Hajar Intan Pertiwi, penulis cerita pendek (cerpen) dan aktifis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Tegal, berbakat dibidang karya sastra. Intan, tampaknya akan menjadi penerus sastrawan Tegal.
Sebelumnya, Muhammadiyah Tegal, pernah memiliki SN Ratmana, sastrawan yang sangat mahir menulis cerpen. Karya-karyanya mengandung nilai-nilai dakwah serta religius.
Sebagian karya Ratmana adalah, Sungai, Suara dan Luka (Sinar Harapan,1981; Asap itu masih mengepul (Balai Pustaka, 1997); Dua Wajah (Kepel Press,2001). Ratmana, selain dikenal sebagai sastrawan ia juga pendakwah.
“Tradisi lisan mudah hilang dalam ingatan, sebaliknya tulisan akan selalu abadi sepanjang masa. Kegiatan menulis sangat berguna, terutama dalam mendokumentasikan sesuatu, entah kisah hidup, kisah spesial yang dianggap perlu dikenang selamanya, hingga peristiwa sejarah,” ujar Intan, saat diskusi diacara “Ngopi” ngobrol pegiat literasi di Taman Pustaka Muhammadiyah Kabupaten Tegal, Jumat (30/3/2018).
Kehadiran Intan, dapat mengisi kekosongan penulis sastra di Tegal. Putri kedua Zaenal Abidin MK ini, lahir pada 2 Desember 1994.
Bakat menulis Hajar Intan Pertiawi tumbuh dari kebiasaannya membaca karya sastra. Selain itu, ia juga mendapat motivasi dari sang ayah yang juga memiliki hobi membaca dan menulis karya sastra.
Bagi Intan, Ayahnya merupakan pencinta karya sastra. “Ayah saya selalu memotifasi saya membaca karya Pramoedya Ananta Toer. Selain itu, untuk menguatkan gaya kepenulisan, saya disuruh membaca karya Ahmad Thohari,” ujarnya.
Tumbuh dengan kebiasaan tersebut, Intan kemudian menekuni dunia penulisan
“Jika kita ingin menjadi seorang cerpenis maka banyaklah membaca cerpen yang memungkinkan kita mencerna, menikmati dan, usahakanlah banyak membaca. Hanya perlu dicatat, mulailah dengan membaca sesuatu yang mudah dimengerti dan sesuaikan dengan jenis tulisan apa yang ingin kita tekuni,” ujarnya.
Intan lebih suka menulis tentang kearifan lokal dan budaya di daerahnya. Salah satu contoh cerpen yang pernah ditulis dan mendaptkan prestasi yaitu cerpen yang mengangkat cerita tentang Sintren.
Intan pada tahun 2016 mendapat penghargaan sebagai juara 1 tingkat perguruan tinggi, dan ia jadi delegasi tingkat provinsi, kemudian mendapatkan Juara 3 pekan seni mahasiswa daerah tingkat provinsi Jawa Tengah. Ia mengangkat tulisan tentang kearifan lokal Tegal yaitu Sintren, merupakan salah satu bagian budaya atau kesenian yang pernah ada di Tegal dan perlu di lestarikan.
Tahun 2018, Intan mendapatkan juara 1 tingkat kampus, dengan tulisan yang bertema semangat kebangsaan, kisah cinta dan semangat kebangsaan. “ Saya lebih suka menulis tentang nelayan yang semangat perjuangan untuk menghidupi keluarganya, kisah yang berlatar di pesisir, kisah yang penggambaranya di Pantai Alam Indah. Di dalam cerita tersebut saya kaitkan dengan politik pencitraan, ketika media hanya menceritakan kisah-kisah yang bagus-bagus . Tetapi kisah-kisah nelayan jarang di mediakan, padahal nelayan bagi saya profesi yang menginspirasi yang perlu di ketahui media,” ujarnya.
Intan pernah sempat kebingungan menentukan alur cerita, namun dengan optimis ia mengambarkan sosok nelayan. “Saya yakin, kisah nelayan yang saya tulis ini akan bermanfaat khususnya dalam khasanah cerpen.