26.7 C
Jakarta

Milad ke-113 AR Baswedan: Refleksi Bersama Pendidikan Karakter dan Masa Depan Indonesia

Baca Juga:

YOGYAKARTA, MENARA2.COM – Dalam rangka memperingati Milad ke-113 AR Baswedan, Yayasan AR Baswedan Akademi Hikmah menggelar zoomiar pada Kamis (9/9/2021). Zoominar menghadirkan narasumber Anies R. Baswedan, Ph.D, Gubernur DKI Jakarta, Prof. Dr. Chairil Anwar, Guru Besar Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Siti Chamamah Soeratno Guru Besar Universitas Gadjah Mada ,Ustadz Jazir ASP Ketua Dewan Syura Takmir Masjid Jogokariyan dan Lukman penulis. Kegiatan dimoderatori Ir. Drs. Abdul Rahman Ma’mun, MIP, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina, Direktur Utama Panji Masyarakat serta  MC: Hazhira Qudsyi, S.Psi., M.A. Dosen Universitas Islam Indonesia membahas sisi-sisi lain dari AR Baswedan sebagai sosok yang patut dikenang semangat dan daya juangnya.  .

Prof. Khamim Zarkasi dari Yayasan AR Baswedan dalam sambutannya menyampaikan bahwa inti dari mengambil sosok seorang pahlawan adalah tidak sekedar memajang fotonya namun harus bisa meneladani perjuangan dan pengorbanannya untuk bangsa dan umat dan kita implementasikan dalam makna kekinian.

Sementara itu Anies Baswedan sebagai  cucu biologis dan ideologis melihat bahwa karakter pendidikan adalah sebuah pesan yang kita pahami sama-sama punya makna luas. “Ini perlu dimunculkan kembali sebagai proses pembiasaan bagi bangsa untuk melihat perbedaan pandangan substantif agar bisa menjadi tuntunan,” jelas Anies.

Mengutip tulisan Buchory MS, Guru Besar Pasca Sarjana Universitas PGRI Yogyakarta, yang dimuat di laman arbaswedan.id, Abdurrahman Baswedan yang lebih populer dangan AR Baswedan, yang lahir di Surabaya pada tanggal 9 September 1908 dan meninggal di Jakarta 16 Maret 1986 merupakan sosok pemberontak pada zamannya. Hal ini sebagaimana ditulis oleh Harian Matahari  Semarang yang memuat tulisan Baswedan tentang orang-orang Arab, (1 Agustus 1934). AR Baswedan memang peranakan Arab, walau lidahnya Suroboyoan kental dan dia menyerukan kepada orang-orang keturunan Arab agar bersatu membantu perjuangan Indonesia. Ia mengajak keturunan Arab, dan dirinya sendiri, untuk menganut asas kewarganegaraan ius soli, suatu asas dalam menentukan status kewarganegaran seseorang berdasarkan tempat kelahirannya.

Hal ini sesuai dengan sumpah pemuda warga keturunan Arab.yaitu Menggalang Sumpah Pemuda Keturunan Arab yang terinspirasi oleh Sumpah Pemuda yang pada 28 Oktober 1928 di Jakarta.

AR Baswedan juga menggalang para pemuda keturunan Arab untuk mengikrarkan diri di Semarang setelah mendirikan Persatoean Arab Indonesia (PAI). Berikut bunyi Sumpah Pemuda Keturunan Arab:
a. Tanah Air Peranakan Arab adalah Indonesia (sebelumnya mereka berkeyakinan tanah airnya adalah negeri-negeri Arab dan senantiasa berorientasi ke sana).
b. Peranakan Arab harus meninggalkan kehidupan menyendiri (mengisolasi diri).
c. Peranakan Arab memenuhi kewajibannya terhadap tanah-air dan bangsa Indonesia.

Pada masa revolusi, AR Baswedan berperan penting dalam menyiapkan gerakan pemuda peranakan Arab untuk berperang melawan Belanda. Mereka yang terpilih kemudian dilatih dengan semi militer di barak-barak. Mereka dipersiapkan secara fisik untuk bertempur. Dia sendiri pernah ditahan pada masa pendudukan Jepang (1942).

