28.8 C
Jakarta

Temu Inovasi, Bahas Dampak Pandemi Terhadap Pembelajaran Siswa

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), bekerja sama dengan Kementerian Agama (Kemenag), dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), menggelar acara Temu Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (Inovasi) ke-12, secara daring, Jumat (1/10).

Program Inovasi turut membahas studi terbaru tentang Kesenjangan Pembelajaran (Learning Gap), mendiskusikan dampak Covid-19 terhadap pembelajaran siswa, serta membagikan praktik upaya inspiratif pemulihan pembelajaran dari berbagai daerah.

Studi yang dilakukan oleh Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan, BSKAP, Kemendikbudristek, dan Inovasi berfokus pada siswa kelas 1-3 Sekolah Dasar (SD). Kelas tersebut dipilih mengingat bahwa momen tersebut menjadi kunci pembelajaran, atau periode di mana penguasaan pembelajaran siswa lemah, dan memengaruhi keberhasilan pembelajaran siswa.

Kepala BSKAP Kemendikburistek, Anindito Aditomo, mengatakan, hasil studi menyoroti  isu kunci yang menjadi upaya mendesak yang perlu dilakukan, baik itu dalam jangka pendek maupun menengah. Mulai dari literasi dan kurikulum, hingga asesmen diagnostik untuk mengetahui kemampuan siswa.

“Strategi literasi dengan target yang jelas harus dikembangkan untuk segera diterapkan di seluruh sekolah dasar di Indonesia. Ini untuk memastikan bahwa siswa mampu mengembangkan pengetahuan serta keterampilan membaca dan menulis sejak kelas awal sekolah dasar, karena hal tersebut merupakan investasi bagi pembelajaran mereka saat ini dan seterusnya. Dalam jangka pendek, mendorong penggunaan kurikulum khusus untuk mengurangi risiko kehilangan pembelajaran yang terus berlanjut, khususnya penggunaan modul kurikulum darurat yang fokus pada kemampuan literasi dan numerasi,” jelas pria yang akrab disapa Nino ini.

Nino menyebut, tujuan studi adalah untuk mengidentifikasi kesenjangan antara pencapaian saat ini dan pencapaian yang diharapkan dalam hal keterampilan literasi dan numerasi dasar. Selain itu, kata dia, studi ini juga untuk mengetahui pengaruh Covid-19 terhadap partisipasi belajar siswa setelah lebih dari satu tahun siswa belajar di masa pandemi.

Direktur Program Inovasi, Mark Heyward, mengungkapkan bahwa temuan awal studi menunjukkan telah terjadi kehilangan pembelajaran (learning loss). Kehilangan pembelajaran sendiri dapat diartikan hilangnya kompetensi yang telah dipelajari sebelumnya, atau tidak tuntasnya pembelajaran di jenjang kelas, serta adanya efek majemuk dari tidak mengusasai pembelajaran di setiap jenjang kelas yang signifikan, dan siswa mengalami putus sekolah.

Sedangkan, menurut definisi UNESCO tentang  hal tersebut adalah hilangnya partisipasi siswa (participation loss), termasuk putus sekolah dan tidak terlibat di sekolah; tidak merasa dilibatkan dan atau tidak berpartisipasi dalam kegiatan sekolah, tidak terdaftar, atau jumlah kehadiran rendah. Efek kerugian tersebut mungkin akan terus berlangsung bahkan setelah pandemi.

Anindito juga menggarisbawahi peran pemerintah daerah dan kerja sama berbagai pihak untuk pembelajaran yang berpihak kepada siswa, sehingga sekolah diberikan ruang untuk dapat menyesuaikan pembelajaran. Termasuk dukungan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), agar sekolah dapat menggunakannya dengan benar berdasarkan kebutuhan yang ada. Upaya nyata sangat mendesak dilakukan oleh berbagai pihak untuk memitigasi dampak langsung maupun jangka panjang dari situasi pandemi.

Upaya Pemulihan Pembelajaran

Pada acara Temu Inovasi ke-12, berbagai pemangku kepentingan pendidikan di daerah turut memberikan beragam praktik inspiratif untuk memulihkan pembelajaran siswa dari dampak Covid-19. Di Kabupaten Bulungan di Provinsi Kalimantan Utara, misalnya, pemerintah mendukung pemulihan pembelajaran dengan fokus kepada kompetensi literasi, numerasi, dan karakter siswa.

