JAKARTA, MENARA62.COM — Teguran anggota DPR Effendi Simbolon pada Kasad Jenderal Dudung Abdurachman, implikasinya belum berhenti. Teguran itu disampaikan Effendi Simbolon pada sidang rapat kerja dengan Kemenhan dan Panglima TNI Komisi I DPR RI pada 5 September 2022 lalu.
Sikap yang bernada protes di sejumlah akun di media sosial yang diduga sebagai respon sejumlah prajurit TNI AD masih bermunculan.
Kondisi seperti tentu bisa meresahkan. Hal ini secara sosial diluar kewajaran, jika melihat sikap profesionalisme prajurit. Apalagi, terkesan, keinginan memperlihatkan prajurit TNI seolah sebagai alat “konflik” politik. Terlepas ini merupakan perintah atau bukan perintah, maka hal ini sangat bertentangan dengan semangat reformasi, reposisi, jati diri, norma kemiliteran dan hukum, dimana Prajurit TNI merupakan alat negara yang setia, tegak lurus berada dalam satu garis komando, jauh diluar arena politik yang penuh konflik.
Kondisi ini, menurut pengamat militer Dr Connie Rahakundini Bakrie, baik dirinya sebagai warga negara dan bagian dari Civil Society, merasakan keprihatinan itu. Menurut analis serta akademisi bidang pertahanan keamanan ini, dirinya merasa perlu memberikan pandangan kenegarawanan tentang apa yang terjadi ini. Paling tidak, ada tiga hal penting yang perlu disadari.
Pertama, setiap anggota DPR adalah wakil rakyat yang disertai dengan hak konstitusional dalam mengemban tugasnya dalam pengawasan pemerintahan. Dalam hal ini kritik Effendi Simbolon sesungguhnya lumrah, apalagi dalam melaksanakan tugas negara yang di emban dan dilakukan dalam rapat kerja DPR. Kritik itu, bisa ditanggapi oleh Kasad Jenderal Dudung Abdurachman dengan memberikan jawaban resmi di sidang berikutnya.
Kedua, jika dipandang salah dan bermasalah oleh partainya, maka partai tempat Effendi Simbolon bernaung yaitu PDIP, pastinya sudah memberikan tindakan yang tegas, terukur, sesuai dan wajar.
Ketiga, sebagai negara demokrasi, Indonesia memberikan saluran jika ada yang tidak puas, merasa tersinggung atau mempermasalahkan suatu perilaku anggota DPR. Itu sebabnya, maka tiap tiap warga negara, termasuk anggota TNI dapat mengadukan yang bersangkutan melalui mekanisme Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di DPR.
Artinya, jika KASAD Jenderal Dudung Abdurachman memiliki masalah dengan Effendi Simbolon terkait kritiknya, menurut Connie, dipersilahkan menggunakan haknya sebagai warga negara melalui jalur pengaduan ke MKD.
“Mari memberikan contoh kenegarawanan, dimana tiap-tiap pemimpin bangsa adalah pembela masyarakatnya atau siapapun yang dipimpinnya, dan bukan kebalikannya,” ujarnya.
Connie meminta, proses demokrasi di Indonesia dapat dipahami oleh publik secara dewasa. Menurutnya berbeda pendapat itu lumrah dalam demokrasi. Namun ia mengingatkan, demokrasi itu memiliki prosedur yang sehat, terhormat dan bermartabat.