27.3 C
Jakarta

Kelola Air Hujan, Sekolah Komunitas Banyu Bening Raih KEHATI Award 2024

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Orang melihat air hujan turun dari langit adalah hal biasa. Apalagi jika sudah memasuki bulan November -Desember-Januari. Air hujan boleh dikata sangat melimpah. Saking melimpahnya, seringkali menimbulkan banjir di beberapa daerah.

Namun berbeda di mata Sri Wahyuningsih, warga Tempursari, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman Yogyakarta. Perempuan yang sehari-harinya bekerja sebagai ibu rumah tangga tersebut memandang air hujan harus dikelola dengan baik. “Mengelola air hujan tidak hanya untuk menghindari banjir tetapi juga untuk kebutuhan air saat musim kemarau,” kata Sri Wahyuningsih, Ketua Komunitas Banyu Bening Sleman, dijumpai di sela KEHATI Award 2024, Selasa (3/12/2024). Ia adalah salah satu penerima KEHATI Award untuk kategori climate change.

Ia lantas mendirikan Sekolah Komunitas Banyu Bening. Sekolah ini didirikan dalam rangka untuk menjaga sumber daya air, terutama hujan.

Uniknya Sri bukan berasal dari wilayah yang kesulitan air. Justeru di desanya, orang menggali sumur kedalaman 5 meter sudah melimpah air tanahnya. Meski demikian, pengelolaan air hujan harus dilakukan agar alam tetap Lestari.

Selain bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari, air hujan yang ia pakai bisa turut memulihkan kondisi lingkungan.

Sekolah Banyu Bening memiliki misi ingin mengenalkan fungsi air hujan yang penuh manfaat, termasuk di kesehatan. Sekolah ini tidak hanya cocok untuk wilayah yang rawan kekeringan tetapi juga wilayah-wilayah yang sumber airnya melimpah. “Intinya kita bijak menggunakan air,” tambahnya.

“Perlu memang bagaimana mengelola air hujan yang jatuh di lingkungan kita itu tidak meluber ke tempat lain, karena ini wilayah atas, air bisa turun ke daerah bawah sehingga banjir,” kata Sri, lulusan IAIN Sunan Kalijaga jurusan Syariah tersebut.

Sri mengatakan, melalui sekolah air hujan yang ia dirikan, masyarakat bisa ikut menjaga sirkulasi air yang jatuh ke bumi sehingga bisa termanfaatkan termasuk oleh anak cucu mendatang.

Salah satu yang disampaikan adalah gerakan menabung dan memanen air hujan, melalui penampungan torn, biopori atau sumur resapan. “Ini bisa dilakukan melalui talang bisa juga biopori, jika lahan di rumah sempit. Kalau halamannya luas, bikin lah sumur resapan. Itu kalau kita mau jaga air tanah” kata Sri.

Sri sendiri mendirikan Sekolah Air Hujan Banyu Bening pada 2015 lalu, setelah di 2012 dirinya memiliki kesadaran akan fungsi air hujan. Pusatnya berada di Dusun Tempursari. Kegiatan sekolah tersebut terkait dengan manajemen air hujan, yang sudah mulai diikuti oleh beberapa masyarakat di berbagai daerah di Indonesia.

Edukasi Masyarakat

Air hujan sendiri amat penting bagi Sri, dan komunitas Sekolah Air Hujan Banyu Bening. Upaya yang juga digerakkan oleh dirinya adalah bagaimana mengedukasi masyarakat agar air hujan bisa termanfaatkan sehingga membantu ketersediaan air saat kekeringan.

Pasalnya, seiring waktu berjalan, pertumbuhan penduduk semakin pesat, penggunaan air di bumi pun semakin meningkat. Hal ini yang kemudian memicu tindakan eksploitasi air tanah, hingga rentan mengikis keberadaannya.

“Masalahnya itu, masyarakat terbiasa instan, tinggal buka keran air lalu muncul. Hal ini memunculkan anggapan bahwa air masih tersedia dengan aman, padahal kondisinya kian mengkhawatirkan. Bisa dilihat juga dari banyaknya sumber air yang kering, terus pas kemarau sungai-sungai juga pada kering, itu karena yang kita ambil tidak dimasukkan lagi, belum lagi penggunanya kian banyak,” katanya.

Misi lain yang dibawa oleh Sekolah Air Hujan Banyu Bening lanjut Sri disebutnya 5 M yakni menampung, mengolah, meminum, menabung dan mandiri.

Konsep tersebut saling berkaitan, karena hujan yang turun di musim basah itu melimpah dan bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dari sana masyarakat bisa mandiri, dan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli air.

“Kenapa mengelola, agar air hujan bisa termanfaatkan, maka konsep yang kita bangun di masyarakat itu, ayo kita manfaatkan air hujan agar kita bisa berhenti mengeksploitasi air tanah. Nah sisa yang sudah digunakan untuk kebutuhan itu bisa juga dilakukan dengan nabung, untuk mengganti air yang selama ini kita pakai, di sekolah air hujan, konsep ini dikenal dengan 5 M” terangnya.