Menjadi Jurnalis

AR Baswedan adalah seorang otodidak. Dia mempelajari banyak hal secara mandiri, terutama kemampuan menulisnya, kemudian menggeluti dunia jurnalistik. Oleh karena itu, profesi utama dan pertamanya adalah sebagai seorang jurnalis, bahkan termasuk salah seorang perintis pers nasional yang tangguh dan berdedikasi. Sebagai wartawan pejuang, AR Baswedan produktif dalam menulis. Saat era revolusi, tulisan-tulisannya kerap tampil di media-media propaganda kebangsaan Indonesia dengan nada positif dan optimisRangkuman perjalanannya dalam dunia jurnalistik sebagai berikut:
a. Redaktur Harian Sin Tit Po di Surabaya (1932).
b. Redaktur Harian Soeara Oemoem di Surabaya yang dipimpin dr. Soetomo (1933).
c. Redaktur Harian Matahari, Semarang (1934).
d. Penerbit dan Pemimpin Majalah Sadar.
e. Pemimpin Redaksi Majalah internal PAI, Aliran Baroe (1935-1939).
f. Penerbit dan Pemimpin Majalah Nusaputra di Yogyakarta (1950-an).
g. Pemimpin Redaksi Majalah Hikmah.
h. Pembantu Harian Mercusuar, Yogyakarta (1973).
i. Penasihat Redaksi Harian Masa Kini, Yogyakarta (70-an).

Karier Bidang Politik

Karier politik AR Baswedan dimulai saat menjadi ketua Persatuan Arab Indonesia (PAI). PAI memperjuangkan penyatuan penuh keturunan Arab dengan masyarakat Indonesia dan terlibat aktif dalam perjuangan bangsa. Dia mengonsolidasikan kekuatan internal sekaligus membangun komunikasi dengan pihak luar, yaitu gerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia lainnya, seperti Soekarno, Moh. Hatta, Sutan Sjahrir, dan Moehammad Husni Thamrin. Pada 21 Mei 1939, PAI turut bergabung dalam Gerakan Politik Indonesia yang dipimpin Moehammad Husni Thamrin. Dalam GAPI ini partai-partai politik bersepakat untuk menyatukan diri dalam wadah negara kelak bernama Indonesia. Berkat masuk dalam GAPI ini, posisi PAI sebagai gerakan politik dan kebangsaan semakin kuat. Selain masuk dalam GAPI, AR Baswedan juga membawa PAI ke dalam lingkaran gerakan politik kebangsaan yang lebih luas dengan masuk ke dalam Majelis Islam ala Indonesia (MIAI) pada 1937.

Pada masa pendudukan Jepang, AR Baswedan di sinilah AR Baswedan bersama para pendiri bangsa lainnya terlibat aktif menyusun UUD 1945. Setelah Indonesia merdeka, menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat .

Perjuangannya berlanjut pada masa Indonesia merdeka. Bersama dengan Haji Agus Salim  (Menteri Muda Luar Negeri), Rasyidi (Sekjen Kementrian Agama), Muhammad Natsir dan St. Pamuncak, AR Baswedan (Menteri Muda Penerangan) menjadi delegasi diplomatik pertama yang dibentuk oleh negara yang baru merdeka ini. Mereka melobi para pemimpin negara-negara Arab. Perjuangan ini berhasil meraih pengakuan pertama atas eksistensi Republik Indonesia secara de facto dan de jure olehMesirLobi panjang melaluiLiga Arab di Mesir itu menjadi tonggak pertama keberhasilan diplomasi yang diikuti oleh pengakuan negara-negara lain terhadap Indonesia.

