DEPOK, MENARA62.COM – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy meminta pemerintah tidak lagi moratorium pengangkatan guru. Sebab moratorium pengangkatan guru bisa menyebabkan kekurangan guru seperti sekarang ini.
“Moratorium pengangkatan guru yang dilakukan pemerintah sejak 2002 hingga 2005 menimbulkan kemacetan seperti sekarang ini,” kata Mendikbud di sela Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2019, Rabu (13/2/2019).
Dijelaskan Mendikbud, tahun 2002 sampai 2005 merupakan masa menjelang terjadinya pensiun besar-besaran guru SD. Namun ketika itu Pemerintah justru melakukan moratorium pengangkatan guru. Hal itulah yang menyebabkan banyaknya guru honorer sekarang ini.
“Oleh karena itu, yang perlu kita catat, siapapun nanti yang menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, harus diperhatikan, bahwa jangan sekali-kali memoratorium guru. Sekali memoratorium, akan terjadi kemacetan seperti sekarang ini. Karena tiap tahun itu pasti ada guru yang pensiun,” ujar Mendikbud.
Dilanjutkan Mendikbud, formasi pengangkatan guru melalui tes Aparatur Sipil Negara (ASN) pada tahun 2018 yang mencapai 90 ribu guru adalah untuk menggantikan guru ASN yang pensiun pada tahun itu.
“Pada tahun lalu saja, kalau tidak salah ada 47ribu guru yang pensiun dan tahun ini ada 54ribu guru. Jadi kalau kemarin kita dapat jatah 90 ribu guru PNS, itu sebetulnya hanya 40 ribu saja yang baru, sedangkan sisanya itu untuk mengganti guru yang pensiun dari tahun itu juga,” terang Mendikbud.
Hal ini menunjukkan bahwa dari 736ribu honorer, sebenarnya baru berkurang sekitar 40 ribu guru saja. Apabila tidak ada langkah-langkah konkret yang drastis untuk menyelesaikan guru honorer ini, maka pemerintah akan terus berkutat dengan permasalahan guru honorer.
“Sampai kiamat tidak akan selesai. Sekolah tidak boleh lagi mengangkat guru honorer, kemudian yang honorer ini harus kita selesaikan dengan secara bertahap. Dari aspek akademik mungkin perlu agak diabaikan sedikit karena ini menyangkut urusan kemanusiaan di mana mereka sudah mengabdi selama 15-20 tahun,” ungkap Mendikbud.
Dengan adanya UU Nomor 5 Tahun 2014 mengenai ASN, akhirnya para honorer yang kebanyakan sudah melewati batas umur untuk menjadi PNS bisa tetap menjadi ASN melalui jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
“Alhamdulillah dengan adanya UU ASN ini ada jalur baru yaitu PPPK. Mudah-mudahan akhir Februari ini nanti akan ada tes PPPK. Kami terus berkoordinasi dengan MenPAN dan RB, dan akan ada tes untuk sekitar 150 ribu guru honorer dan ini khusus honorer, tidak boleh diikuti oleh mereka yang bukan honorer,” jelas Mendikbud.
Di samping masalah kuantitas guru di Indonesia, masalah kompetensi guru tidak boleh diabaikan. Meskipun ada disparitas kualitas, terutama guru honorer harus terus diberi pelatihan untuk meningkatkan kualitasnya sehingga menjadi guru pembelajar.
“Soal kualitas itu urusannya Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan. Yang penting masalah pengangkatan guru honorer menjadi ASN harus selesai. Oleh karena itu, kami usulkan agar ada Peraturan Presiden (Perpres) yang mengunci supaya dalam penetapan pengganti guru pensiun kalau bisa yang menetapkan bukan daerah tapi langsung kementerian. Sehingga tidak ada rekrutmen guru honorer yang tidak siap hidup. Ini merupakan catatan khusus tentang guru, sesuai janji saya pada akhir masa jabatan saya sebagai Mendikbud. Ini merupakan tahun terakhir dari era Kabinet Kerja dimana kami akan fokus menyelesaikan masalah guru,” pungkas Mendikbud.