Ditambahkan Sri, selain bermanfaat bagi kelestarian lingkungan. Air hujan juga ternyata memiliki manfaat bagi kesehatan.

Ia pun selama ini mengkonsumsi air dari hasil hujan yang ia tampung di kediamannya. Air-air tersebut kemudian diolah dengan mesin Gama Rain Filter, juga dengan penampungan yang bersih. Manfaatnya luar biasa, air tersebut ternyata bisa menyembuhkan sejumlah penyakit di tubuh lantaran air hujan merupakan zat dengan molekul yang super halus dan terjamin kemurniannya.

Berdasarkan penelitian dari komunitas tersebut, air hujan terbukti memiliki PH tinggi, dengan TDS yang rendah. Bahkan, saat hujan yang disertai petir air tersebut jauh lebih murni lagi.

Namun sebelum dikonsumsi, air hujan harus diolah dulu. Harus dipisahkan dulu dengan kadar asamnya. Caranya cukup gampang dan murah. Dari situ air tidak perlu dimasak lagi.

“Air hujan itu bisa dikonsumsi, dan soal dimasak itu karena untuk membunuh bakteri ecoli yang asalnya dari dalam tanah. Air hujan kan dari langit, adanya coliform. Di aturan Permenkes tentang air minum, coliform ada batas maksimum 30 per bpm, kalau kita nampung dengan pola dan cara yang tepat, rata-rata hanya 3 sampai 5 coliform per bpm sehingga aman,” lanjutnya.

Menerima KEHATI Award 2024

Sri menjadi satu dari lima penerima KEHATI Award 2024 dengan kategori Climate Change. Program yang diusung Komunitas Banyu Bening adalah Pengelolaan dan Pemanfaatan air Hujan sebagai Sumber Air Bersih (Air Minum) Saat Ini dan Kedepan.

Selain Sri, ada 4 penerima KEHATI Award 2024. Mereka adalah Kelompok Pelestari Hutan Pesanguan dari Tanaggamus Lampung, untuk kategori Forestry dengan judul program: Giat Konservasi Lokal Untuk Lestarikan Alam Bukit Barisan Selatan.

Kemudian Natural Aceh dari Desa Alue Naga, Banda Aceh untuk kategori Marine dengan judul program Budidaya Tiram Berkelanjutan dengan Memanfaatkan Bahan Daur Ulang di Alue Naga Pasca-Tsunami.

Lalu Gestianus Sino dari Kupang NTT untuk kategori Agriculture dengan judul program Pertanian Organik Terintegrasi di Lahan Gersang Kupang: Menuju Kemandirian Pangan dan Kelestarian Lingkungan.

Dan terakhir untuk kategori Waste and Pollution diraih Yogi Tujuliarto dari jurnalis Jakarta dengan judul program Karya Liputan Jurnalistik (News & Dokumenter) IN-DEPTH Reporting tentang Waste & Pollution untuk Membangun Kesadaran Masyarakat dan Mendorong Solusi dari Pemangku Kebijakan. Tema utama liputan Belenggu Sampah Impor di Indonesia dan Asia Tenggara (Negara Berkembang).

Tahun ini Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) memberikan KEHATI Award untuk lima kategori yakni forestry, marine, agriculture, climate change, dan waste and pollution. Apresiasi ini diikuti oleh sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), akademisi-masyarakat ilmiah, masyarakat adat, jurnalis, generasi muda, pekerja seni-seniman, budayawan-agamawan, dan championlocal leader.

Tahun ini Yayasan KEHATI menerima 220 usulan dari 30 provinsi untuk mengikuti seleksi KEHATI Award 2024. Berdasarkan tahapan seleksi sejak 1 Agustus hingga penilaian terakhir di Oktober, dewan juri menetapkan lima peraih penghargaan lima kategori.

Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI Riki Frindos mengatakan penghargaan tertinggi di bidang keanekaragaman hayati dan lingkungan hidup di tanah air ini digelar untuk mengapresiasi upaya yang dilakukan para individu dan kelompok yang telah melakukan penyelamatan dan berusaha keras mengurangi kerusakan alam.

“Penghargaan yang diberikan sejak tahun 2000 ini adalah bentuk apresiasi terhadap upaya luar biasa dari perseorangan dan lembaga yang peduli terhadap lestarinya keanekaragaman hayati dan lingkungan hidup di Indonesia,” kata Riki.

Riki menjelaskan ada tiga tujuan penyelenggaraan award ini yakni mendorong upaya serta inovasi di bidang pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati, memacu semangat dan motivasi masyarakat dalam pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati, dan memberikan inspirasi dan pembelajaran dalam upaya pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati di tingkat tapak.

