mengendap di bank,” ujarnya.
Anis berharap hal ini menjadi perhatian semua pihak agar ke depan kondisi UMKM di Indonesia bisa lebih baik lagi.
Kemudian, politisi senior PKS ini juga menyoroti kinerja OJK terkait dengan pinjaman online (pinjol). Sejak tahun 2018, kasus pinjol mulai terbuka ke hadapan public dan laporannya hingga hari ini sudah berjumlah ribuan. Kasus pinjol baru dapat dikendalikan ketika presiden turun tangan.
Anis menyayangkan laporan OJK yang selama ini mengemukakan angka telah menutup sekian banyak pinjol namun fakta di lapangan kasusnya terus meningkat. “Lagi-lagi, kita jangan sampai terjebak pada angka. Karena kondisi lapangan jauh berbeda dengan angka-angka itu,” tegas Anis.
Anis mengajak semua pihak untuk melihat akar masalah, mengapa masyarakat tertarik untuk melakukan transaksi dengan pinjol. “Salah satunya karena pinjol-pinjol itu mau jemput bola. Mau menawarkan langsung kepada masyarakat, dengan persyaratan yang mudah dan tidak berbelit-belit, dana bisa langsung cair. Semudah itu,” jelas Anis.
Ia menyatakan, negara dengan dukungan sumber daya yang mumpuni semestinya mampu melakukan jemput bola dan memberi kemudahan kepada masyarakat untuk mengakses pinjaman. “Sebelum masyarakat bertemu pinjol, harusnya mereka bertemu negara dulu, sehingga negara hadir untuk bisa mengatasi kesulitan rakyat,” pungkasnya.