Oleh : Ace Somantri
BANDUNG, MENARA62.COM – Sejak meledak kasus hate speech yang dilakukan oleh oknum peneliti BRIN, warga Muhammadiyah tidak tinggal diam mulai dari perorangan hingga institusional persyarikatan. Kondisi saat ini, sebagai warga persyarikatan Muhammadiyah cukup merasa prihatin akan kondisi bangsa ini pasalnya, dari kasus ke kasus hal ihwal memperolok-olokan dalam ranah agama relatif terus berlangsung. Apalagi kasus ini dilakukan oleh seorang ilmuwan katanya dan bergelar akademik paling tinggi, apa benar seorang ilmuwan? Sependek yang diketahui seorang ilmuwan itu orang yang memiliki pengetahuan luas, luwes, arif, bijak, tegas dan berani dalam kebenaran. Sikap keberagamaannya memiliki nilai spiritualitas yang wara’, tawadhu’ atau rendah hati serta takut kepada Allah SWT. Langkah-langkah perbuatanya selalu bermanfaat dan mashlahat untuk orang banyak, baik bangsa maupun negara bukan untuk polpularitas dan elektabilitas pribadinya, apalagi untuk menjilat pada kekuasaan semu.
Reaksi warga persyarikatan tidak berlebihan, karena tindakan perbuatan oknum tersebut melampaui batas kewajaran. Bahkan, ketika melihat postingan TDJ di medsos hal ihwal konten seputar awal bulan Ramadhan dan Syawal dari tahun ke tahun ada kesan mengkritisi yang cenderung tidak mendasar. Sekalipun diberikan bantahan dengan hujjah atau argumentasi yang kuat, kesannya sangat “ngeyel” merasa paling benar pendapatnya padahal dia bukan seorang pakar “hisab” kalender hijriyah melainkan astronom. Ke-akuannya di tahun ini harus menelan pil pahit, pasalnya postingan provokatif dia memancing saudaranya atau mungkin anggota mentornya di BRIN saudara APH dan yang bersangkutan merasa peduli pada mentornya sehingga ikut komentari postingan dengan ujaran kebencian yang sangat tidak patut bagi seorang peneliti, dan anehnya pernyataan tersebut dibiarkan oleh sang mentor, jangan-jangan ada unsur kesengajaan sehingga dibiarkan.
Reaksi institusi persyarikatan pun pada akhirnya dilayangkan membuat laporan kepada pihak berwajib oleh LBH Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan beberapa LBH di tingkat wilayah dan daerah, hal tersebut untuk memberi pelajaran kepada yang bersangkutan maupun kepada publik bahwa untuk berhati-hati menyatakan menebar ujaran kebencian dalam media sosial, apalagi menyangkut eksistensi organisasi masyarakat Islam yang jauh lebih dulu berdiri dari bangsa ini, bahkan para tokohnya banyak yang menjadi pahlawan nasional yang berjasa menghantarkan kemerdekaan NKRI, termasuk Presiden pertama sebagai anggota resmi Muhammadiyah, dan dia membuat salah satu potongan pernyataannya, “sekali Muhammadiyah tetap Muhammadiyah” kalimat tersebut menandakan akan eksistensi Muhammadiyah sangat bernilai bagi bangsa dan negara ini. Jikalau ada pengabdi negara tidak faham hal tersebut, patut dipertanyakan wawasan kebangsaanya dan sangat keterlaluan.
Ramai-ramai membuat twibon, “we stand with Muhammadiyah against intolerance” hal itu untuk mengkampanyekan sikap bermuhammadiyah. Selama ini, Muhammadiyah toleran terhadap heterogenitas kebangsaan dan kenegaraan, dan juga keberagamaan. Bahkan, tidak tanggung-tanggung memfasilitasi akselerasi pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat non muslim sebagai warga mayoritas. Bagi Muhammadiyah itu adalah bagian dari beragama yang baik dan benar, karena pada hakikatnya siapapun mereka umat manusia yang hidup di muka bumi adalah sama-sama mahluk Allah SWT yang harus dihormati dan dihargai, ada saatnya untuk menjalankan keberagamaan masing-masing sesuai dengan ajarannya tanpa harus memaksakan keyakinannya untuk berpindah, kecuali kesadaran sendiri untuk berpindah keyakinan. Sementara, kasus hate speech di atas sangat disayangkan karena pelakunya seagama dan sekeyakinan. Peristiwa ini menjadi ibroh dan hikmah bagi umat muslim, bahwa tantangan menjalankan ajaran Islam bukan hanya dari luar beda agama melainkan dari dalam sendiri pun cukup kerepotan.