Menurutnyam Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia dan masuk salah satu dari 17 ‘Negara Megadiversitas’ dunia yang secara total memiliki 70% keanekaragaman hayati dunia. World Economic Forum (WEF) mencatat, keanekaragaman hayati di Indonesia tertinggi nomor dua di dunia setelah Brazil.

Riki menjelaskan bahwa upaya pelestarian dan pemanfaatan sumber daya hayati kini menghadapi tantangan besar, mulai dari perubahan tata guna lahan dan laut, kurangnya pemanfaatan yang berkelanjutan, pencemaran lingkungan, dan perubahan iklim.

Sri Wahyuningsih, Ketua Komunitas Banyu Bening Sleman

Padahal, keanekaragaman hayati berperan penting menciptakan keseimbangan ekosistem, melestarikan ragam budaya, mendukung pertumbuhan ekonomi, sumber penghidupan masyarakat adat, serta menyediakan jasa lingkungan yang dapat dinikmati masyarakat luas.

Tantangan 2045

Oleh sebab itu, dengan tantangan ini, KEHATI mendorong solusi berbasis alam melalui pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati yang berkeadilan. Salah satu arahan strategis adalah mendorong upaya pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan dan inovatif, guna menjawab masalah triple planetary crisis, menguatkan kapasitas masyarakat, serta membuka akses dan pembagian manfaat keanekaragaman hayati yang adil dan inklusif.

Apalagi di tahun 2045, Indonesia diperkirakan menjadi negara industri dan menjadi kekuatan ekonomi keempat di dunia. Karena itu, Indonesia harus mengakar pada kekayaan sumber daya keanekaragaman hayati dan keragaman kebudayaan.

“Keanekaragaman hayati tak terbatas pada upaya konservasi, tapi bisa menjelma menjadi sumber-sumber inspirasi, pengetahuan, paradigma berpikir. Secara strategis, kami di KEHATI, berperan mengangkat inspirasi, inisiatif serta pengetahuan yang ada di masyarakat untuk menjadi pembelajaran, perbaikan kebijakan, dan pengakuan atas upaya masyarakat sipil,” kata Riki.

Terkait dengan penilaian penghargaan ini, Amanda Katili Niode Ketua Dewan Juri KEHATI Award 2024 mengatakan beberapa kriteria yang menjadi penilaian ialah besarnya manfaat dan dampak positif terhadap keanekaragaman hayati dan lingkungan hidup, serta dampak positif kepada masyarakat, baik di sekitar lokasi maupun masyarakat umum.

Kriteria lain yakni keberlanjutan kegiatan, apakah hanya sesaat atau jangka panjang, serta besarnya upaya dan pengorbanan yang dicurahkan di luar tugas dan kewajiban seseorang atau kelompok/organisasi.

Kriteria berikutnya yakni keterlibatan pihak-pihak lain dalam usaha yang dilakukan demi menunjang kesinambungan kegiatan dan mempertinggi nilai manfaat dan orisinalitas dan inovasi kegiatan/usaha.

“Ajang ini memberikan kesadaran dan inspirasi bagi kita atas upaya pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati yang tak kenal lelah, bahkan tanpa diketahui banyak orang,” katanya.

Mereka lanjut Amanda, berjuang dengan cara dan kapasitas masing-masing. Ada yang berhasil membangun pertanian organik dengan lahan terbatas, merehabilitasi lahan yang dirambah, menjalankan sustainable financing, ada juga yang konsisten membentuk community groups, serta berhasil menghasilkan gerakan yang bukan hanya di satu daerah, tapi nasional, bahkan sampai ke Papua, Bali, Ternate, Kalimantan.

Secara lengkap 12 juri tersebut yakni Dr. Iman Santoso, Dewan Pembina Kaleka (Kategori Forest), Mia Siscawati Ph.D, Universitas Indonesia, Prof. Dwi Andreas Santosa, IPB, dan Rinna Syawal SP MP, Badan Pangan Nasional.

Lainnya yakni Prof.Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc., IPB, Hamish Daud, Indonesian Ocean Pride, Amanda Katilli-Niode, Climate Reality Indonesia, Moekti H Soejachmoen, Direktur IRID.

Berikutnya ada Leonard Simanjuntak, Greenpeace Indonesia, Anya Sapphira, H&M Indonesia, Riki Frindos, Yayasan KEHATI, dan Dr. Rony Megawanto, Yayasan KEHATI.

Para peraih penghargaan akan mendapatkan trofi tetap KEHATI Award 2024, hadiah uang Rp25.000.000, dan kesempatan mendapatkan dana hibah melalui pengajuan proposal.

Selain KEHATI Award, KEHATI juga rutin memberikan penghargaan lain yakni ESG Award by KEHATI yang merupakan pengembangan dan pembaharuan secara signifikan dari konsep SRI-KEHATI Award yang pernah dilaksanakan sebelumnya. Tiga fokus utama penghargaan ESG ini yakni capital market, impact investment, dan debt and project financing.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!