JAKARTA, MENARA62.COM – Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), DR (H.C) dr. Hasto Wardoyo, SpOG (K) mengapresiasi film pendek ‘Kecele’ karya Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) yang dinilai mengena dalam mengkampanyekan cegah perkawinan anak.
“Filmnya sangat mengena, saya terenyuh, sangat wow filmnya, saya terkejut ternyata kampanye cegah perkawinan anak bisa disampaikan dengan bahasa simple, lugas, normative dan alami” ucap Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), DR (H.C) dr. Hasto Wardoyo, SpOG (K) dalam launching film pendek KECELE karya Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) yang dilaksanakan secara Hybrid di Perpustakaan RI dan melalui Zoom Meeting pada Kamis (7/4).
“BKKBN sangat berterimakasih, banyak modalitas untuk melakukan KIE dengan film pendek seperti ini, terimakasih Fatayat NU ini sungguh innovative. Mungkin suatu saat bisa dimasukan pesan yang sangat biologis tapi dengan cara yang enak disampaikan, contohnya kenapa kawin diusia 16tahun secara biologis dikatakan belum siap? karena panggul belum 10 cm padahal ukuran kepala bayi 10 cm, karena kalau anak dibawah 20 tahun melakukan hubungan suami istri, nantinya akan mudah terkena kanker mulut rahim ”, lanjutnya lagi.
Dokter Hasto menambahkan, usia dibawah 20 tahun tulang masih bertambah panjang, ketika menikah dan hamil maka perempuan tulangnya akan berhenti tumbuh, relative osteoporosis, ini tidak mitos, ini biological proses. Dari semua review jurnal diseluruh dunia sepakat 20-35 tahun adalah usia ideal untuk hamil dan melahirkan.
“Jadi kalau nikah di usia 20 tahun hamil di usia 21 tahun. Laki-laki usia idealnya lebih dilihat dari kedewasaannya, kalau istri 20 tahun berarti laki-laki harus di atas itu karena suami sebagai pemimpin rumah tangga, sehingga sebaiknya lebih dewasa, batas usia menikah laki-laki dari BKKBN 25 tahun, ini mempertimbangkan biologis, moral dan mental sudah cukup, kematangan psikis dan mental,”ucap Hasto.
Berdasarkan laporan penelitian perkawinan anak yang dilakukan oleh Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak (Puskapa) bersama UNICEF, BPS dan Bappenas pada 2020, bahwa Indonesia menempati peringkat ke-10 perkawinan anak tertinggi di dunia. Sebanyak 1,2 juta anak di Indonesia mengalami perkawinan usia dini, 1 dari 9 anak menikah dibawah usia 18 tahun.
“Anak kalo sudah dinikahkan terenggut haknya, hak kesehatan reproduksi, hak Pendidikan, hak untuk berkarya dan hak lainnya,” ungkap Ketua Ikatan Pelajar Putri NU (IPPNU), Nurul Ummah
Sementara Ketua Umum PP Fatayat NU, Anggia Ermarini mengatakan film berdurasi 13 menit yang merupakan Kerjasama Fatayat NU dengan BKKBN adalah bentuk kampanye bahaya perkawinan anak dan sebagai counter dari pemberitaan perkawinan anak yang massive terjadi di media sosial.
“Banyak yang bilang perkawinan anak lebih baik daripada terjerembap dalam zina. Berzina memang tidak boleh tapi bukan berarti perkawinan menjadi solusi karena memang bahayanya besar, resiko kematian ibu dan anak, penularan penyakit menular seksual dan kekerasan terhadap perempuan,” ujarnya.
Selain itu, menurut Dokter Hasto perkawinan usia dini juga mengakibatkan tingginya angka perceraian. “Perceraian luar biasa, ketika saya ke salah satu kota di Indonesia, disana yang menikah 22.000 pertahun, yang cerai 6.000, yang minta dispensasi nikah ada 1.200, yang dikasih dispensasi kenapa? Karena sudah ada rekomendasi dari Kepala Pengadilan Agama, ternyata karena 80% sudah hamil duluan, jadi saya sedih, perceraian sekarang ini darurat,” katanya.
“Kalau Ustad dan Kiyai mengatakan jangan dekati zina, memang tidak boleh didekati, secara medis kalau dekat kita tidak akan bisa menarik diri, teori reproduksinya laki-laki emotional seksnya di visual, perempuan di sentuhan dan rabaan. Sehingga mencegah zina dengan tidak mendekat, tidak merangsang, agar tidak jatuh dalam emosi seks atau dengan berpuasa”, tutup Doter Hasto.