26.5 C
Jakarta

UMS dan PDM Klaten Susun Standar Fasilitas Disabilitas Masjid Inklusif

Baca Juga:

SOLO,MENARA62.COM – Dalam upaya mewujudkan masjid dan musala yang lebih inklusif, Lembaga Pengabdian Masyarakat dan Pengembangan Persyarikatan (LPMPP) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) berkolaborasi dengan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Klaten serta Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) menggelar workshop pengembangan standar aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. Kegiatan ini bertujuan untuk memastikan tempat ibadah dapat diakses dengan nyaman dan mandiri oleh semua jamaah, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik.
Didukung oleh tim pendamping yang terdiri dari Dyah Widi Astuti, ST., M.Sc., Fadhilla Tri Nugrahaini, ST., M.Sc., dan Alfia Magfirona, ST., MT., workshop ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan guna merumuskan solusi terbaik dalam meningkatkan aksesibilitas masjid dan musala di Klaten.
Ketua Tim Pendamping, Dyah Widi Astuti ST., M.Sc., mengungkapkan bahwa tujuan dari kegiatan ini adalah pendampingan pengembangan standar aksesibilitas pada masjid atau musala di Kabupaten Klaten.
”Peserta workshop ini adalah PCM seluruh Kawedanan Klaten dan takmir-takmir masjid yang dikelola oleh Muhammadiyah Klaten. Latar belakang kegiatan ini adalah keresahan dalam keterbatasan akses penyandang disabilitas dalam menjalankan ibadah di masjid atau musala,” ungkap Dosen Arsitektur UMS itu, Senin (17/3/2025).
Dyah menyampaikan bahwa standar fasilitas difabel merujuk pada desain universal yang bertujuan agar masjid dan musala bisa digunakan untuk penyandang disabilitas beraktivitas secara mandiri sehingga mereka bisa melakukan kegiatan dengan nyaman tanpa bantuan orang lain.
“Beberapa orang banyak yang mengkhawatirkan terkait najis yang bisa terbawa oleh alat bantu penyandang disabilitas ketika beribadah misalnya dari kursi roda atau tongkat jalan,” terangnya.
Menurut Auli Septa Arini, S.Sos., M.S., selaku Subkoordinator Rehapsos Anak& Penyandang Disabilitas Dinsos P3AKB menjelaskan bahwa Pemerintah Kab Klaten menaruh perhatian terhadap penyandang disabilitas.
“Mempersiapkan fasilitas disabilitas berarti menyiapkan fasilitas untuk Kita dimasa mendatang, karena semua orang akan menua dan akan mengalami keterbatasan fisik,” tuturnya.
Menurut Qoriek Asmawati selaku narasumber dari Paguyuban Penyandang Disabilitas Klaten (PPDK) menyampaikan bahwa saat ini banyak masjid dengan desain tidak inklusif.
“Fasilitas yang disediakan untuk penyandang disabilitas tidak aksesibel. Pelayanan terhadap penyandang disabilitas terdiri dari pelayanan fisik (fasilitas di bangunan yang aksesibel) dan non fisik (sikap dan interaksi yang mendukung). Hal ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi aktif penyandang disabilitas untuk kegiatan keagamaan,” paparnya.
Dari perspektif Tarjih menurut Alifiyatul Azizah, Lc, M.Ud., dari Majelis Tarjih PWM Jawa Tengah menyampaikan pada dasarnya kursi roda dan tongkat tidak dihukumi najis kecuali yang nyata-nyata ada barang najis menempel pada barang tersebut, sehingga tidak perlu khawatir yang berlebihan.
Acara yang dilaksanakan pada Minggu, 16 Maret 2025 di SMA Muhammadiyah Klaten itu diakhiri dengan sesi diskusi kelompok untuk menentukan masjid dan musala yang akan dijadikan percontohan di tiap Kawedanan Klaten serta menjaring aspirasi dan masukan dari peserta workshop.
Kegiatan ini akan berlanjut dengan pembuatan Standard Operating Procedure (SOP) yang bisa diimplementasikan sebagai bentuk panduan pelayanan terhadap penyandang disabilitas di Masjid/Musala. (Fika/Humas)
