Sementara kompetensi yang dibutuhkan pada masa depan adalah kompetensi yang mengedepankan penalaran. Untuk bentuk sistem penilaiannya sendiri bisa pilihan ganda atau esai.
“Kami belum tahu bentuknya seperti apa, belum sampai ke arah situ. Masih dalam tahap pembahasan,” lanjut Totok.
Meski demikian Totok menegaskan bahwa untuk 2020, UN tetap diselenggarakan. Penggantian sistem penilaian tersebut dilakukan setelah UN 2020.
Pada sistem penilaian yang baru tersebut, soal yang ada beragam. Ada yang memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, dan ada juga yang mudah.
“Kalau dalam teori penilaian, kesulitan selalu ada. Ada yang mudah dan ada yang sulit, ” kata Totok yang juga Plt Dirjen Dikdasmen Kemendikbud tersebut.
Tujuannya untuk menangkap kemampuan siswa yang beragam. Hal tersebut tidak bisa tercapai jika soal yang diberikan semuanya mudah atau semuanya sulit.
Sebelumnya, Kemendikbud telah menambah jumlah soal yang membutuhkan penalaran tinggi dalam soal UN dalam beberapa tahun terakhir. Namun Totok mengaku hal itu tidak efektif, karena daya pikir tingkat tinggi harus dilakukan dengan mengubah budaya.