31.6 C
Jakarta

Financing Environmental Impact: Transformasi Ekonomi Rendah Karbon untuk Masa Depan Indonesia

Baca Juga:

Dunia hari ini memang sedang berjuang untuk menghadapi perubahan iklim global. Dalam upaya global untuk menghadapi tantangan perubahan iklim, Indonesia, sebagai salah satu negara dengan potensi ekonomi terbesar di Asia Tenggara, terus memperkuat komitmennya menuju emisi karbon netral (Net Zero Emissions/NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.

Emisi karbon netral adalah kondisi ketika jumlah karbon dioksida yang dikeluarkan ke atmosfer, sama jumlahnya dengan yang dihilangkan. Netralitas karbon bisa dicapai oleh perusahaan, organisasi, individu, produk, atau layanan. Namun, untuk mencapai target yang begitu ambisius ini, rasanya tidak dapat dicapai tanpa adanya kolaborasi erat antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, maupun dukungan dunia perbankan. Mengapa?

Perbankan memiliki posisi strategis dalam menggerakkan climate strategy di Indonesia. Pada beberapa hal, perbankan telah berperan sebagai katalisator perubahan dengan memanfaatkan kekuatan finansial untuk mendukung proyek-proyek berkelanjutan yang ditetapkan pemerintah. Caranya, tentu saja dengan mengarahkan pembiayaan pada sektor energi terbarukan dan produk ramah lingkungan (eco-friendly products), bank dapat membantu mengurangi carbon emissions serta mendorong energy transition yang lebih masif.

Bagaimana perbankan Indonesia memainkan peranan penting dalam membiayai dampak lingkungan (financing environmental impact), sekaligus mendukung transformasi menuju ekonomi rendah karbon. Langkah ini perlu dilakukan oleh perbankan, bukan sekedar program kecil, namun diharapkan dapat menjadi nafas segar bagi upaya mewujudkan dunia yang lebih indah untuk menjadi tempat tinggal manusi.

Komitmen Indonesia

Indonesia, memang telah menunjukkan langkah konkret melalui Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR). Langkah itu, memperlihatkan pemerintah yang berkomitmen untuk mencapai ekonomi rendah karbon. Salah satu fokus utama langkah yang dilakukan pemerintah adalah transisi energi dari bahan bakar fosil ke sumber energi terbarukan.

Tentu saja, lngkah ini diantaranya mendorong penggunaan energi yang dihasilkan dari tenaga surya, angin, dan biomassa. Transformasi langkah ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap energi berbasis fosil yang menjadi penyumbang utama emisi karbon.

Namun, ambisi besar ini pada kenyataannya memang membutuhkan investasi yang tidak kecil bagi Indonesia. Kementerian Keuangan memperkirakan, Indonesia memerlukan dana hingga USD 200 miliar per tahun atau sekitar Rp 3.232 triliun hingga 2030, untuk merealisasikan climate strategy yang tertuang dalam Nationally Determined Contributions (NDC). Jumlah ini, sudah melebihi besaran APBN 2025.

Secara singkat, NDC merupakan upaya mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK). Cara yang umum dilakukan, beradaptasi dengan dampak perubahan iklim, mengimplementasikan kebijakan terkait iklim, dan energi terbarukan. NDC menjadi rencana aksi iklim nasional yang dibuat oleh negara-negara yang telah meratifikasi Perjanjian Paris. NDC merupakan komitmen politik negara-negara untuk mengatasi perubahan iklim secara kolektif. 

Pada konteks inilah, peran sektor perbankan bisa hadir menjadi kunci utama dalam financing environmental impact. Mereka bisa mendorong inovasi pendanaan berkelanjutan untuk mencapai target pengurangan emisi karbon.

Dalam isu yang berkaitan dengan lingkungan ini, tentu peran bank tidak hanya sebagai penyedia kredit, tetapi juga sebagai penggerak utama dalam upaya transformasi menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan. Melalui kebijakan green financing, bank dapat memprioritaskan pendanaan pada proyek yang mendukung energy transition dan mendukung terciptanya produk ramah lingkungan. Sebuah produk yang sangat diperlukan untuk mendukung lingkungan hidup yang lebih baik dimasa depan.

Peran Perbankan

Sebetulnya, sejumlah bank yang ada di Indonesia sudah mulai bergerak untuk mendukung komitmen pemerintah. Seperti Bank Rakyat Indonesia (BRI), salah satu institusi perbankan yang cukup dikenal hingga di pelosok Indonesia, telah menjadi pelopor dalam mendukung ekonomi rendah karbon. Dalam program Sustainable Finance, BRI aktif membiayai sektor-sektor seperti energi terbarukan, pertanian berkelanjutan, dan pengelolaan limbah.

Salah satu inisiatif unggulannya adalah pendanaan untuk off-grid solar power di kawasan terpencil Indonesia Timur. Program ini, telah memberikan akses listrik kepada masyarakat dan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.

