Denpasar, MENARA62.COM. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran yang sangat besar dalam penyerapan tenaga kerja dan peningkatan ekonomi nasional. Namun demikian keberadaan dari UMKM di lingkungan Muhammadiyah belum bisa berjalan dengan optimal. Ketua Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Bali, Delly Yusar, menilai dalam acara program Inkubasi Bisnis International Muhammadiyah Business Forum di Denpasar – Bali (25/11), ada masalah dalam pengembangan UMKM di Muhammadiyah diantaranya masalah manajemen, permodalan, dan jaringan atau networking bisnis. Maka dari itu dengan adanya inkubasi bisnis adalah pilihan untuk mendorong dan memperbaiki titik lemah dari usaha bisnis.
“Katakanlah ada penyakit yang harus didiagnosa jenisnya, lalu diberikan obat untuk mengatasinya. Semacam itulah kira-kira inkubasi bisnis tadi,” katanya dihadapan peserta para peserta merupakan pelaku UMKM yang tergabung dalam Jaringan Saudagar Muhammadiyah (JSM) Provinsi Bali.
Di acara inkubasi bisnis ini ada lima jenis inkubasi yang difasilitasi, yaitu pariwisata, kuliner, restoran, ekonomi kreatif; jasa, perdagangan, bisnis UAM; fashion, kosmetik, life style; properti dan konstruksi; serta agrobisnis, peternakan, dan perikanan. Masing-masing meja inkubasi dikawal mentor yang memiliki bidang usaha, keahlian, dan pengalaman.
Sedangkan Koordinator Inkubasi Bisnis sekaligus Ketua JSM Bali Ismoyo Soemarlan menjelaskan, inkubasi bisnis tersebut menjadi media untuk saling tukar informasi dan pengalaman menarik dalam menjalankan usaha bisnis masing-masing. “Ini sekaligus untuk membuka dan memperluas jaringan bisnis. Yang punya produk bisa kerja sama dengan relasi bisnis lain. Contohnya, De Keranjang Bali siap membantu memasarkan produk JSM Bali,” ungkap Ismoyo.
Dalam acara inkubasi bisnis itu, hal menarik terungkap dalam tiap cluster diskusi. Testimoni dituturkan oleh Ibnu, pemilik De Keranjang Bali. Dia mengisahkan success story-nya sebagai pengusaha. Awalnya dari seorang pedagang kain kafan di Cirebon, Jawa Barat. Dia kemudian menekuni usaha batik. Tahun 2011, Ibnu terjun ke bisnis pariwisata. Menurutnya market pariwisata yang besar itu di kelompok milenial. Makanya, pebisnis harus mampu mempelajari cara efektif untuk menarik minat kaum milenial membeli, bahkan bekerjasama memasarkan produknya.