” (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (Q.S. Ar-Ra’du : 28)
Jika saya ditanya, di manakah letak kebabagiaan itu? Maka, saya akan menjawab dengan tegas, bahagia tuh di sini! ( sambil menunjuk ke dalam dada (baca : hati).
Ya, bahagia itu terletak pada hati yang tenang, jiwa yang lapang, batin yang tenteram. Bahagia tidak identik dengan harta yang melimpah, kedudukan dan jabatan yang wah, popularitas yang menjulang, atau karir yang cemerlang. Bahagia itu sederhana. Hati yang penuh syukur, jiwa yang penuh sabar, batin yang penuh ikhlas, adalah pangkal bahagia tak terukur, tak terbatas.
Ironisnya, banyak orang mencari kebahagiaan, tetapi menempuh jalan yang salah. Apa yang mereka dapatkan sesungguhnya adalah kesenangan (sesaat), bukan kebahagiaan (hakiki).
Ada orang yang menganggap bahwa kebahagiaan dapat dicapai dengan kelimpahan materi. Maka, ia pun segera menyusun langkah untuk menempuh jalan yang menurutnya dapat mengantarkan kepada kebahagiaan. Bekerja keras siang-malam, memeras keringat, banting tulang, tak kenal waktu, terus menerus berusaha mengumpulkan pundi-pundi kekayaan, menumpuk materi, terkadang tanpa peduli halal-haram, demi memenuhi obsesinya untuk dapat hidup bahagia.
Adapula orang yang mengandaikan bahwa kebahagiaan bisa didapat dengan popularitas. Maka, ia pun segera menempuh berbagai cara untuk mendapatkan popularitas, dengan harapan setelah popularitas diraih, ia akan dengan mudah memperoleh kebahagiaan hidup.
Pun ada orang yang mengira kebahagiaan dapat terwujud jika ia dapat menempati suatu posisi atau kedudukan tertentu. Tak ayal, dia pun berjuang mati-matian untuk dapat menduduki suatu posisi atau jabatan tertentu, dengan asumsi bahwa setelah impiannya untuk duduk di ‘kursi’ yang diidam-idamkannya selama ini terwujud, kebahagiaan yang diharapkan akan tercapai.
Pertanyaannya kemudian, apakah setelah mereka mendapatkan harta yang berlimpah, fasilitas hidup yang serba lengkap, popularitas, serta menduduki posisi strategis, secara otomatis mereka merasakan kebahagiaan? Jawabannya adalah : Belum tentu.
Sementara
Ya, apa yang mereka dapatkan sesungguhnya adalah kesenangan yang bersifat sementara. Mereka senang dan puas sudah mendapatkan apa yang mereka inginkan. Tetapi, seringkali kesenangan dan kepuasan itu hanya sesaat saja, kerena setelah apa yang mereka inginkan tercapai, selanjutnya hanya kehampaan jiwa serta kekosongan makna hidup yang mereka rasakan.
Harta yang melimpah, kedudukan dan jabatan yang terhormat, serta popularitas yang menjulang, tanpa diiringi dengan ketenangan hati, ketenteraman batin, serta kedamaian jiwa, hanya akan melahirkan kehampaan dan kekosongan makna hidup.
Betapa banyak cerita serta kisah yang kita jumpai tentang akhir perjalanan karir serta hidup orang-orang yang dulu berkelimpahan harta, berkedudukan terhormat, serta memiliki popularitas yang tinggi, tetapi kemudian jatuh ke dalam kesengsaraan bahkan kehinaan. Tidak jarang di antara mereka ada yang mengakhiri hidupnya dengan cara tragis, yaitu melakukan bunuh diri. Inilah bukti, bahwa harta, kedudukan, serta popularitas tidak menjadi jaminan seseorang akan bahagia.
Jika demikian kenyataannya, lantas apa yang bisa menjadi jaminan agar seseorang bisa merasakan kebahagiaan dalam hidup ini?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Al-Qur’an memberikan solusinya. Al-Qur’an memberikan garansi kepada siapa saja yang selalu mengingat Allah dan dekat dengan-Nya niscaya akan mendapatkan ketenangan hati, ketenteraman batin dan kebahagiaan jiwa.
Ya, hanya dengan mengingat Allah, selalu dekat dengan-Nya, merasakan kehadiran-Nya setiap saat dalam hidup ini, akan menghadirkan kebahagiaan dan kedamaian.
Sekali lagi perlu ditegaskan, bahagia itu ada di dalam hati yang selalu mengingat Allah, di dalam jiwa yang dekat dengan-Nya.
Ruang Inspirasi, Ahad, 14 Agustus 2022.