Pada saat membawa dokumen pengakuan kemerdekaan Indonesia dari Mesir pada tahun 1948, AR Baswedan mendapatkan gangguan yang tidak ringan. Padahal, semua bandara di kota-kota besar, termasuk Jakarta, sudah dikuasai tentara Belanda dan Sekutu dan tidak ada yang bisa lewat dari penjagaan mereka. Tetapi, berkat kelihaian dan kenekatannya, dengan menaruhnya di kaos kaki, dokumen penting dari Mesir itu bisa selamat dan Indonesia mendapatkan pengakuan sebagai negara merdeka.

Menjadi muballigh saat bersekolah di Hadramaut School di Surabaya, AR Baswedan berkenalan dengan KH. Mas Mansor imam dan khatib Masjid Ampel, Surabaya, yang pernah menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah Surabaya. Dari perkenalan itu AR Baswedan sering diminta KH Mas Mansoer untuk ikut berdakwah ke berbagai daerah. Berkat kegiatan ini, komitmen keislaman mengental dan kemampuan pidato AR Baswedan terasah dengan baik; pada gilirannya kemampuannya ini sangat membantunya saat ia berkeliling ke berbagai daerah dan menyampaikan kampanye tentang PAI.

Selain berpidato, AR Baswedan juga berdakwah melalui tulisan-tulisannya yang tersebar di berbagai majalah dan koran Islam. Pada akhir 40-an sampai akhir 50-an AR Baswedan menjadi pemimpin redaksi Majalah Hikmah, sebuah mingguan Islam popular. Dalam dewan redaksi, selain AR Baswedan, juga terdapat Moh. Natsir dan Buya Hamka. Para penulis majalah ini adalah tokoh-tokoh Islam terkemuka, seperti Sjafruddin Prawiranegara.

Dalam bidang dakwah, AR Baswedan juga menjadi ketua  Dakwah Islamiyah Cabang Yogyakarta. Bahkan, dia menjadi pelindung dan rumahnya di Tamah Yuwono menjadi tempat berteduh bagi mahasiswa atau seniman Islam yang tergabung dalam Teater Muslim.

Berkat sumbangsihnya dalam perjuangan bangsa, negara memberi AR Baswedan berbagai penghargaan. Tak hanya Republik Indonesia, dua negara Islam lain pun turut memberinya penghargaan atas kontribusinya dalam membangun hubungan antarnegara dan juga sikapnya yang mendorong penuh kemerdekaan, yaitu dari Mesir dan Aljazair.
Negara Indonesia pada 1970 mengakui AR Baswedan sebagai salah seorang Perintis Kemerdekaan.

Pada 9 November 1992, negara mengakui dan menghargai kontribusi besar AR Baswedan yang turut menyusun UUD 1945 dalam BPUPKI. Negara menganugerahkan Bintang Mahaputra Utama

Pada Juli 1995 Duta Besar Mesir untuk Indonesia, Sayed K El Masry memberikan penghargaan kepada AR Baswedan berupa piagam dari bahan papirus, yang berisikan naskah Perjanjian Persahabatan RI-Mesir pada 10 Juni 1947 dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab.

Pada 23 Desember 1995, Aljazair memberikan medali kepada AR Baswedan atas pertemanannya dengan para tokoh Aljazair dan memberikan bantuan moril atas peristiwa Revolusi Aljazair 1 November 1954.

Pada Tahun 2013, Presiden Soesilo Bambang Yoedhoyono juga menganugerahi AR Baswedan  pada 10 Agustus 2013.

Pada tanggal 10 November 2018, negara memberikan anugerah Pahlawan Nasional kepada AR Baswedan atas jasa-jasanya dalam kemerdekaan Indonesia.

Nilai Keteladanan Perjuangan AR Baswedan

Perjuangan AR Baswedan banyak sekali yang menjadi teladan bagi generasi penerus perjuangan bangsa. Diantaranya adalah sebagai salah seorang pembentuk bangsa (nation builder).

