JAKARTA, MENARA62.COM – Kekerasan terhadap kaum perempuan menjadi persoalan serius yang dihadapi perempuan Indonesia hingga sekarang. Bahkan kekerasan seksual yang dialami perempuan semakin muda usianya.
“Usia korban kekerasan seksual kini turun ke usia anak-anak, semakin muda dan ini menjadi persoalan yang masih dihadapi oleh perempuan Indonesia,” kata Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Meutia Hatta usai bedah buku seri ketiga Inspirasi Kartini dan Kesetaraan Gender di Indonesia karya Wardiman Djojonegoro yang digelar Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) di aula Sasadu Badan Bahasa, Senin (21/4/2025).
Ia mengakui meski RA Kartini telah memelopori perjuangan perempuan berupa kesetaraan gender atau emansipasi, namun perjuangan perempuan Indonesia masih sangat berat. Terlebih dengan masuknya unsur-unsur yang berkaitan dengan teknologi informasi.
Menurut Meutia, perkembangan teknologi informasi yang sedemikian pesat tidak mungkin diabaikan oleh perempuan. “Meski teknologi bagi perempuan itu sesuatu yang berat tetapi kita harus mengikuti, kita harus adaptasi. Nggak bisa kita melawan arus,” ujar Meutia.
Ia mengajak kaum perempuan untuk meneladani dan melanjutkan apa yang sudah diperjuangkan oleh RA Kartini. Sosok pahlawan perempuan tersebut memiliki pemikiran yang sudah sangat maju meski era kehidupannya terikat dengan tradisi patriarki.
“RA Kartini merupakan sosok yang luar biasa. Pada usianya yang relative masih muda, Kartini telah memiliki gagasan dan pemikiran yang sangat maju untuk perempuan,” tambah Meutia.
Sementara itu, Wardiman Djojonegoro, penulis trilogi Kartini mengatakan Kartini merupakan sosok perempuan yang luar biasa. Karena umur 25 tahun, Kartini sudah berhasil menuliskan 400 surat dalam bahasa Belanda. “ini bukan sekadar surat tentunya, tetapi yang penting isinya,” katanya.
Melalui goresan penanya berupa surat yang dikirim ke sahabatnya di Belanda, Kartini berhasil mengangkaat persoalan yang dihadapi perempuan Jawa, di mana saat itu perempuan tidak dianggap setara dengan kaum laki-laki, atau istilahnya menjadi manusia kelas dua.
“Oleh karenaa itu, beliau berniat membantu perempuan dengan pendidikan. Itulah renungan dan cita-cita Kartini. Sayangnya beliau tidak berumur panjang,” kata Wardiman.
Menurutnya meski sudah banyak tokoh yang melanjutkan perjuangan Kartini, namun sampai sekarang perjuangan itu belum selesai. “Sekarang kita berusaha bagaimana meningkatkan kesetaraan gender melalui berbagai cara seperti penulisan buku, seminar dan lainnya,” katanya.
Wardiman dalam buku serial Kartini membagi pemikiran kesetaraan gender Kartini menjadi 8 pokok pemikiran. Ke-8 pokok pikiran tersebut meliputi partisipasi perempuan dalam bidang ekonomi, pelayanan perempuan dalam bidang kesehatan, akses perempuan terhaadap pendidikan, budaya patriarki, partisipasi politik perempuan, penguatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan, perlidungan terhadap ibu dan anak serta migrasi dimana saat ini perempuan bebas bergerak.
Sementara itu, Kepala Badan Bahasa Haafidz Muksin mengatakan peringatan Hari Kartini tahun 2025 menjadi momentum tepat untuk mengangkat kembali nilai luhur perjuangan. Kartini, mulai dari gagasan hingga pemikirannya.
“Saya pikir gagasan dan pemikiran Kartini masih sangat relevan dengan era sekarang,” katanya.
Terutama pada poin pendidikan perempuan, menurut Hafidz, pemikiran Kartini yang menilai bahwa jika perempuan memiliki pendidikan yang memadai maka akan dapat meningkatkan kualitas pendidikan generasi bangsa.
“Pendidikan usia dini pasti disampaikan oleh seorang ibu dan ini sangat relevan dengan pemikiran RA Kartini,” tandas Hafidz Muksin.
Iaa berharap bedah buku trilogi Kartini seri ketiga yang membahas kumpulan surat RA Kartini, dapat menambah wawasan kita semua terkait sosok, ide pemikiran, gagasan dan cita-cita RA Kartini dalam pemberdayaan perempuan Indonesia.