Oleh: Prof Bambang Setiaji
(Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur)
Di tanah air sering kita jumpai amal jariyah luar biasa, seperti pondok pesantren gratis penghafal Alquran, rumah untuk anak yatim, dan sekolah untuk grass root. Amal jariyah ini sering surut dan bahkan mati seiring dengan meredupnya sumber dana, misalnya ketika sumber dana dipanggil kehadapan Ilahi, atau sebab lain.
Banyak penyelenggara amal jariyah tersebut memulai dengan mewakafkan harta tak bergerak, misalnya dengan mewakafkan tanah dan membangunkan gedungnya. Saat muwakif masih jaya baik umur maupun usahanya seringkali sangat megah. Sayang seiring dengan surutnya muwakif amal jariyah juga ikut surut di mana generasi beikut tidak bisa memberikan donasi sebaik para pendiri.
Operasinal amal jariyah pendidikan dan pengasuhan sangat penting dan lebih penting daripada gedung yang megah. Lebih baik gedung yang sederhana tetapi dengan operasional yang lebih besar sehingga para peserta didik atau peserta asuh mendapat asuhan yang lebih baik. Jangan dilupakan kesejahteraan para pengasuh, mereka orang orang yang iklas, tetapi fihak muwakif harus memikirkan beban ekonomi keluarganya.
Oleh sebab itu, setiap wakaf harta tidak bergerak berupa tanah dan gedung, hendaknya didampangi wakaf tunai untuk kelestarian amal jariyahnya, yaitu menopang operasional yang besar. Sumbangan masyarakat memang bisa dilakukan akan tetapi tidak bisa diandalakan stabilitasnya. Tentu saja sumbangan tersebut naik turun, dan pertumbuhan amal jariyah sejenis yang begitu cepat, sehingga banyak orang kaya yang semula menyumbang mendirikan sendiri amal jariyah serupa.
Persainagan untuk memperoleh donasi semakin ketat. Belum lagi banyak penumpang gelap yang membuat kegiatan palsu dengan tujuan menyerap donasi untuk kepentingan pribadi. Kepercayaan donatur menjadi meluntur sering sangat sulit membedakan mana asuhan dan pendidikan yang asli dan yang palsu. Dengan semakin ketatnya persaingan sumber dana amal jariyah maka semakin menguatkan para pendiri untuk mendampingi amal jariyah tidak bergeraknya denag wakaf tunai.
Wakaf tunai adalah wakaf berupa uang, disarankan untuk ditempatkan di deposito bank dan atau obligasi pemerintah serta tidak disarankan ditempatkan di saham mengingat stabilitasnya. Obligasi pemerintah yang tepat adalah sukuk negara, atau obligasi syariah yang sudah disediakan oleh pemerintah. Baik deposito dan obligasi pemerintah maka penyelenggara amal jariyah akan mendapat bagi hasil setiap bulan. Pemerintah seyogjanya memberikan pembebasan pajak 15 persen untuk deposito dan  obligasi tersebut. Aktifitas tersebut sangat membantu kualitas masyarakat yang seharusnya dibantu oleh negara, maka pembebasan pajak 15 persen kelompok ini adalah wajib. Sebagaimana pemerintah memberikan pembebasan untuk dana pensiun.
Berapa besar dana wakaf tunai perlu disediakan? Misalnya kebutuhan operasional per bulan yang ada sebesar 100 juta rupiah, dan bagi hasil sebulan 0,5 persen atau 6 persen setahun, maka besarnya wakaf tunai yang aman adalah sebesar dua kali lipat yang diperlukan sekarang atau sebesar 40 milyar. Dengan dana 40 milyar ditempatkan di deposito syariah dan dipinjamkan kepada pemerintah untuk infrastruktur maka bagi hasilnya akan berikisar 200 juta sebulan. Hasil 200 juta sebulan, maksimal boleh digunakan operasional adalah 100 juta sebulan dan sisanya dideposito dan dipinjamkan kembali kepada negara untuk memperbesar dana abadi. Hal ini disebabkan kenaikan harga harga dan gaji ke depan di mana setiap 10 tahun, kebutuhan operasional sudah dua kali lipat.
Demikianlah manajemen dasar pelestarian amal usaha jariyah pendidikan, panti asuhan, dan pondok pesantren yang sekarang menjamur dengan harapan ke depan tetap lestari untuk menjaga keseimbangan masyarakat yang makin maju.