Masjid Inklusif: UMS dan PDM Klaten Susun Standar Fasilitas Disabilitas
SURAKARTA – Dalam upaya mewujudkan masjid dan musala yang lebih inklusif, Lembaga Pengabdian Masyarakat dan Pengembangan Persyarikatan (LPMPP) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) berkolaborasi dengan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Klaten serta Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) menggelar workshop pengembangan standar aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. Kegiatan ini bertujuan untuk memastikan tempat ibadah dapat diakses dengan nyaman dan mandiri oleh semua jamaah, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik.
Didukung oleh tim pendamping yang terdiri dari Dyah Widi Astuti, ST., M.Sc., Fadhilla Tri Nugrahaini, ST., M.Sc., dan Alfia Magfirona, ST., MT., workshop ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan guna merumuskan solusi terbaik dalam meningkatkan aksesibilitas masjid dan musala di Klaten.
Ketua Tim Pendamping, Dyah Widi Astuti ST., M.Sc., mengungkapkan bahwa tujuan dari kegiatan ini adalah pendampingan pengembangan standar aksesibilitas pada masjid atau musala di Kabupaten Klaten.
”Peserta workshop ini adalah PCM seluruh Kawedanan Klaten dan takmir-takmir masjid yang dikelola oleh Muhammadiyah Klaten. Latar belakang kegiatan ini adalah keresahan dalam keterbatasan akses penyandang disabilitas dalam menjalankan ibadah di masjid atau musala,” ungkap Dosen Arsitektur UMS itu, Senin (17/3/2025).
Dyah menyampaikan bahwa standar fasilitas difabel merujuk pada desain universal yang bertujuan agar masjid dan musala bisa digunakan untuk penyandang disabilitas beraktivitas secara mandiri sehingga mereka bisa melakukan kegiatan dengan nyaman tanpa bantuan orang lain.
“Beberapa orang banyak yang mengkhawatirkan terkait najis yang bisa terbawa oleh alat bantu penyandang disabilitas ketika beribadah misalnya dari kursi roda atau tongkat jalan,” terangnya.
Menurut Auli Septa Arini, S.Sos., M.S., selaku Subkoordinator Rehapsos Anak& Penyandang Disabilitas Dinsos P3AKB menjelaskan bahwa Pemerintah Kab Klaten menaruh perhatian terhadap penyandang disabilitas.
“Mempersiapkan fasilitas disabilitas berarti menyiapkan fasilitas untuk Kita dimasa mendatang, karena semua orang akan menua dan akan mengalami keterbatasan fisik,” tuturnya.
Menurut Qoriek Asmawati selaku narasumber dari Paguyuban Penyandang Disabilitas Klaten (PPDK) menyampaikan bahwa saat ini banyak masjid dengan desain tidak inklusif.
“Fasilitas yang disediakan untuk penyandang disabilitas tidak aksesibel. Pelayanan terhadap penyandang disabilitas terdiri dari pelayanan fisik (fasilitas di bangunan yang aksesibel) dan non fisik (sikap dan interaksi yang mendukung). Hal ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi aktif penyandang disabilitas untuk kegiatan keagamaan,” paparnya.
Dari perspektif Tarjih menurut Alifiyatul Azizah, Lc, M.Ud., dari Majelis Tarjih PWM Jawa Tengah menyampaikan pada dasarnya kursi roda dan tongkat tidak dihukumi najis kecuali yang nyata-nyata ada barang najis menempel pada barang tersebut, sehingga tidak perlu khawatir yang berlebihan.
Acara yang dilaksanakan pada Ahad, 16 Maret 2025 di SMA Muhammadiyah Klaten itu diakhiri dengan sesi diskusi kelompok untuk menentukan masjid dan musala yang akan dijadikan percontohan di tiap Kawedanan Klaten serta menjaring aspirasi dan masukan dari peserta workshop.
Kegiatan ini akan berlanjut dengan pembuatan Standard Operating Procedure (SOP) yang bisa diimplementasikan sebagai bentuk panduan pelayanan terhadap penyandang disabilitas di Masjid/Musala. (*)
- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!