MAKASSAR, MENARA62.COM – Sistem peringatan dini bencana harus melibatkan para akademisi dan pakar kebencanaan. Terutama untuk meneliti titik-titik rawan bencana di daerah-daerah.
“Ini menjadi pekerjaan rumah di masing-masing Badan Penanggulangan Bencana Daerah,” kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Makassar, Taufiek Rachman pada keterangan persnya di Makassar, seperti dikutip dari Antara, Selasa (6/2/2019).
Hal tersebut menjadi pembahasan penting saat digelar Rakornas BPBD seluruh Indonesia awal Februari lalu di Surabaya.
Demikian pula dengan sistem penanggulangan bencana yang dapat segera diimplementasikan yang tentunya BNPB lebih awal menyosialisasikan peringatan dini bencana ini kepada masyarakat.
Taufik mengatakan, Rakornas akhir pekan lalu juga menjadi ajang konsolidasi BNPB ke BPBD, kementerian atau lembaga serta pemangku kepentingan di Indonesia untuk menjabarkan kebijakan nasional penanggulangan bencana.
“Salah satu tujuan rakornas ini untuk melakukan pendalaman kebijakan nasional penanggulangan bencana, terlebih setelah begitu masifnya kejadian bencana di Indonesia setahun terakhir,” katanya.
Selain itu, koordinasi dan konsolidasi kekuatan di saat tidak terjadi bencana mutlak dilakukan. Agar saat terjadi bencana, rencana yang disusun dapat langsung diaktivasi untuk penanganan darurat yang terpadu.
Termasuk kerja cepat dan terkoordinasi untuk tata ruang yang berbasis mitigasi bencana lintas instansi dan kewenangan juga harus dilakukan.
Dia menambahkan, dalam rakornas ini, pemerintah pusat melalui BNPB dan Kementerian PUPR memaparkan tentang rencana pelaksanaan reforestri DAS dan sub DAS Jeneberang, serta alokasi anggaran untuk bendungan Jenelata di Kabupaten Gowa pasca banjir dan longsor akhir Januari lalu.
Pemaparan ini tentunya juga akan memberi kontribusi positif dalam upaya pencegahan dan mitigasi banjir di Kota Makassar.