JAKARTA, MENARA62.COM– Kemauan untuk hidup bersama masyarakat suatu negara menjadi kunci penting bertahan tidaknya sebuah bangsa. Kemauan tersebut tercermin pada ketahanan nasional yang berhasil dibangun negara dengan melibatkan tidak hanya aparat militer tetapi juga masyarakat sipil.
Itulah inti dari diskusi panjang selama 20 bulan yang digelar oleh Yayasan Suluh Nuswantara Bhakti (YSNB) bekerjasama dengan Aliansi Kebangsaan dan FKPPI yang menghadirkan 80 tokoh pembicara dari berbagai disiplin ilmu dan instansi yang berkaitan dengan ketahanan nasional.
Ketua Dewan Pembina YNSB Pontjo Sutowo mengatakan sebuah bangsa bisa bertahan terus ada dan berusia panjang jika rakyatnya memang memiliki kemauan untuk bertahan dan hidup bersama. Tetapi sebaliknya jika rakyat tidak mau lagi hidup bersama, maka sekuat apapun ekonomi, politik, militer dan keamanan suatu negara, tetap bangsa tersebut bisa punah.
“Kita ambil contoh negara-negara di Balkan. Kurang kuat apa negara-negara di Balkan Eropa Timur baik dari segi ekonomi, militer maupun politik. Tetapi satu persatu negara tersebut punah karena rakyatnya tidak lagi mau hidup bersama,” kata Pontjo, Sabtu (1/12).
Tetapi sebaliknya, Palestina, bangsa dengan kondisi ekonomi, militer, keamanan dan politik yang porak poranda, hingga kini masih bisa bertahan. Itu karena rakyatnya memang memiliki semangat dan mau untuk tetap hidup bersama.
Dalam panel diskusi yang memasuki sesi penutupan tersebut Pontjo menyimpulkan ada tiga ranah penting yang harus diperhatikan oleh bangsa Indonesia jika ingin tetap bertahan. Pertama adalah ranah mental spiritual. Pada ranah ini harus diperhatikan apakah semangat dan kemauan untuk hidup bersama bangsa Indonesia masih tinggi. Karena semangat untuk hidup bersama adalah faktor penting untuk membangun ketahanan nasional.
Ranah kedua adalah persoalan manajerial hidup bernegara. Kemampuan manajerial yang rendah hanya akan mendorong negara ‘salah urus’. Dalam hal ini harus dilihat apakah negara sudah mengurus semuanya secara efisien dan efektif sehingga mampu mencapai tujuan kemerdekaan Indonesia.
“Salah urus harus segera diselesaikan, segera diakhiri, supaya tidak menimbulkan keresahan masyarakat,” jelas Pontjo.
Menurut Pontjo penting untuk kita renungkan bersama, sejauh mana posisi bangsa Indonesia saat ini dalam memenej kehidupan berbangsa dan bernegara dibanding pada tahun 1945.
Dan yang ketiga adalah persoalan material tecnological. Yakni kemampuan bangsa untuk mengelola kekayaan alamnya. Menurutnya banyak negara yang memiliki persoalan bukan karena sumber daya alam yang rendah tetapi kemampuan manajerialnya yang tidak mampu mengelola kekayaan alamnya.
“Budaya pada prinsipnya adalah yang membedakan manusia dengan mahluk lain. Kekayaan alam harus dikelola dengan baik dan disinilah pentingnya budaya,” lanjut Pontjo.
Pontjo mengingatkan kemampuan bangsa mengelola kekayaan alamnya sangat menentukan posisi suatu bangsa pada kancah global. Banyak negara yang memiliki kekayaan alam melimpah tetapi tidak mampu mempengaruhi negara lain. Tetapi sebaliknya negara dengan kekayaan alam yang minim, mampu mempengaruhi negara lain karena memiliki material tecnological yang baik.
Pontjo mengatakan hasil kajian selama 20 bulan tersebut tidak boleh berhenti sekedar menjadi karya ilmiah tetapi harus menjadi sikap hidup berbangsa dan bernegara Indonesia. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya akan memiliki usia yang panjang tetapi sekaligus menjadi negara yang sejahtera.
“Kita tentu akan sosialisasikan hasil kajian ini ke semua pihak,” tutup Pontjo.
Panel diskusi serial yang digelar sejak April 2017 melibatkan semua unsur masyarakat. Tidak hanya politisi, budayawan, akademisi, tetapi juga generasi muda dan para mahasiswa.
“Saya mengikuti sesi diskusi ini meski tidak setiap bulan, hanya beberapa kali. Tetapi ini cukup membuat saya mengucapkan terimakasih kepada YNSB, Aliansi Kebangsaan dan FKPPI yang membantu saya lebih memahami hidup berbangsa dan bernegara, memahami bagaimana pentingnya peran masyarakat dalam membangun ketahanan bangsa,” kata Agus Yuliawan, tokoh pemuda.
Ia mengaku salut dengan penyelenggaraan serial diskusi kebudayaan tersebut. Tak banyak orang atau kelompok, organisasi yang memiliki minat tinggi untuk mengkaji dan mengulas tentang kehidupan berbangsa dan bernegara. Ikut mengumpulkan sumbangan dan pemikiran dari berbagai tokoh, akademisi dan instansi terkait ketahanan nasional dan budaya.