YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Pemanfaatan teknologi seperti citra satelit, sensor jarak jauh, dan sistem informasi geografis (SIG), memberikan kemudahan bagi para peneliti dalam memetakan kondisi hutan, memantau kerusakan, dan melacak perubahan dalam ekosistem secara real-time. Namun peneliti yang bisa memanfaatkan sains data hasil penginderaan teknologi yang memantau kerusakan hutan relatif masih sedikit.
Demikian diungkapkan Dr Ismail Fahmi, Founder at Media Kernels Indonesia dan Drone Emprit kepada wartawan seusai memberikan Kuliah Umum di Program Studi Informatika, Program Magister Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (FTI UII) Yogyakarta, Rabu (15/1/2025). Kuliah Umum mengangkat tema, ‘Pemanfaatan Sains Data dalam Pengelolaan Keanekaragaman Hayati Hutan.’
Kuliah Umum juga menghadirkan Ir Irving Vitra Paputungan, ST, MSc, PhD, Ketua Program Studi Informatika, Program Magister FTI UII; dan Beni Okarda dari CIFOR-ICRAF, Indonesia. Kuliah Umum ini bertujuan meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang Sains Data dalam Penelitian dan Pengelolaan Keanekaragaman Hayati Hutan. Selain itu, juga mendorong kolaborasi antar disiplin ilmu dalam penelitian dan pengelolaan keanekaragaman hayati hutan.
Lebih lanjut Ismail Fahmi menjelaskan pemanfaatan sains data dalam pengelolaan keanekaragaman hayati hutan di Indonesia telah menunjukkan potensi besar untuk meningkatkan efektivitas konservasi. “Indonesia, sebagai negara dengan hutan tropis terbesar ketiga di dunia, memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dan beragam spesies endemik yang perlu dijaga,” kata Ismail Fahmi.
Penggunaan sains data, kata Ismail Fahmi, juga membantu dalam perencanaan dan pemantauan restorasi ekosistem. Teknologi pemrosesan data besar memungkinkan analisis tren jangka panjang terkait perubahan tutupan lahan, deforestasi, dan degradasi hutan. Di Indonesia, yang mengalami deforestasi yang signifikan, data ini sangat berguna untuk mengidentifikasi area-area yang membutuhkan restorasi dan untuk memantau hasil dari program-program penghijauan.
“Dengan demikian, data menjadi alat yang sangat penting untuk memastikan bahwa upaya restorasi hutan dapat dilakukan dengan lebih tepat dan terukur, serta mengurangi potensi kerugian ekosistem,” kata Fahmi yang juga dosen UII.
Ismail Fahmi menambahkan dalam pengelolaan keanekaragaman hayati hutan, sains data juga memainkan peran kunci dalam melibatkan masyarakat lokal dan pemangku kepentingan lainnya. Melalui aplikasi berbasis data, komunitas dapat berpartisipasi dalam pemantauan keberadaan spesies atau pelaporan aktivitas ilegal yang merusak hutan.
Program berbasis data ini memungkinkan pengumpulan informasi dari berbagai sumber secara terintegrasi, serta memfasilitasi kolaborasi antara pemerintah, ilmuwan, dan masyarakat. Selain itu, penggunaan data dalam pengambilan keputusan yang berbasis bukti akan meningkatkan akuntabilitas dalam kebijakan perlindungan hutan, memperkuat transparansi, dan mendukung upaya pelestarian keanekaragaman hayati hutan di Indonesia.
Sementara Beni Okarda berharap Kuliah Umum ini dapat menambah wawasan mahasiswa dan memberi ide untuk melakukan riset dan inovasi tentang penggunaan teknologi untuk pengelolaan sumberdaya hutan dan lingkungan. Sehingga keanekaragaman hayati hutan di Indonesia dapat terjaga. (*)