JAKARTA, MENARA62.COM — Duplik, Bongkar Kebohongan Saksi Pelapor dalam Kasus Kriminalisasi Kolonel Inf. (Purn) Eka Yogaswara. Duplik itu dibacakan oleh Agus Sasongko, Penasehat Hukum Eka Yogaswara di sidang di Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti) II Jakarta, Kamis (30/10/2025).
Eka Yogaswara, salah satu ahli waris Bek Musa, pemilik lahan di Jalan Tendean 41, Jakarta. Di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Oditur militer mendakwa Eka melanggar Pasal 385 ayat (1) dan Pasal 167 (1) KUHP. Eka Yogaswara, didakwa oleh Oditur Militer Tinggi, atas laporan Tessa Elya Andriana Wahyudi, selaku Legal Manager BUMN PT PFN, dengan tuduhan telah menyerobot lahan dan memasuki lahan tanpa izin dengan dasar kepemilikan Sertifikat Hak Pakai Sementara atas nama Departemen Penerangan.
Padahal, menurut Agus Sasongko, perkara perdata dalam kasus tanah Tendean 41 antara para ahli waris Dul Salam Bin Achmid dengan Departemen Penerangan dan Perum PFN secara yuridis belumlah selesai, karena Departemen Penerangan maupun Perum PFN sampai saat ini belum mengajukan eksekusi pengosongan sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan isi bunyi amar putusan perdatanya.
“Eksekusi pengosongan atau pelaksanaan putusan pengadilan merupakan salah satu dari beberapa rangkaian Hukum Acara Perdata yang wajib dilalui oleh para pihak yang bersengketa. Apabila ekseksusi pengosongan belum ditempuh, maka status hak atas kebendaan belum sempurna menjadi hak miliknya dan eksekusi pengosongan yang belum ditempuh secara yuridis tidak dapat diselesaikan melalui jalur hukum pidana, sebagaimana perkara a quo. Selain itu ada sebagian tanah Tendean 41, sesuai Girik C No. 585, seluas 4.350 m2, atas nama Muh. Musa Bin Muhidi yang sampai saat ini belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap mengenai satus kepemilikannya,” ujarnya.
Bukti kebohongan
Agus Sasongko dalam dupliknya mengungkapkan bukti baru yang memperlihatkan kebohongan yang disengaja oleh saksi pelapor Tessa Elya Andriyana Wahyudi. Selain Tessa, saksi Ilham Aridha Putra dan saksi Iwan Setiawan, keterangannya mengarah pada dugaan memberikan keterangan palsu di bawah sumpah baik pada tingkat penyidikan maupun di depan persidangan.
“Ketiga saksi tersebut pada pokoknya menerangkan bahwa “seorang penjaga lahan Tendean 41, yang bernama Edie Soeryono telah meninggal dunia pada tahun 2012, dan sejak itulah terdakwa menguasai tanah Tendean 41. Keterangan para saksi tersebut patut diduga keras adalah palsu,” ujar Sasongko.
Pasalnya, menurut Agus Sasongko, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Unit Pengelola PMPTSP Kelurahan No.: 882/ C.20.1/ 31.74.04.1003/ 4/ TM.10.38/ e/ 2025, tanggal 8 Oktober 2025 Tentang Perpanjangan Izin Penggunaan Tanah Makam, menerangkan bahwa Edhi Soeryono telah meninggal dunia pada tanggal 24 Oktober 2004 dan dimakamkan di TPU Jeruk Purut Jakarta.
Ia pun memberikan bukti tambahan berupa surat, foto dan rekaman video. Selain itu, Agus Sasongko mengatakan, Edhie Soeryono bukanlah penjaga lahan Tendean 41, melainkan sebagai Pimpinan Proyek Film, Produser Film dan Sutradara Film. Ia pun memberikan bukti pada hakim.
“Keterangan yang dipalsukan oleh ketiga orang saksi tersebut sangatlah substansial, terkait pokok perkara karena maksud dan tujuan para saksi memberikan keterangan palsu tersebut adalah agar terdakwa dapat dilakukan penuntutan oleh Oditur sehingga terdakwa lolos dari masa daluwarsa penuntutan tindak pidana penyerobotan tanah,” ujarnya.
Agus Sasongko mengatakan, tidak sepantasnya saksi pelapor Tessa, sebagai anggota Persit melakukan kebohongan dan memberikan keterangan tidak benar di depan persidangan demi kepentingan kelompok tertentu.
