Judul : Islam dan Pancasila Sebagai Dasar Negara: Studi tentang Perdebatan dalam Konstituante
Penulis : Ahmad Syafii Maarif
Penerbit : Mizan Pustaka dan MAARIF Institute for Culture and Humanity
Cetakan : Edisi Revisi, Maret 2017
Tebal : xxviii + 312 halaman
ISBN : 978-602-441-015-5
Isu Islam sebagai dasar negara kembali terdengar belakangan ini. Berbagai respons muncul menyikapi situasi tersebut. Dan, salah satunya adalah keputusan untuk menghadirkan kembali buku Islam dan Pancasila Sebagai Dasar Negara: Studi tentang Perdebatan dalam Konstituante (Mizan Pustaka dan MAARIF Institute for Culture and Humanity, 2017). Sebuah wacana pemikiran politik di Indonesia hasil kajian Ahmad Syafii Maarif atau dikenal juga dengan Buya Maarif.
PERDEBATAN POLITIK
Fokus utama yang dibahas Buya Maarif dalam kajian ini adalah upaya kelompok partai Islam mengusung pengajuan Islam sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Secara kritis dan rinci, Buya Maarif menggambarkan saat-saat krusial dalam sidang-sidang Majelis Konstituante dimana pengajuan ini mendapat tantangan dari kelompok-kelompok nasionalis dan sosialis. Sebuah perbenturan ideologi dari dua kekuatan politik yang dampaknya masih bisa dirasakan sampai sekarang ini.
Dalam buku ini diungkap bahwa cita-cita menjadikan Islam sebagai dasar negara tumbuh seiring dengan terbentuknya negara baru, Indonesia. Meski, keinginan tersebut ternyata sulit untuk diwujudkan. Apalagi pada Pemilihan Umum 1955, kelompok partai Islam hanya memperoleh suara kurang dari 45 persen. Dengan jumlah seperti ini, dampaknya adalah perjuangan konstitusional yang bertujuan menciptakan negara Islam atau negara berdasarkan Islam menjadi tidak mungkin.
Keadaan demikian tidaklah menyurutkan keinginan kelompok Islam untuk menjadikan Islam sebagai dasar negara Indonesia. Upaya terus dilakukan lewat perdebatan-perdebatan dalam sidang. Seperti yang disampaikan Mohammad Natsir dan Zainal Abidin Ahmad di depan Majelis Konstituante. Natsir dalam pidatonya -tahun 1957- mempertegas kembali serta menjelaskan tentang hubungan Islam dan negara Indonesia. Sedangkan Zainal Abidin Ahmad mengajukan dua alasan pokok mengapa Islam dipilihnya sebagai dasar negara. Namun, perjuangan konstitusional inipun tak kunjung membuahkan hasil. Bahkan, hingga dibubarkannya Majelis Konstituante oleh Presiden Soekarno pada Juli 1959.
Sebagai bacaan yang memuat kajian politik Islam di Indonesia, buku ini ternyata memiliki sejarah yang lumayan panjang. Hadir pertama kali pada 1985 dengan LP3ES sebagai penerbitnya. Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada 2006, dicetak edisi revisinya. Dan kini, pada Maret 2017 buku ini diterbitkan kembali dengan sedikit perbaikan di sana sini.
Bagi Buya Maarif, sebagaimana dikatakan dalam pengantarnya pada edisi revisi 2017 ini, mengangkat kembali soal Islam dan Pancasila adalah usang dan tak perlu dihidupkan lagi. Mempertarungkan keduanya bukan hanya tak penting, tetapi juga sia-sia dan tanpa makna substansial. Persoalan yang justru penting adalah bagaimana membumikan nilai-nilai Pancasila dalam laku perbuatan nyata keseharian berbangsa.