JAKARTA – Setelah sempat dihapus dari daftar mata pelajaran yang ada di kurikulum pendidikan, akhirnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kembali menghidupkan mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Sayangnya, dihidupkannya kembali pelajaran TIK yang kini berubah menjadi mata pelajaran Informatika belum dibarengi dengan penyiapan infrastruktur yang memadai utamanya jaringan internet.
“Pelajaran Informatika perlu jaringan internet. Tetapi belum semua daerah bisa menikmati jaringan internet,” kata Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji, di sela Seminar Nasional bertema Menyambut Datangnya Mata Pelajaran Informatika yang digelar di gedung PGRI Jakarta, Sabtu (1/9).
Kondisi tersebut tidak hanya dijumpai di sekolah-sekolah di wilayah Papua atau pulau-pulau terpencil lainnya. Di wilayah Jakarta saja, masih ada sekolah yang belum terjangkau jaringan internet.
Padahal, lanjut Indra, mata pelajaran Informatika sangat bergantung pada jaringan internet. Karena, dalam mata pelajaran Informatika, guru harus mengajarkan peserta didik ketrampilan untuk berkomunikasi, kolaborasi, dan kreatif, sehingga anak memiliki pola berpikir komputeris.
“Menciptakan anak berpikir kritis, mampu memecahkan masalah, rasional dan menguasai ketrampilan abad 21,” lanjutnya.
Indra mengingatkan bahwa pengajaran Informatika bukanlah untuk mendorong anak menjadi seorang programer. Sehingga guru TIK yang bukan seorang programer tidak perlu khawatir.
“Kalau dulu Mapel TIK mendidik anak belajar mengetik dari komputer. Kalau Informatika mengajarkan anak membuat aplikasi dan menciptakan hal baru, anak menjadi kreatif. Itu intinya,” tukasnya.
Indra mencontohkan bagaimana kemampuan anak berpikir kreatif mampu menciptakan hal-hal baru seperti munculnya aplikasi transportasi online, media sosial facebook, dan lainnya. Sekolah tidak ada yang mengajarkan bagaimana membuat facebook atau aplikasi transportasi online. Tetapi karena kreativitas, aplikasi-aplikasi berbasis IT tersebut muncul dan menjadi lapangan baru bagi jutaan orang di dunia.
Desain Mapel Informatika masuk dalam prakarya untuk jenjang SMP dan simulasi digital untuk jenjang SMA.Dia berharap pemerintah bisa mendesain Mapel baru ini memenuhi kebutuhan pendidikan di era modern.
Selain masalah infrastruktur, pengajaran Infomatika juga terkendala dengan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) tersertifikasi TIK yang jumlahnya sangat minim. Data Kemendikbud dari 40 ribu guru TIK, baru separuhnya yang memiliki sertifikat TIK.
Sementara itu Kepala Pusat Buku dan Kurikulum Kemendikbud Awaludin Tjala mengatakan Mapel Informatika yang disiapkan Kemendikbud sebagai pengganti pelajaran TIK sifatnya menjadi pelajaran muatan lokal. Karenanya pengembangan pelajaran Informatika diserahkan sepenuhnya kepada daerah.
Menurut Awaludin, Mapel Informatika baru akan diimplementasikan. Rencananya maple ini menjadi mata pelajaran utama. “Meskipun ini baru untuk SMP dan SMA. Idealnya, tingkat SD sdah diberikan, agar mereka kreatif dan kritis,” ungkapnya.
Salah satu kendala penerapan Mapel Informatika diakui Awaludin adalah ketersediaaan jaringan internet. Masih banyak daerah yang kesulitan untuk menikmati jaringan internet.
“Ini menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah,” katanya.
Sementara itu Bambang Susetyanto, Ketua Ikatan Guru TIK PGRI mengatakan guru-guru TIK gembira dengan diberlakukannya mata pelajaran Informatika. Hanya saja, alokasi waktu untuk mata pelajaran tersebut harus lebih banyak lagi.
“Kalau pelajaran TIK hanya satu jam, apa yang bisa kami sampaikan ke siswa,” tutupnya.