31.1 C
Jakarta

Indra Charismiadji Sebut Pendidikan di Indonesia Dikelola dengan Cara yang Salah

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Pendidikan di Indonesia menurut pengamat pendidikan Indra Charismiadji dikelola dengan cara yang salah. Salah satu indikatornya adalah Lembaga Pendidikan disamakan dengan entitas bisnis yang memperhitungkan untung dan rugi.

“Jadi bertahun-tahun pendidikan di Indonesia dikelola dengan mekanisme pasar. Makanya lembaga pendidikan terutama perguruan tinggi berlomba cari untung,” kata Indra pada diskusi dengan media yang digelar Rabu (29/5/2024).

Pada kasus kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) PTN yang akhirnya dibatalkan misalnya, Indra melihat dengan jelas bagaimana perguruan tinggi diminta untuk mencari untung. Termasuk dalam kebijakan PTN Berbadan Hukum (PTN-BH) dimana perguruan tinggi didorong mencari uang.

Semestinya, lanjut Indra, pendidikan tidak disamakan dengan entitas bisnis. Dunia pendidikan harus dikelola non profit, sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.

Indra menyebut tidak satu pun negara di dunia ini yang mengelola pendidikan dengan cara diserahkan pada mekanisme pasar. “Bahkan di negara Amerika Serikat yang kapitalis saja, pendidikan tidak diserahkan pada mekanisme pasar. Jadi mungkin Indonesia satu-satunya negara di dunia yang mengelola pendidikan dengan cara mekanisme pasar,” lanjut Indra.

Indra yang juga Direktur Eksekutif CERDAS (Center for Education Regulations and Development Analysis) mengibaratkan pengelolaan pendidikan sama halnya dengan membangun jalan raya. Jadi semua rakyat Indonesia berhak menikmati fasilitas tersebut tanpa terkecuali.

Senada juga disampaikan Sudirman Said, mantan Menteri ESDM era Jokowi. Ia menggaris bawahi bahwa pendidikan bukan tempat untuk mencari uang tetapi harus menjadi bentuk investasi masa depan (spanding).

“Investasi pendidikan dimana pun bukanlah bentuk investasi yang rugi. Karena itu pembangunan pendidikan harus menjadi prioritas pemerintah dalam kondisi sesulit apapun,” tegas Sudirman.

Ia menilai selama pendidikan dikelola dengan cara mekanisme pasar, maka yang terjadi adalah biaya pendidikan di Indonesia akan semakin mahal. Kondisi ini berbanding terbalik dengan negara-negara lain dimana mereka bisa menerapkan pembiayaan pendidikan murah bahkan gratis.

Menurut Sudirman dengan alokasi anggaran pendidikan yang mencapai Rp665 triliun dari total APBN, ditambah adanya dana abadi pendidikan yang kini dikelola LPDP yang nilainya mencapai ratusan triliun rupiah, semestinya pendidikan di Indonesia bisa sangat murah bahkan gratis.

“Tetapi yang terjadi malah sebaliknya, kenaikan UKT pada PTN adalah symbol dari ketidakmampuan pemerintah mengelola pendidikan,” tegasnya.

Sudirman mencontohkan bagaimana Oxford University dapat membebaskan biaya pendidikan pada mahasiswa kedokteran. Juga pemerintah Singapura yang membebankan biaya pendidikan tinggi hanya 30 persen kepada masyarakat, dari total biaya pendidikan yang dibutuhkan perguruan tinggi.

Ia berharap pemerintah baru di bawah Presiden Prabowo, dapat menunjuk menteri pendidikan yang mampu mengelola pendidikan dengan baik. “Ia haruslah sosok yang paham persoalan pendidikan dan dapat mencari solusinya,” tandasnya.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!