MOJOKERTO, MENARA62.COM – Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) harus menjadi pusat peneguhan peran sebagai pusat pengembangan ilmu berbasis misi kenabian – prophetic mission. Hal itu dikemukakan pembicara utama, Prof. Dr. Zainuddin Maliki, Penasehat Menteri Desa dan PDTT dalam kegiatan Refleksi Akademik dan Strategi Keilmuan Pascasarjana UM Surabaya, yang digelar pada Ahad (11/5/2025) di Trawas, Mojokerto.
Prof. Dr. Zainuddin Maliki mengangkat tema krusial tentang Tantangan dan Peluang Pascasarjana di Era Post-Truth. Diskusi mendalam yang dipandu langsung oleh Koordinator LP3MI Pascasarjana, Prof. Dr. Ali Mufrodi, M.Ag diikuti oleh seluruh dosen tetap Pascasarjana UM Surabaya, termasuk dari Prodi S3 Studi Islam yang baru saja diresmikan awal tahun ini.
Menggugat logika Post-Truth
Dalam paparannya, Prof. Zainuddin menyoroti kemajuan teknologi justru membawa dampak paradoks. Kemudahan akses informasi yang sama oleh siapa saja, yang ada dipusat keilmuan maupun yang di luar bahkan jauh dari aktifitas keilmuan memiliki peluang sama dalam akses informasi, tetapi justru melahirkan generasi ill-informed ditandai dengan menurunnya standar kedalaman pengetahuan yang dibutuhkan untuk menjadi seorang berpengetahuan, ahli – expert yang well-informed.
“Kita hidup di zaman post truth, zaman ketika opini tanpa dasar dianggap setara bahkan lebih penting dari fakta ilmiah sekalipun. Inilah krisis keilmuan yang kita hadapi,” tegas Prof. Zainuddin mengacu pemikiran Thomas M. Nichols dalam The Death of Expertise.
Pendapat mereka yang kurang informasi – ill-informed – memiliki bobot yang sama bahkan lebih dihargai dari pada pendapat ahli atau ekspert yang well-informed. Kecenderungan untuk tidak berupaya melakukan pemeriksaan sumber informasi meragukan dari sumber terpercaya mengemuka. Fakta lalu dipandang tidak lebih penting dari opini atau persepsi.
“Dalam iklim inilah hoax, teori konspirasi, berita palsu, propaganda, pencitraan dan segala macam omong kosong berkembang pesat,” ungkap mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu.
Lakukan Penguatan Tradisi Profetik
Anggota Komisi X DPR RI F-PAN 2019-1024 itu kemudian menawarkan solusi berbasis tugas profetik sebagaimana dimaksud QS Al-Jumu’ah 2, yakni penguatan sisi kognitif – yatlu ‘alayhim āyātihi, penyucian karakter – wa yuzakkīhim, serta transmisi ilmu dan kebijaksanaan – wa yu’allimuhumul kitāba wal ḥikmah. Nilai-nilai ini, menurutnya, harus menjadi fondasi dalam desain kurikulum dan riset Pascasarjana, khususnya Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Kembangkan pembelajaran profetik, pembelajaran mendalam. Kuatkan tradisi membaca profetik yang berarti membaca teks sehingga diperoleh ilmu, skill dan berujung berbuah tindakan dan hikmah. “Tradisi pembelajaran profetik inilah yang akan menghadirkan perubahan dan kebaikan bersama,” pungkasnya.(*)