Selain itu, BRI juga menyediakan kredit ramah lingkungan untuk mendukung petani dalam mengadopsi teknologi rendah emisi dan penggunaan pupuk organik. Pendekatan ini tidak hanya mendukung keberlanjutan lingkungan, tetapi juga memperkuat sektor agrikultur sebagai bagian dari strategi nasional untuk mengurangi carbon emissions.

Selain BRI, Bank Mandiri, sebagai bank BUMN terkemuka, juga memegang peranan besar dalam financing environmental impact. Hingga September 2024, portofolio Bank Mandiri di sektor energi terbarukan telah mencapai Rp 10 triliun atau peningkatan sebesar 6,1% year on year (yoy). Penyaluran ini, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Jawa Barat.

Proyek ini membantu menurunkan emisi karbon sekaligus mendukung target pemerintah untuk meningkatkan porsi energi terbarukan dalam bauran energi nasional menjadi 23% pada 2025.

Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Alexandra Askandar pada awal November tahun 2024 lalu mengatakan, Bank Mandiri secara konsisten meningkatkan pembiayaan untuk energi terbarukan.

Langkah ini sejalan dengan rencana jangka panjang yang tertuang di Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN, untuk mencapai target Net Zero Emission pada tahun 2060. Rencana tersebut mencakup pencapaian sebesar 25% dari campuran energi terbarukan pada tahun 2030, dan mencapai 100% energi terbarukan pada tahun 2060.

Selain itu, Bank Mandiri telah memperkenalkan berbagai produk ramah lingkungan yang mendorong masyarakat dan pelaku usaha untuk mengadopsi gaya hidup serta bisnis yang lebih berkelanjutan. Inisiatif ini sejalan dengan strategi jangka panjang bank untuk memprioritaskan pendanaan hijau dan mendukung proyek-proyek yang mendukung energy transition.

Energi terbarukan lain yang sangat potensial seperti pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung, pembangkit listrik tenaga angin (PLTA), dan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).

Langkah lain, Bank Mandiri juga menyalurkan pinjaman untuk mendongkrak perkembangan kendaraan rendah emisi. Di bidang korporasi, Bank Mandiri memberikan kredit untuk Transportasi Ramah Lingkungan sebesar Rp7,2 triliun atau meningkat sebanyak 94,6% yoy.

Tidak heran jika penyaluran kredit retail untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) hingga September 2024, telah mencapai Rp673 miliar atau meningkat sebesar 129,9%yoy.

Dukungan Kebijakan untuk Mendorong Transformasi

Pemerintah Indonesia telah menerapkan sejumlah kebijakan penting untuk mempercepat transisi ke ekonomi rendah karbon, seperti pengenalan pajak karbon (carbon tax) dan perdagangan karbon (carbon trading). Perbankan menjadi pilar utama dalam mengimplementasikan kebijakan ini melalui penyediaan layanan keuangan untuk transaksi karbon atau mendukung perusahaan dalam mengadopsi teknologi ramah lingkungan.

Selain itu, peluncuran Taksonomi Hijau oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2022 menjadi langkah penting dalam mendukung climate strategy nasional. Dengan panduan ini, bank dapat lebih mudah mengidentifikasi dan menyalurkan pembiayaan pada sektor-sektor yang mendukung penurunan carbon emissions.

Meski memiliki potensi besar, implementasi energy transition melalui perbankan tidak lepas dari tantangan. Salah satu hambatan utama adalah rendahnya kesadaran pelaku usaha terhadap pentingnya keberlanjutan. Selain itu, risiko finansial pada proyek hijau sering kali tinggi, sehingga diperlukan inovasi dalam mitigasi risiko.

Tantangan ini, tidak mudah dihadapi, tapi bukan tidak bisa diselesaikan. Bukankah kita punya keyakinan, dibalik sebuah kesulitan, akan ada kemudahan. Dibalik sebuah tantangan, ada peluang yang terbuka luas. Minat investor internasional terhadap proyek-proyek ramah lingkungan terus meningkat. Minat ini memberikan kesempatan bagi bank untuk menarik investasi asing dan mengarahkan dana tersebut pada proyek-proyek strategis yang mendukung financing environmental impact.

Transformasi menuju ekonomi rendah karbon memerlukan kolaborasi erat antara pemerintah, masyarakat, dan sektor perbankan. Dengan kekuatan finansial dan pengaruhnya, perbankan dapat menjadi penggerak utama dalam mewujudkan climate strategy Indonesia.

Melalui inisiatif seperti green financing, dukungan pada proyek energy transition, dan produk ramah lingkungan (eco-friendly products), bank tidak hanya mendukung keberlanjutan lingkungan tetapi juga memastikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Langkah-langkah konkret yang diambil oleh BRI dan Bank Mandiri menunjukkan bahwa sektor perbankan dapat menjadi ujung tombak dalam membangun masa depan Indonesia yang rendah karbon.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!