Untuk meneladani perjuagan AR Baswedan dalam membentuk jiwa nasionalisme, kita dapat menyimak kembali Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada sidang yang pertama, AR Baswedan menguraikan jiwa nasionalise bagi penduduk Arab mulai pertama kali masuk ke tanah air sampai dengan sekarang sekitar lima abad lamanya. Beliau berpendapat bahwa orang-orang Arab di sini (Indonesia) tidak ada rumah tangga Arab totok (yang menggunakan bahasa Arab) sebagai bahasa pergaulan.

AR Baswedan sendiri di dalam rumah tangganya berbahasa Jawa, dan untuk mendidik kebangsaan Indonesia, menggunakan bahasa kebangsaan Indonesia. Sehingga sama sekali tidak ada perbedaan antara golongan Arab dengan bangsa Indonesia. Kalau ada perbedaan, hanyalah karena ditimbulkan oleh politik Belanda yang menempatkan golongan Arab menjadi satu golongan yang disebut “Ordonante onderdanen Nederlanders”, yaitu bangsa Timur Asing. Jaman Hindia Belanda disebutkan bahwa penduduk digolongkan menjadi tiga, yaitu Golongan Eropa, Golongan Pribumi, dan Golongan Timur Asing.

Profesi utama dan pertama AR Bawedan adalah sebagai seorang jurnalis, bahkan termasuk salah seorang perintis pers nasional yang tangguh dan berdedikasi. Sebagai wartawan pejuang, AR Baswedan produktif dalam menulis. Saat era revolusi, tulisan-tulisannya kerap tampil di media-media propaganda kebangsaan Indonesia dengan nada positif dan optimis’.

Seniman dan agamawan.dalam bidang seni, AR Baswedan berteman baik dengan banyak seniman, seperti Arifin C. Noer, Abdurrahman Saleh, Taufiq Effendi, Chaerul Umam dan bahkan W. S. Rendra. Tanpa memandang latar belakang suku dan agama, Baswedan juga berteman akrab dengan Romo Dick Hartoko. AR Baswedan menjadi pemimpin redaksi Majalah Hikmah, sebuah mingguan Islam popular dan juga menjadi ketua Dewan Dakwah Islamiyah (DDI) Cabang Yogyakarta

Pendidikan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan peradaban dan kebudayaan, karena pendidikan yang tidak didasari dengan kebudayaan maka akan menghasilkan generasi yang tercerabut dari kehidupan masyarakatnya sendiri. Pendidikan yang tidak berlandaskan pada kebudayaan akan menjadi steril dari kekayaan budayanya sendiri. Sebaliknya kebudayaan yang tidak menyatu dengan pendidikan, akan cenderung asing bagi kehidupan masyarakatnya dan akan ditinggalkan oleh masyarakatnya.

Nilai-nilai pendidikan yang dikembangkan di lingkungan Yayasan AR Baswedan adalah berbasis budaya dan karakter bangsa yang bersumber dari:
a.    Agama Islam: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Dengan demikian nilai-nilai pendidikan yang dikembangkan di lembaga pendidikan AR Baswedan hendaknya didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari Agama Islam.
b.    Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan berdasarkan Pancasila. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, dan sosial budaya, termasuk lembaga pendidikan AR Baswedan.
c.     Budayasuatu kebenaran mutlak bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan yang dikelola oleh Yayasan AR Baswedan.
d.   Sistem Pendidikan Nasional, telah merumuskan sistem dan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, setelah menyelesaikan seluruh jenjang dan jalur pendidikan. Oleh karena itu lembaga pendidikan AR Baswedan juga perlu mengacu pada Sistem Pendidikan Nasional tersebut

Atas jasa-jasanya, Presiden telah menetapkan AR Baswedan, sebagai pahlawan nasional pada November 2018. Keputusan ini tertulis dalam Keputusan Presiden Nomor 123/TK/2018, dengan pedoman Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.   Meski usulan pemberian gelar terhadap Abdurrahman Baswedan sudah diajukan sejak 2010 bersama delapan nama lainnya oleh  Yayasan Nasinal Building yang dipimpin oleh Edi Lembong serta melalui liku jangka waktu yang panjang.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!