Berharap warga persyarikatan tidak terpancing berlebihan yang berakibat buruk pada persyarikatan, karena sangat mungkin hal itu sebuah kasus yang dapat dijadikan hikmah berharga sebuah pelajaran sebagai bentuk teguran secara tidak langsung, bahwa Muhammadiyah harus terus menerus memperbaiki gerakan Islam yang kaffah dan produktif. Tidak ada kata berhenti untuk berkarya, tidak ada kata berhenti untuk berbuat nyata, dan tidak ada kata berhenti untuk memberi manfaat dan mashlahat pada umat karena itu karakter Muhammadiyah sejak awal berdiri hingga saat ini, sekalipun ada perorangan yang berhenti itu adalah hak, namun institusi persyarikatan selama bumi ini ada maka Muhammadiyah harus tetap ada menjadi pencerah alam semesta membawa pusaka risalah kenabian yang telah diwariskan belasan abad yang lalu. KH. Ahmad Dahlan sudah tiada, para pejuang gerakan Islam lainnya pun banyak yang tiada, namun karya-karyanya menjadi pusaka yang harus dipelihara hingga maju dan berkembang sesuai kebutuhan zaman dan dunia.
Saat ini juga viral di media sosial, baik status pribadi maupun entitas persyarikatan tentang panji-panji Muhammadiyah, itu semata-mata bukan karena ujub, riya dan takabur melainkan membangun spirit dan motivasi bagi para aktifis Muhammadiyah untuk membangunkan yang sedang terlelap tidur, bermalas-malasan dan terlalu terlena dengan aktifitas yang semu lainnya. Mengobarkan panji-panji untuk membangun rasa kepedulian dan memberikan pengabdian dengan penuh semangat yang berapi-api, membangkitkan semangat jihad fiisabilillah dalam bermuhammadiyah tanpa rasa malu dan takut, justru menjadi bangga dan merasa memiliki rumah besar sebagai tepat berjamaah menggerakkan kebaikan untuk bersama menjaga khittah perjuangan Muhammadiyah.
Membuat status dalam akun media sosial secara viral di kalangan warga Muhammadiyah sebenarnya bukan mempertontonkan bersifat ujub dan takabur, melainkan menunjukkan bahwa kami ada dan tetap akan ada. Karena kami hadir di manapun berusaha untuk memberi, tidak pernah meminta apalagi menjadi penyamun dan penjilat. Rumah besar kami untuk orang banyak, baik itu untuk menuntut ilmu di sekolah, pesantren dan perguruan tinggi. Rumah besar kami untuk memberi harapan hidup bagi orang-orang sakit karena kami memiliki balai kesehatan, klinik dan rumah sehat. Rumah besar kami untuk membangun harapan dan cita-cita bagi anak-anak dhuafa dan yatim piatu. Rumah besar kami dibangun bukan untuk satu golongan suku, rasa dan agama, melainkan untuk semuanya selama memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan peraturan lainnya. Kami buktikan, di Papua, Sorong, Iraian Jaya, Maluku, Kupang, Plores dan daerah-daerah lainnya yang mayoritas agama diluar Islam mereka menikmati teduhnya rumah kami namanya Muhammadiyah.
Kami saat ini berteriak bukan karena secuil kata-kata dari seorang oknum ASN BRIN, terlalu kecil sekali bagi kami hanya karena itu. Tindakan tersebut bukan pada orangnya semata, itu sebuah pemantik bagi kami untuk berusaha memberikan pelajaran kepada publik bahwa segala sesuatu jangan melihat besar kecil sebuah kasus, melainkan segala sesuatu harus difpahami lebih dari sekedar tindakan oknum tersebut. Dapat jadi dibalik kasus itu sebuah peringatan kepada masyarakat Indonesia, dan khususnya warga Muhammadiyah untuk menjadi hikmah dan ibroh yang berharga sebagai bahan renungan untuk dijadikan pesan moral, dalam berbangsa dan bernegara senantiasa harus mengedepan qudwah uswah hasanah. Bagi pelakunya sendiri, mungkin selama ini merasa jumawa, sombong dan takabur saat berbuat serupa karena dirinya hebat dan dekat dengan penguasa sehingga tidak ada yang berani menegur. Maka dengan cara inilah Allah SWT menegur dan mengingatkannya. Wallahu’alam.
Bandung, April 2023