JAKARTA, MENARA62.COM — Peristiwa-peristiwa yang kerap terjadi sepanjang perputaran alam tidak lepas dari peran atau hadirnya Tuhan di dalam rentetan peristiwa tersebut. Peristiwa seperti halnya tsunami yang sering melanda beberapa wilayah di negeri ini adalah bukti tentang hukum kausalitas yang dipandang perlu adanya keyakinan, bahwa hal itu terjadi karena sebab-sebab tertentu yang di dalamnya terdapat peran Tuhan dan manusia atau pemikirannya. Agar manusia itu tidak terperangkap oleh peristiwa yang kerap melandanya, maka harus ada pembahasan khusus seperti yang disampaikan oleh Robby H. Abror pada sebuah diskusi pada kamis (17/1/2019), di Ruang Granada Universitas Paramadina Jakarta.
Pada diksusi tersebut, Robby menyampaikan materi “Filsafat Sains, Teologi Apokaliptik dan Okkasionalisme”. Menurutnya, bencana tsunami yang baru saja menerjang selat Sunda dan Lampung menjadi bukti akan adanya peristiwa apokaliptik.
Baginya, Tuhan hadir dalam kesadaran manusia yang merasa terkejut dalam situasi tiba-tiba. Mestinya manusia sadar dan menyiapkan diri dalam keterjagaan teologis, tidak menunggu disapa Tuhan dalam ketiba-tibaan.
Jika itu yang terjadi, menurut Kaprodi Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga ini, ulama dan ilmuwan akan selalu sibuk memberikan tafsir teologis ataukah ilmiah yang paling tepat untuk sebuah peristiwa, bencana atau musibah.
Robby mengingatkan bahwa dunia itu rumahnya musibah, ujian dan cobaan (ad-dunya darul bala’). Bagaimana tugas kita sebagai manusia menerjemahkan situasi atau realitas itu. Kita dapat menyiapkan kondisi iman yang lebih baik dalam tafakur dan zikir kita sehari-hari. Sehingga tidak lagi diliputi oleh peniadaan akan eksistensi Tuhan dalam setiap napas kita, gerak eksistensial kita.
Sehingga tidak mengalami kegagapan atas realitas, kebingungan semantik dan penafsiran yang salah atas peristiwa apokaliptik. Kesadaran teologis itu penting, sebagaimana prinsip intelektual pada formula saintifik. Jika ada bencana, mana tafsir yang musti diajukan terlebih dahulu: filantropi yang mendesak dilakukan, empati, azab atau ekspresi alamiah bumi atau sunnatullah atau mekanisme alam yang biasa terjadi. Tugas para filosof, pengkaji agama dan ilmuwan untuk dapat duduk bersama dalam memformulasikan paradigma apokaliptik secara teologis, filosofis, qurani dan saintifik. Terhindar dari bayang-bayang pseudoscientist, ilmuwan semu/palsu, agamawan palsu. Tidak terjebak pada “rezim diskursus azab” atau “rezim diskursus mekanisme alam”.
Selain itu, Ketua Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (MPI PWM DIY) ini menegaskan bahwa kita mesti arif menyikapi problem eskatologis. Kita bisa menyebutnya sebagai peristiwa masa depan, kiamat, hidup sesudah mati. Bisa juga sebuah peristiwa aneh yang dikaitkan dengan yang gaib. Prinsipnya, orang mencari solusi bagi persoalan hidupnya, mencari pedoman yang bisa menenangkan hatinya. Khawatir dan kaget akan ada isu kiamat 2012. Kenapa hotel menghindari angka 13 untuk menyebut lantai tertentu. Modernitas dan kematangan logika dihantui oleh takhayul? Bertanya soal tiupan terompet, hari penghitungan, hari pembalasan, alam ruh, surga dan neraka, nasib, dan takdir.
Robby menyebutkan pentingnya memahami tujuan dan kehendak Tuhan dalam okkasionalisme. Menurutnya, Tuhan terlibat langsung terhadap peristiwa alam. Peristiwa alam sebagai manifestasi ilahiah. Tuhan bebas bertindak apapun yang Dia mau. Satu peristiwa alam tidak ada kaitannya dgn peristiwa alam yang lainnya. Atomisme Asy’ariyah dapat disebut sebagai atom sebagai al-juz’ul ladzi la yatajazza’ yaitu bagian yang tidak dapat dibagi.