26.5 C
Jakarta

UMS Luncurkan Prototipe Warga Dukung Kampung Peduli TBC

Baca Juga:

SOLO, MENARA62.COM – Enam prototipe inovasi sosial hasil kolaborasi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dan warga resmi diluncurkan di Rumah Susun Sewa Sederhana (Rusunawa) Blok 1 Begalon, Panularan, Kota Surakarta. Peresmian yang berlangsung di pintu gerbang rusunawa tersebut merupakan bagian dari Program Srawung Sains–Tera Saintek UMS yang didanai Direktorat Diseminasi dan Pemanfaatan Sains dan Teknologi.

Kegiatan peresmian dikemas dalam bentuk festival warga dan dihadiri berbagai pemangku kepentingan, antara lain perwakilan Direktorat Jenderal Sains dan Teknologi Kemendiktisaintek yang hadir secara daring, Prof. Dr. Eng. Yudi Darma, M.Si., Camat Laweyan, perwakilan Dinas Kesehatan Kota Surakarta, Puskesmas Penumping, serta Lurah Panularan. Prosesi pemotongan pita sebagai tanda peresmian enam prototipe dilakukan oleh Camat Laweyan.

Program ini dinilai bukan sekadar menghadirkan inovasi teknologi, tetapi juga menjadi contoh integrasi riset perguruan tinggi dengan kebutuhan riil masyarakat. Pendekatan tersebut dinilai berpotensi menjadi model percontohan yang dapat memengaruhi kebijakan nasional, khususnya di sektor perumahan, kesehatan masyarakat, dan lingkungan.

Ketua Tim Srawung Sains UMS Dwi Linna Suswardany, SKM., MPH., menyampaikan bahwa enam prototipe ini menjawab tantangan hunian vertikal. “Enam prototipe yang diresmikan merupakan hasil kolaborasi intensif antara Tim Srawung Sains UMS dan penghuni Rusunawa I Panularan. Seluruh inovasi dirancang berbasis kebutuhan warga hunian vertikal yang padat penduduk dan menghadapi tantangan kesehatan serta keterbatasan ruang,” ujar Dwi Linna, Ahad (14/12).

Prototipe pertama, Ruang Komunal, yaitu transformasi ruang basement yang sebelumnya gelap dan kurang dimanfaatkan menjadi ruang publik sehat, terang, dan aman melalui pencahayaan panel surya. Ruang ini kini digunakan sebagai pusat belajar, rapat warga, kegiatan seni, pertemuan kader TBC, serta wadah kolaborasi lintas usia.

Kedua, Dapur Komunal yang dirancang untuk meningkatkan interaksi sosial sekaligus mendukung ketahanan pangan skala rumah tangga, khususnya melalui pemberdayaan ibu-ibu. Ke depan, dapur ini direncanakan dapat berkembang menjadi sentra usaha berbasis komunitas.

Ketiga, Smoking Corner (Pojok Merokok) yang disiapkan sebagai area merokok aman dan terkontrol guna mengurangi paparan asap rokok di ruang publik maupun kamar hunian. Inovasi ini diharapkan menekan risiko penularan penyakit berbasis udara seperti Tuberkulosis (TBC) dan menjadi bagian dari pendekatan arsitektur perilaku dalam program Kampung Peduli TBC.

Prototipe keempat adalah Panel Surya Skala Komunitas yang mendukung kemandirian energi warga sekaligus menjadi sarana edukasi energi terbarukan dan kepedulian lingkungan. Kelima, Tanaman Obat Keluarga (TOGA) cerdas iklim, yang dikembangkan sebagai upaya peningkatan imunitas tubuh dalam pencegahan TBC serta pengurangan jejak karbon dengan memanfaatkan tanaman obat yang ditanam langsung di lingkungan rusunawa.

Keenam, Media Nudging, berupa intervensi perilaku melalui poster di tiang basement, tulisan promotif-preventif di anak tangga, serta mural hasil kolaborasi pemuda, lansia, dan mahasiswa untuk mendorong kepatuhan warga dalam pencegahan TBC.

Dwi Linna Suswardany, menyampaikan bahwa program ini merupakan wujud nyata Tridharma Perguruan Tinggi yang menyatu dengan kehidupan masyarakat. “Kami tidak membawa teknologi jadi, tetapi merancangnya bersama warga. Prototipe ini adalah kepemilikan komunal, yang lahir dari kearifan dan kebutuhan mereka sendiri,” ujarnya.

Selain enam prototipe di atas, Program Srawung Sains di Rusunawa I Panularan juga memperkenalkan pendekatan pembangunan berbasis ko-kreasi dan citizen science. Warga tidak hanya menjadi penerima manfaat, tetapi terlibat aktif sebagai mitra setara dalam merumuskan masalah, merancang solusi, hingga mengevaluasi hasil program.

Dalam proses tersebut, warga berperan melakukan pemetaan lingkungan melalui transect walk dan photovoice, mencatat perubahan pencahayaan dan kenyamanan ruang, serta mendokumentasikan perubahan perilaku yang muncul. Pengetahuan ilmiah dari perguruan tinggi berpadu dengan pengalaman hidup warga, menghasilkan solusi yang kontekstual dan aplikatif.

Ketua Tim Srawung Sains UMS menegaskan makna sosial dari pendekatan tersebut. “TBC menular. Tapi harapan juga menular. Keberanian menular. Gotong royong pun menular. Srawung Sains membuktikan satu hal, ketika warga diberi ruang untuk berkreasi, mereka tidak hanya mengubah lingkungan mereka mengubah jalan cerita sebuah penyakit yang telah membuat dunia menderita selama dua abad,” katanya.

Camat Laweyan menilai pendekatan ko-kreasi dan citizen science ini memiliki peluang besar untuk direplikasi di berbagai wilayah. “Model ko-kreasi dan citizen science ini membuka peluang replikasi yang luas,” ungkapnya. Menurutnya, prinsip serupa dapat diterapkan di kampung kota, desa, maupun wilayah pesisir dengan memanfaatkan ruang publik sebagai pusat sains berbasis komunitas.

Melalui pendekatan tersebut, berbagai kebijakan nasional seperti Kampung Peduli TBC, Program Kampung Iklim, serta pengembangan layanan kesehatan tradisional integratif dinilai dapat dipertemukan secara nyata di tingkat komunitas. (*)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!