JAKARTA, MENARA62.COM– Potensi terjadinya tsunami susulan di Selat Sunda masih cukup besar seiring peningkatan aktivitas Gunung Anak Krakatau. Karena itu masyarakat di sekitar Selat Sunda, Pandeglang , Banten diharapkan tetap waspada dan menjauhi pantai.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Geofisika, dan Klimatologi, Rahmat Triyono menyatakan aktivitas Gunung Anak Krakatau hingga kini masih cukup signifikan dan berpotensi bisa menimbulkan potensi stunami susulan yang bersumber dari longsor. Sehingga masyarakat di sekitar Selat Sunda tetap diminta waspada.
Untuk memantau aktivitas Gunung Anak Krakatau, BMKG Â memanfaatkan sensor-sensor seismograf. Hasil rekaman sensor seismograf inilah yang akan digunakan untuk memantau potensi tsunami susulan di Selat Sunda.
“Pada saat kejadian 22 Desember sensor-sensor ini juga merekam tetapi merekamnya bukan gempa bumi, dan sangat kecil memang, tidak ada manusia yang rasakan getaran itu,” kata Rahmat saat konferensi pers di gedung BMKG, Selasa (25/12) malam seperti dikutip dari Antara, Rabu (26/12).
Menurut dia, dengan memanfaatkan seismograf tersebut diharapkan dapat memberikan peringatkan kepada masyarakat di sekitar Selat Sunda terkait potensi terjadinya tsunami susulan.
BACA JUGA : Korban Tewas Tsunami Selat Sunda Capai 492 Orang
“Karena itu dengan seismograf yang dimiliki BMKG, dengan mengepung Gunung Anak Krakatau diharapkan bisa mencatat kalau satu sensor mencatat itu setelah diatur dia akan mengeluarkan alarm. Kalau dua minimal tiga kita bisa mengetahui di mana posisi, sumber getaran itu tadi. Apalagi kalau enam-enamnya mencatat,” lanjutnya.
Ia menyatakan bahwa cara tersebut kemungkinan yang paling efektif untuk saat ini karena potensi tsunami susulan yang bersumber dari longsoran Gunung Anak Krakatau masih mungkin terjadi.
“Sehingga dengan kami bisa memonitor gerakan itu tadi. Katakanlah pada 22 Desember kemarin setara dengan magnitudo 3,4. Kalau ini mungkin 3,4 sampai 3,5 ke atas bisa jadi BMKG memberikan peringatan untuk sekitar Selat Sunda,” ucap Rahmat.
Selama ini, kata dia, peringatan BMKG dengan magnitudo yang cukup signifikan di atas 7.
“Karena ini goncangan tidak begitu besar bisa menimbulkan longsor maka dengan sekitar 3,4 sampai 3,5 kami akan berikan peringatan untuk sekitar Selat Sunda,” ujarnya.
BACA JUGA : BPPT Akan Teliti Penyebab Tsunami Selat Sunda
Kemudian setelah memberikan peringatan sekitar satu jam kalau tidak ada air laut masuk atau tidak ada tsunami susulan maka BMKG akan segera menyatakan peringatan dinyatakan berakhir.
Terkait potensi tsunami susulan Gunung Anak Krakatau, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan pihaknya telah mengembangkan aplikasi sistem pemantauan yang memfokuskan aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau.
“BMKG telah mengembangkan aplikasi sistem pemantauan yang memfokuskan pada aktivitas kegempaan vulkanik Gunung Anak Krakatau agar dapat memberikan peringatan yang lebih cepat,” kata Dwikorita Karnawati.
BACA JUGA : Masyarakat Diminta Waspada Hoax Tsunami Selat Sunda
Menurut dia, sistem tersebut hanya dikembangkan khusus untuk memantau aktivitas Gunung Anak Krakatau yang sewaktu-waktu dapat memicu terjadinya longsor dan tsunami susulan.
Pihaknya pun meminta juga kepada masyarakat untuk terus memonitor perkembangan informasi terkait aktivitas Gunung Anak Krakatau tersebut.
“Jadi, informasi akan kami terus ‘update’, mohon tetapi diikuti dimonitor melalui situs, media sosial ataupun aplikasi mobile info BMKG serta aplikasi mobile magma Indonesia dari Badan Geologi karena aplikasi magma Indonesia ini akan memberikan peringatan dini tentang level aktivitas Gunung Anak Krakatau,” tuturnya.
BaACA JUGA : Tsunami Selat Sunda Dipicu Longsoran Gunung Anak Krakatau
Hal itu, kata dia, agar masyarakat tidak mudah terpancing oleh isu-isu yang menyesatkan terkait tsunami di Selat Sunda.
“Kami menyadari dalam situasi seperti ini selalu muncul isu-isu yang menyesatkan maka agar kita tidak mudah bingung dengan isu tersebut mohon segera kalau dengar isu mohon cek itu tadi baik situs, media sosial, info BMKG ataupun aplikasi mobile magma Indonesia karena ini terkait dengan erupsi vulkanik,” ucap Dwikorita.
Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat hingga Selasa (25/12) pukul 13.00 WIB, korban jiwa akibat tsunami di Selat Sunda mencapai 492 orang.
BNPB juga mencatat hingga hari ketiga pascatsunami Selat Sunda, sebanyak 1.485 orang luka-luka, 154 hilang dan 16.082 orang mengungsi akibat tsunami pada Sabtu (22/12) malam tersebut.
Tsunami tersebut berdampak pada lima kabupaten yaitu Pandeglang dan Serang di Provinsi Banten, serta Kabupaten Lampung Selatan, Pesawaran dan Tanggamus, Provinsi Lampung.