JAKARTA, MENARA62.COM– International Film Festival for Environment, Health, and Culture (IFFEHC), festival film bertaraf internasional yang sudah berlangsung selama 5 tahun, kembali di gelar di Indonesia. Tahun ini, Bali menjadi tuan rumah festival terbesar di dunia tersebut. Tahun ini IFFEHC telah menerima 527 film dari berbagai penjuru dunia.
Pada perayaan Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun lalu, festival ini bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, festival film ini diharapkan dapat menjadi jembatan bagi masyarakat dunia untuk lebih peduli dengan lingkungan hidup, kesehatan dan kebudayaan. Saya harap Indonesia dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain dan bukan hanya peduli akan lingkungan hidup, namun mengambil posisi terdepan dalam memperjuangkan lingkungan hidup,” ucap Damien Dematra, selaku founder dan director IFFEHC, yang juga sutradara film yang telah memenangkan lebih dari 500 penghargaan internasional.
Setelah film HOME karya sutradara asal Perancis, Yann Arthus-Bertrand dan diproduseri oleh sutradara kawakan Luc Besson (Taxi, Lucy, Nikita, The Messenger: The Story of Joan of Arc, The Lady, The Fifth Element, Atlantis, dll) sebagai Film Terbaik tahun lalu, tahun ini IFFEHC memilih 6 (enam) nominasi film terbaiknya, yaitu :Crossing (PAGLIPAY) disutradarai oleh Zig Dulay
Dimitri, the child who wanted to walk at all costs (Renaissance intensive) disutradarai oleh Patrice Goldberg dan Cyril Fleury
Sphere Of Life disutradarai oleh Rodolfo Juárez
The Country Side of Care disutradarai oleh Sanne Hijlkema
Unsupersize Us disutradarai oleh Juan-Carlos Asse
WishMakers disutradarai oleh Cheryl Hapern
Film Crossing atau Paglipay merupakan karya sutradara muda asal Filipina, Zig Dulay, yang pernah memenangkan penghargaan Sutradara Terbaik di Filipina. Crossing merupakan film yang membalut kisah cinta dengan isu lingkungan hidup. Selanjutnya, film Dimitri, the child who wanted to walk at all costs asal Belgia yang disutradarai oleh Patrice Goldberg dan Cyril Fleury, merupakan film dokumenter pendek yang berhasil menyentuh hati para juri dengan potret kehidupan seorang anak bernama Dimitri dan keluarganya yang berusaha melakukan segala cara untuk sembuh dari penyakitnya dan dapat berjalan kembali.
Film karya Rodolfo Juárez, Sphere Of Life juga merupakan kandidat kuat Film Terbaik. Film pendek ini berisi pemandangan indah nan dramatis yang bertujuan untuk melindungi keanekaragaman hayati Meksiko. The Country Side of Care karya sutradara Belanda Sanne Hijlkema berkisah tentang penyandang cacat yang menghabiskan waktu di peternakan bersama para penyandang cacat lainnya tanpa adanya pengasuh. Film ini memberikan gambaran nyata yang menyentuh tentang perjuangan anak penyandang cacat.
Dua film asal Amerika Serikat pun turut meramaikan festival film ini. Unsupersize Us karya Juan-Carlos Asse mengambil potret para penyandang obesitas di Amerika Serikat dan bagaimana mengatasi hal ini dengan cara yang benar. Film Unsupersize Us dikemas dengan apik, lucu dan menghibur. Film karya Cheryl Halpern, WishMakers berhasil menyentuh perasaan juri festival film ini dengan kisah tentang anak disabilitas yang berjuang untuk mempunyai kehidupan ‘normal’ dan diterima oleh masyarakat.
Menurut Duta Lingkungan Hidup, Natasha Dematra, Festival ini diadakan untuk memperingati World Environment Day (5 Juni), Hari Bumi (22 April), World Lupus Day (10 Mei), Hari Kesehatan Sedunia (7 April) dan Hari Keberagaman Budaya (21 Mei). Para sineas pemenang akan hadir di Bali pada pertengahan Mei dan penutupan festival di Jakarta pada pertengahan Juli 2017.
Berbagai kegiatan akan dilaksanakan seperti pemutaran film, sosialisasi, diskusi, dll. Festival ini diselenggarakan oleh International Film Festivals Group dan World Environment Movement (WEM), dan didukung penuh oleh Dewan Kreatif Rakyat (DKR), World Film Council, Film Festivals Alliance dan Radio Republik Indonesia (RRI) sebagai media partner.