JAKARTA, MENARA62.COM – Pada hakekatnya menjadi seorang pewara atau pembawa acara merupakan panggilan lahir dan bathin yang bisa dikembangkan menjadi suatu profesi. Namun untuk menjadi pewara yang baik dan professional dibutuhkan dukungan bakat dan latihan-latihan.
Hal tersebut disampaikan Wakil Dekan 1 FISIP Universitas Muhammadiyah Prof DR Hamka (UHAMKA) Nurlina Rahman dalam kegiatan Pelatihan Public Speaking Peningkatan Kompetensi Guru dan Karyawan SMK Negeri 30 Jakarta yang digelar 12 April 2023. Mengambil tema “Berani Tampil Percaya Diri di Depan Publik Dalam Tugas dan Fungsi Humas Keprotokolan (Event Management) dan MC/Pewara”, pelatihan public speaking tersebut dibuka resmi oleh Kepala SMKN 30 Jakarta, Sri Endang Rahayu, M.Pd.
Menurut Nurlina, ada banyak hal yang harus dipahami dan dikuasai seseorang yang ingin menjadi MC atau pembawa acara professional. Mulai dari memahami tugas dan fungsi seorang pembawa acara hingga menguasai teknik saat tampil di depan publik.
“Tugas seorang PA yang pada intinya meliputi tiga hal yakni membuka acara, memandu acara dan menutup acara memang sekilas sederhana saja. Tetapi masing-masing tugas tersebut ada ilmunya,” kata Nurlina.
Dalam menjalankan tugas tersebut, pembawa acara tak sekadar mengumumkan acara yang akan berjalan, tetapi juga harus harus mampu menarik perhatian, mengatasi hambatan, memberikan informasi serta menstimulir, menggugah dan menggerakkan khalayak.
Untuk bisa menjalankan fungsinya dengan baik, jelas Nurlina, seorang pembawa acara juga penting mengetahui jenis acara yang dibawakannya. Dalam ilmu public speaking, pembawa acara/pewara atau biasa dikenal master/mistress of ceremony (MC) dibedakan dari cara, isi dan bentuk penyampaiannya. Hal tersebut didasari dari Jenis acara yaitu state function (upacara kenegaraan), formal function (acara resmi), semi resmi/semi formal dan acara entertaintment (hiburan) dan atau family function.
“Hal-hal yang bersifat teknis juga harus dikuasai seorang pembawa acara seperti suara yang baik, tenang dan tahu maksud maupun tujuan acara. Ini penting agar seorang pembawa acara mencapai apa yang jadi sasarannya,” tambah Nurlina.
Ia mencontohkan ketika ada seorang pewara untuk acara formal yang menyebutkan satu persatu tamu atau hadirin. Tindakan ini tidak dibenarkan dalam ilmu public speaking. “Kita cukup menyebutkan tamu-tamu VVIP, VIP, tidak harus semuanya,” katanya.
Untuk acara formal seorang pembawa acara juga tidak dibenarkan memberikan ulasan atau komentar terhadap hal-hal yang dikatakan oleh pembicara lain. Jadi cukup menyebutkan acara dan urutannya saja.
Dalam kesempatan tersebut, Nurina juga berbagi cara untuk mengolah vocal bagi seorang pembawa acara. Meliputi aspek ekspresif penyampaian yang terdiri atas suara, penggunaan bahasa, gerak gerik, bahasa tubuh dan kontak mata.
Terkait pengaturan suara, kata Nurlina, perlu memperhatikan enam hal penting yakni artikulasi, volume, jeda, intonasi, diksi, dan kontak mata. Sedang untuk gerakan, usahakan seorang pewara bergerak secukupnya dan dengan tujuan. Selain itu gerakan juga harus natural dan mendukung kata-kata yang diucapkan pewara dan tentu isi pesan dalam memandu acara.
Kemudian terkait bahasa tubuh, jelas Nurlina, penting bagi seorang pembawa acara untuk berdiri tegak dan tidak kaku, santai atau casual tapi tidak terkesan malas, biarkan tubuh bereaksi terhadap yang dirasakan, serta buatlah kontak mata yang baik.
Sebelum tampil, Nurlina berpesan agar seorang pembawa acara sebanyak mungkin berlatih baik di depan teman atau keluarga. “Ingatah dua menit pertama penampilan anda, sehingga anda bisa melewati waktu dengan mudah apabila suasana menjadi lebih aktif,” tutup Nurlina.
Sebelumnya, Kepala SMKN 30 Sri Endang Rahayu dalam sambutan pengantarnya mengatakan selama ini guru maupun karyawan SMKN 30 belajar secara otodidak terkait public speaking. Padahal banyak sekali even-even yang menuntut guru maupun karyawan untuk tampil menjadi seorang public speaking. Bukan saja even yang sifatnya internal, tetapi juga even-even yang melibatkan tamu dari luar.
“Selama ini kami hanya belajar secara otodidak. Kami di SMKN 30 ini setiap guru dan karyawan secara bergiliran harus memandu acara,” tutur Sri Endang.
Ia berharap dengan mengikuti pelatihan public speaking langsung dari praktisi, guru dan karyawan SMKN 30 Jakarta dapat memahami ilmu public speaking sekaligus dapat meningkatkan kompetensinya sebagai pewara. “Apalagi selain sebagai praktisi, Ibu Nurlina juga seorang akademisi yang memiliki banyak pengalaman menjadi pewara untuk even-even tingkat nasional,” tandas Sri Endang.