JAKARTA – Upaya memajukan kebudayaan nasional Indonesia agar menjadi akar pembangunan terus dilakukan. Pengesahan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan membawa semangat baru dalam upaya perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan nasional dari, oleh, dan untuk daerah.
Staf Ahli bidang Inovasi dan Daya Saing Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Ananto Kusuma Seta, yang mewakili Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) menyampaikan di tengah perubahan dunia saat ini yang dipengaruhi globalisasi dan revolusi industri 4.0, banyak negara di dunia memikirkan ulang arah dan filosofi pembangunan nasionalnya. Kebudayaan perlu menjadi aspek dasar pembangunan nasional.
“Kekayaan budaya harus kita gali dan kita lestarikan. Juga perlu kita sertakan ke dalam dokumen perencanaan pembangunan, sebagai arah pembangunan kita. Agar posisi Indonesia sebagai super power kebudayaan semakin kuat, sehingga dapat mempengaruhi peradaban dunia,” kata Ananto pada Lokakarya Penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) Provinsi Tahap I, di Jakarta, Rabu (1/8).
Bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kemendikbud mendorong penyelesaian target penyusunan PPKD tingkat pemerintah provinsi.
Keberadaan PPKD menurut Ananta sangat penting dalam merumuskan strategi pemajuan kebudayaan yang berasal dari masing-masing wilayah di tanah air. Penyusunan PPKD tingkat provinsi ini harus berdasarkan PPKD tingkat kabupaten/kota yang dijadwalkan berakhir sampai dengan 31 Agustus 2018.
Strategi pemajuan kebudayaan akan menjadi dasar perumusan Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan yang menjadi salah satu acuan kerangka baru Rencana Pembangunan Jangka Pendek, Menengah, dan Panjang. Pengarusutamaan kebudayaan dalam pembangunan nasional dipandang sangat strategis dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.
Sekretaris Direktorat Jenderal Kebudayaan, Sri Hartini, melaporkan sampai awal Agustus telah diterima 12 PPKD dari kabupaten/kota. Diharapkan melalui pendampingan dari Direktorat Jenderal Kebudayaan, pemerintah daerah dapat segera menyelesaikan PPKD yang berisi inventarisasi obyek pemajuan kebudayaan.
Sesuai Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan, terdapat 10 obyek pemajuan kebudayaan, yakni tradisi lisan, manuskrip, adat-istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional.
Sepuluh obyek pemajuan kebudayaan, menurut Ananta harus dapat dijadikan sebagai media untuk memperteguh persatuan dan kesatuan bangsa, serta jati diri bangsa. Sehingga pada nantinya akan menyejahterakan bangsa, mewujudkan masyarakat madani, dan mempengaruhi arah perkembangan peradaban dunia.
“Pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan. Maka, sudah waktunya kita melaksanakan pendidikan berbasis kebudayaan. Tugas kita untuk meliteratkan kebudayaan nasional kita kepada anak-anak kita, generasi penerus bangsa,” tukas Ananta.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kebudayaan (Dirjenbud) Hilmar Farid menyampaikan informasi tentang obyek pemajuan kebudayaan di masing-masing daerah sangat penting dalam menentukan strategi pemajuan kebudayaan.
“Tantangannya, kita harus membunyikan PPKD ini sebelum kita bahas di Kongres Kebudayaan di bulan November nanti. Masing-masing daerah harus merayakannya. Ini ‘kan capaian daerah,” ujar Hilmar.
Menurut Hilmar, isu terpenting dari strategi pemajuan kebudayaan adalah kepemilikan. Untuk itu, mekanisme penyusunan strategi kebudayaan dimulai dari masyarakat, bukan dari pemerintah pusat.
“Jangan terlalu rumit. Jangan dijadikan beban. Bukan tebal tipisnya PPKD yang menjadi ukuran. Tetapi identifikasi yang benar-benar ada di masing-masing daerah,” lanjut Hilmar.
Menurutnya, yang terpenting dalam strategi pemajuan kebudayaan adalah arah dasar pemajuan kebudayaan yang berasal dari potensi di masing-masing daerah.
Amich Alhumami, Direktur Pendidikan Tinggi, Iptek, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas menyampaikan kebudayaan merupakan penggerak pembangunan nasional. Sejumlah negara telah mampu melakukan akselerasi pembangunan sosial-ekonomi berbasis kebudayaan. Negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan Republik Rakyat Tiongkok mampu mengkapitalisasi kekayaan budayanya melalui suatu proses modernisasi dalam rangka akselerasi pembangunan sosial-ekonomi.
Visi poros maritim yang diusung Presiden berasal dari nilai-nilai budaya nusantara. Melalui visi tersebut, diperlukan pembangunan dari berbagai sektor yang saling mengisi dan terintegrasi. Menurut Amich, bukan hanya penyiapan infrastruktur konektivitas antarpulau saja yang dikembangkan oleh pemerintah. Namun, penyiapan sumber daya manusia, pengembangan industri pendukung, serta pelestarian sumber daya kemaritiman juga mengikuti.
Amich juga mengingatkan, menguatnya sentimen kedaerahan dan identitas lokal yang berafiliasi budaya daerah dan nilai-nilai primordial (suku, agama, bahasa) akhir-akhir ini perlu diwaspadai. “Kemampuan mengelola kemajemukan, dan meneguhkan kesatuan dalam kebinekaan dengan semangat kebersamaan, gotong royong dan toleransi menjadi capaian kita dalam pembangunan. Hal itu bisa dicapai melalui jalur kebudayaan,” tuturnya.