Oleh : Pujiono *)
(Memoriam Ustaz Muhammad Jazir – Jogokariyan)
BOYOLALI, MENARA62.COM – Ustaz Muhammad Jazir adalah sosok inspiratif yang menunjukkan aksi dan peran nyata dalam dakwah dan gerakan umat. Beliau memberi pelajaran penting bahwa besarnya kontribusi tidak ditentukan oleh tinggi rendahnya struktur, melainkan oleh keikhlasan, keberanian berinovasi, dan kesungguhan melayani umat.
Meski secara struktural beliau “hanya” berada di level Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Jogokariyan, namun tidak berlebihan bila disampaikan bahwa kiprah dan pengaruhnya melampaui banyak nama yang tercatat di jajaran pimpinan pusat, wilayah, maupun daerah. Ustaz Jazir membuktikan bahwa level struktural bukanlah batasan pengabdian, dan bahwa ranting pun dapat menjadi pusat peradaban bila dikelola dengan visi yang benar.
Melalui Masjid Jogokariyan, Ustaz Jazir tampil sebagai penggerak pemakmuran dan manajemen masjid modern di Indonesia. Masjid tidak dibiarkan sekadar ramai pada waktu salat, tetapi dihidupkan sebagai ruang solusi umat. Program-program sosial, ekonomi, pendidikan, hingga pemberdayaan masyarakat digerakkan dengan pendekatan yang rapi, terukur, dan menyentuh kebutuhan jamaah.
Sebagaimana dicatat Republika Online, beliau dikenal memperluas fungsi masjid, tidak hanya sebagai tempat ibadah ritual, tetapi sebagai pusat pemberdayaan masyarakat dan peradaban. Masjid menjadi tempat tumbuhnya kepedulian sosial, penguatan ekonomi jamaah, serta ruang pembinaan generasi. Kiprah tersebut menjadikan Masjid Jogokariyan rujukan nasional bahkan internasional, dan Ustaz Jazir pun dikenang sebagai teladan dalam pengelolaan masjid oleh banyak komunitas di dalam maupun luar negeri.
Warisan terbesar Ustaz Jazir bukan semata bangunan atau program, melainkan cara berpikir dan cara bergerak. Ia mengajarkan bahwa bekerja di ranting tidak boleh minder, bahwa dakwah harus solutif, dan bahwa jika dilakukan dengan ikhlas serta inovatif, Allah mampu mengangkat pengaruh seseorang melampaui struktur yang ada.
Bayangkan seandainya Muhammadiyah memiliki banyak PRM berkelas Jogokariyan. Ranting-ranting yang hidup, masjid-masjid yang makmur bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara fungsi dan dampak. Ranting yang tidak sekadar mengurus administrasi dan kegiatan rutin, melainkan menjadi pusat solusi umat di lingkungannya masing-masing.
Jika setiap PRM mampu membaca kebutuhan jamaah sebagaimana yang dicontohkan Ustaz Jazir—menggerakkan ekonomi warga, menguatkan kepedulian sosial, mendampingi pendidikan anak-anak, serta menjadikan masjid sebagai rumah besar umat—maka kekuatan Muhammadiyah akan berlapis dan mengakar kuat dari bawah. Tidak bertumpu semata pada kebijakan pusat, tetapi tumbuh dari kesadaran dan kreativitas ranting.
PRM berkelas Jogokariyan akan melahirkan masjid yang hidup, jamaah yang merasa dimiliki dan dilayani, serta kader-kader yang tumbuh dari praktik nyata, bukan sekadar teori. Di titik inilah, ranting bukan lagi objek pembinaan, melainkan subjek perubahan.
Ustaz Jazir telah memberi contoh bahwa kemajuan persyarikatan tidak selalu dimulai dari atas, tetapi justru sering lahir dari ranting yang dikelola dengan keikhlasan, inovasi, dan keberanian mengambil peran. Jika model ini direplikasi dan diperbanyak, maka Muhammadiyah tidak hanya besar secara struktur, tetapi kuat secara peradaban.
Dari Jogokariyan, beliau menegaskan satu pesan penting:
berkhidmat di level mana pun, jika Allah menghendaki, nilainya bisa setara—bahkan melebihi—pimpinan di level pusat.
Semoga Allah menerima seluruh amal beliau, melapangkan kuburnya, dan menjadikan keteladanan Ustaz Muhammad Jazir sebagai cahaya bagi para penggerak dakwah dan persyarikatan di seluruh negeri. Aamiin. (*)
*)Anggota Majelis Tabligh PWM Jawa Tengah