Pemerintah daerah pun juga membuat strategi untuk pemulihan pembelajaran. Di sana, fokus pemulihan pembelajaran menjadi kebijakan prioritas utama intervensi program pendidikan satu tahun ke depan pada tahun 2022.

“Ini pun kami lakukan dengan pembentukan Tim Teknis Program Pemulihan Pembelajaran di Disdikbud Kabupaten Bulungan yang berkoordinasi dengan Satgas Covid-19. Untuk jangka Panjang, kami memasukan literasi, numerasi, dan karakter kedalam RPJMD 2021-2026 sehingga menjadi fokus program pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Bulungan,” ujar Bupati Bulungan, Syarwani.

Pengalaman Guru Kelas 1 SD Masehi Wee Rame di Kabupaten Sumba Barat Daya di Provinsi NTT, Yuliana Wula Male, dalam memperkuat kualitas pendampingan orang tua turut menjadi contoh inspiratif upaya pemulihan pembelajaran. Di daerahnya, sebagian besar orang tua atau wali siswa tidak dapat membaca sehingga meski sudah ada modul Kurikulum Khusus untuk siswa dan orang tua, mereka tetap tidak dapat mendampingi anaknya saat belajar di rumah.

“Namun kami tidak menyerah. Sekolah dengan dukungan Inovasi melakukan sosialisasi modul Kurikulum Khusus kepada orang tua siswa. Kami pun mengunjungi rumah siswa untuk memastikan orang tua, atau dengan bantuan anggota keluarga lainnya, melakukan perannya. Selain itu, kami juga menginformasikan tentang pelaksanaan belajar dari rumah (BDR) di titik kumpul, dan berdiskusi dengan orang tua saat kami berpapasan di jalan demi untuk mengetahui perkembangan siswa atau bantuan apa yang mereka butuhkan,” ungkap Yuliana.

Mendorong pemerataan akses pembelajaran bagi semua anak, tanpa terkecuali, adalah suatu bentuk upaya yang juga dapat dilakukan untuk memulihkan pembelajaran siswa. Ketua Forum Pendidik Madrasah Inklusif (FPMI) Pusat Kemenag, Supriyono, mengatakan, FPMI yang beranggotakan para pendidik kreatif, fokus pada pendidikan inklusif. Tantangan bagi anak berkebutuhan khusus, kata dia, lebih menantang di masa pandemi.

“Kami terus memberikan dukungan kepada guru-guru untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif agar seluruh anak terlibat dalam proses pembelajaran, termasuk di masa pandemi Covid-19, Karena mewujudkan layanan yang inklusif berarti memberikan kesempatan pembelajaran yang bermakna kepada semua anak,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Sekolah Dasar, Kemendikbudristek, Sri Wahyuningsih, mengatakan, upaya-upaya dari daerah yang beragam dapat menjadi inspirasi yang terbukti efektif dalam pemulihan pembelajaran. Pendidikan sesuai dengan kebutuhannya, dan sesuai karakteristik daerah harus diangkat, agar pembelajaran itu sesuai dengan daerahnya.

“Dukungan pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan regulasi yang membantu guru dan sekolah untuk mengadakan pembelajaran di masa pandemi juga penting. Peran berbagai pihak harus dioptimalkan untuk mendampingi layanan pendidikan agar kualitas pendidikan dapat berjalan dengan baik. Dengan kolaborasi kita akan memberikan energi baru dan siap melakukan kreativitas dan inovasi membantu mengejar ketertinggalan kita,” jelas Sri Wahyuningsih,.

Sri menambahkan, perlu upaya khusus dan fokus untuk mengatasi kehilangan pembelajaran yang signifikan dan siswa mengalami putus sekolah sebagai dampak dari pandemi Covid-19. Dalam jangka pendek, upaya bisa dilakukan dengan berfokus pada kebutuhan pembelajaran inti siswa yang memprioritaskan tiga hal. Pertama, kemampuan literasi dan numerasi, dan mengetahui apa yang siswa bisa dan tidak bisa lakukan. Kedua, semua guru memiliki akses ke modul kurikulum khusus, baik itu versi digital ataupun versi cetak.

Ketiga, lebih banyak sumber daya tersedia untuk guru melakukan asesmen diagnosis berbasis kelas yang dapat membantu guru mengidentifikasi pencapaian dan kebutuhan pembelajaran di bidang pembelajaran inti pada platform pembelajaran Kemendikbudristek, seperti Guru Belajar dan Berbagi serta Asesmenpedia.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!