Keterangan tahun meninggalnya Edhi Soeryono, yaitu pada tahun 2004, menurut Agus Sasongko, bersesuaian dengan keterangan saksi Bahrudin. Keterangan itu pada pokoknya menerangkan bahwa pada tahun 2004, saksi tidak kenal dan tidak pernah melihat Edhie Soeryono menjaga lahan Tendean 41. Berdasarkan keterangan terdakwa yang pada pokoknya menerangkan bahwa terdakwa tidak kenal dan tidak pernah melihat Edhie Soeryono sebagai panjaga lahan pada saat terdakwa menguasai Tendean 41 pada tahun 2004.
Terdakwa, menurut Agus Sasongko, meneruskan penguasaan dari ahli ahli waris istri pertama Muh. Musa Bin Muhidi, yang bernama Haji Sukur. Fakta meninggalnya Edhie Soeryono bukan pada tahun 2012 dan bukan pula sebagai penjaga lahan Tendean 41 ini, juga dikuatkan oleh keterangan saksi Suriyah yang pada pokoknya menerangkan, bahwa saksi berjualan di depan lahan Tendean 41 sejak tahun 1995 dan tidak pernah melihat seseorang yang bernama Edhie Soeryono sebagai penjaga lahan.
Selain itu berdasarkan keterangan saksi Eteng E. Tomasoa yang pada pokoknya menerangkan bahwa saksi tidak kenal dan tidak pernah melihat Edhie Soeryono sebagai penjaga lahan. Berdasarkan keterangan saksi Edy Noor, SH., Dirut Perum PFN Periode 2001-2011, yang pada pokoknya menerangkan bahwa saksi tidak kenal dengan Edhie Soeryono dan tidak pernah menyuruh karyawan yang bernama Edhie Soeryono untuk menjaga lahan Tendean 41.
“Dengan demikian tidak benar seseorang yang bernama Edhie Soeryono adalah bertugas sebagai penjaga lahan Tendean 41 dan tidak benar pula Edhie Soeryono telah meninggal dunia pada tahun 2012, namun ia meninggal pada tahun 2004,” ujar Agus Sasongko.
Atas dasar hal tersebut, menurut Agus Sasongko, memberi hak kepada terdakwa untuk melaporkan saksi Tessa Elya Andriyana Wahyudi, saksi Ilham Aridha Putra, dan saksi Iwan Setiawan kepada pihak yang berwajib atas dugaan dengan sengaja memberikan keterangan palsu di bawah sumpah, baik di tingkat penyidikan maupun di persidangan baik lisan maupun dengan tulisan yang merugikan terdakwa, sebagaimana di maksud dalam Pasal 242 ayat (2) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 9 tahun.
Kebohongan Tessa
Sebelumnya, Agus Sasongko juga meminta majelis hakim mempertimbangkan kebohongan yang disampaikan oleh Tessa, dalam persidangan kriminalisasi di Dilmilti II Jakarta, yaitu:
- Tanah Jl. Kapten Tendean No. 41 Jakarta Selatan nama pemiliknya adalah H. Raya Bin H. Nawi, Mohamad Hasan dan Mohamad Saleh;
- Gugatan ahli waris Bek Musa dimenangkan Perum PFN ;
- Perum PFN menugaskan Edie Suryono menjaga tanah Tendean ;
- Bangunan gedung dibangun oleh Perum PFN ;
- Sejak Edi Suryono meninggal dunia pada tahun 2012 lalu terdakwa menguasai lokasi ;
- Perum PFN menguasai sampai tahun 2012 sejak Edi Suryono penjaga meninggal ;
- Departemen Penerangan berubah menjadi Perum PFN karena perintah dari Pemerintah saat itu ;
- Tanah Tendean 41 di BPN adalah milik Departemen Penerangan c.q. Perum PFN ;
- Semua dokumen jual beli tanah sudah disampaikan kepada Penyidik Puspomad ;
- Status bidang tanah di akta jual beli dan akta pelepasan hak tanah adalah eigendom verponding No. 6934 ;
- Di dalam akta jula beli ada nama pemilik H. Ali Raya Bin H. Nawi, Mohamad Hasan dan Mohamad Saleh ;
- Perum PFN melalui sdr. Iwan Piliang telah menyatakan memiliki eigendom verponding tanah Tendean 41 namun faktanya berbohong ;
Selain itu, Agus Sasongko juga mengingatkan. “Perum PFN melalui seseorang yang bernama Iwan Piliang, telah memfitnah terdakwa dengan menuduh terdakwa telah menerima uang hasil sewa sebesar Rp 50 miliar tanpa ada bukti-bukti yang valid,” ujarnya.

