YOGYAKARTA, MENARA62.COM – Pemerintah Kota Yogyakarta bersama Bank Jogja menggelar Festival Dolanan Anak. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk membantu menangkal maraknya permainan berbasis online yang sudah jamak dimainkan anak-anak melalui beragam gawai.
“Kami prihatin karena banyak anak-anak yang lebih sering menghabiskan waktu mereka bermain ‘game online’ sehingga tidak lagi mengenal berbagai permainan anak tradisional yang juga memiliki banyak manfaat,” kata Direktur Utama Bank Jogja Kosim Junaedi di sela pembukaan Festival Dolanan Anak di halaman Balai Kota Yogyakarta seperti dikutip dari Antara, Jumat (25/8).
Menurut nya permainan tradisional memiliki banyak manfaat di antaranya mengajarkan anak-anak untuk berinteraksi secara sosial, olah fisik yang lebih banyak serta sikap sportif.
Ia berharap, anak-anak yang terbiasa melakukan interaksi secara sosial dan bersikap sportif saat memainkan permainan tradisional akan memiliki karakter yang lebih baik dan berbudaya.
Sejumlah permainan tradisional yang ditampilkan dalam festival tersebut di antaranya adalah gobak sodor, egrang, dakon, lompat tali, bakiak dan ular naga.
Selain mengenalkan beragam permainan tradisional, Kosim juga mengajak sekitar 1.000 anak yang memeriahkan festival tersebut untuk belajar menabung di bank.
“Mereka akan kami fasilitasi secara gratis untuk membuka tabungan di Bank Jogja yaitu Simpanan Pelajar. Harapannya, muncul kesadaran untuk mulai belajar menabung sejak dini,” kata Kosim yang menyebut festival tersebut baru digelar untuk pertama kalinya dan akan dijadikan sebagai kegiatan rutin tahunan.
Sementara itu, Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti berharap, beragam permainan anak tradisional bisa terus dilestarikan karena memiliki nilai-nilai filosofis yang kuat untuk pembentukan karakter bangsa.
Sedangkan Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Yogyakarta Octo Noor Arafat mengatakan, dolanan anak memang sudah tidak banyak dimainkan lagi meskipun masih ada beberapa wilayah yang rutin memainkannya.
“Misalnya saja di Patangpuluhan yang rutin menggelar permainan anak tradisional saat bulan purnama,” katanya.
Ia berharap, beragam permainan anak tradisional tersebut terus dapat dikampanyekan agar tetap diketahui oleh generasi mendatang, karena permainan tradisional memiliki nilai filosofi yang kuat.
Keterbatasan ruang di kampung, lanjut Octo, menjadi salah satu kendala pelestarian permainan anak tradisional sehingga perlu dicari inovasi agar pelestarian bisa dilakukan.
“Misalnya saja memanfaatkan ruang terbuka hijau publik. Bahkan ada beberapa daerah yang menggelar ‘gang free day’ yaitu menutup akses jalan kampung atau gang agar bisa dimanfaatkan untuk ruang bermain anak. Salah satuya di Suryatmajan,” katanya.