Jakarta, Menara62.com – Setiap pengacara punya jalan pedang masing-masing. Dahulu dia bergabung dengan Komisi Nasional Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Dia melihat bagaimana kekerasan menjadi praktik kelaziman yang dilakukan negara. Kini, dia memilih bergabung dengan Titah Law Firm (TLF).
Dia tetap menjadi pendekar hukum. Bagi Yuda Sudawan, di mana pun berada, jalan pengabdian selalu terbentang. Dia lulus sarjana hukum di Universitas Hasanuddin, Makassar, tahun 2013.
Tahun 2014, dia merantau ke Jakarta, kemudian bergabung dengan Kontras, yang pernah dipimpin almarhum Munir. Dia dimintai masukan mengenai aksi kekerasan dan solusi hukum. Saat itu, dia menangani banyak kasus. Yang paling diingatnya adalah kasus buruh pabrik kuali yang disekap dalam rumah.
“Ini kasus yang menantang. Nurani saya tersentuh. Di situlah saya merasa pengetahuan hukum sangat berguna untuk membela mereka yang termarginalkan oleh situasi,” kata pengacara yang lahir di Makassar pada 18 Mei 1989 ini.
Saat itu, Yuda merasa perlu untuk memperdalam pengetahuannya. Dia lalu mendaftar ke program magister hukum Universitas Indonesia (UI) untuk spesialisasi hukum ekonomi. Mengapa hukum ekonomi?
“Saya suka tema-tema corporate, bisnis, perusahaan. Bidang bisnis lebih menantang dan prestise. Kalau pidana lebih ke arah pelanggaran ketertiban umum. Beda dengan perdata, kita urus perusahaan dalam skala yang luas,” katanya.
Bagi Yuda, bisnis adalah bidang kajian yang sangat menarik. Jika bisnis diibaratkan perlombaan, banyak orang yang sengaja berbuat curang untuk memenangkan lomba. Banyak pula yang sengaja mengakali berbagai aturan.
Yuda bukan tipe akademisi yang hanya berkutat dengan teori. Dia memilih jalan praktisi dengan terjun langsung di arena hukum. Mulanya dia bergabung firma hukum The Jure. Setelah itu, dia bergabung dengan pengacara senior yang juga kurator, Muhammad Ismak.
Dia sangat antusias saat bergabung dengan Titah Law Firm (TLF), firma hukum yang tengah berkembang pesat dan berlokasi di SCBD, Jakarta. Di TLF, dia bertemu dengan pengacara muda yang sama-sama antusias untuk terus berkembang.
Dia bisa menerapkan pengetahuan yang didapatnya di kantor firma hukum sebelumnya. Dia mendalami tema-tema kepailitan. “Spesialisasi saya adalah mengenai Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU,” katanya.
Yuda mengakui, selama pandemi banyak perusahaan yang pailit, sehingga banyak aspek hukum yang harus dibenahi.
“Arena ini sangat dinamis. Bagaimana kita membicarakan dan menyusun kembali segala tagihan kepada kreditur. Paling menantang jika kita jadi kuasa hukum debitur. Kita harus meyakinkan rekanan perusahaan untuk menerima usulan yang kita tawarkan. Kita kelola laporan perusahaan dan prospek keuangan,” katanya.
Sebagai mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dia terbiasa dengan negosiasi dan dialektika. Sejak masih mahasiswa, nurani dan kepekaan sosialnya sudah terasah. Semuanya menjadi modal kuat baginya untuk memasuki belantara hukum.
Hari-hari Yuda kini disibukkan dengan berbagai perkara dalam hukum bisnis. Apalagi, TLF telah menjadi official partner dari Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). Dia pun berkantor di HIPMI demi memberikan advis atau nasihat hukum kepada pengusaha terkait bisnis.
Bagi Yuda, hukum ibarat pohon rindang yang memayungi semua orang dari hujan, panas, dan badai. “Berkat hukum, kita bisa hidup tenang dalam bingkai aturan. Berkat hukum, kita masih bisa menikmati indahnya matahari, serta merasakan lembutnya tetes embun pagi,” katanya.