28.3 C
Jakarta

Mendesak, Regulasi Khusus Produk Tembakau Alternatif

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Pemerintah telah menerapkan berbagai strategi untuk menurunkan prevalensi perokok di Indonesia. Baik melalui regulasi, edukasi maupun metode berhenti merokok seperti layanan dan klinik konseling, metode cold turkey dan nicotine replacement therapy. Namun faktanya, jumlah perokok di Indonesia tak kunjung turun.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menyebutkan terdapat 68 juta orang menjadi perokok aktif di Indonesia. Data juga menunjukkan adanya tren yang cenderung meningkat dari 27 persen pada 1995 menjadi 33,8 persen pada 2018.

Karena itu sejumlah pakar kesehatan memandang perlunya strategi yang konkret untuk menurunkan prevalensi perokok di Indonesia. Salah satu strategi yang bisa dilakukan pemerintah adalah perlunya regulasi khusus untuk produk tembakau alternative yang mengandung nikotin atau tembakau seperti rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan.

“Merokok berhubungan dengan adiksi atau ketergantungan perokok. Ini yang menyulitkan pemerintah untuk mengurangi perokok,” kata Prof. Dr. drg. Achmad Syawqie Yazid, Pembina Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) di sela diskusi public bertema Pengurangan Bahaya Tembakau dalam Perspektif Sains Kebijakan dan Regulasi yang digelar KABAR bekerjasama dengan Center for Healthcare Policy and Reform Studies (CHAPTERS), Kamis (28/3/2019).

BACA JUGA:

Untuk mengurangi prevalensi perokok, diperlukan cara yang lebih efektif sehingga masyarakat memiliki alternative untuk mengatasi adiksi terhadap rokok. Kebijakan mengurangi jumlah tembakau sebagai strategi untuk menurunkan prevalensi perokok di Indonesia atas dasar bukti ilmiah.

Syawqie menambahkan kebijakan pengurangan bahaya tembakau yang dimaksud adalah dengan meregulasi produk tembakau alternative yang mengandung nikotin atau tembakau seperti rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan.

Menurutnya peraturan tentang produk tembakau alternative tidak bisa disamakan dengan peraturan rokok mengingat dari sisi kesehatan, yang berdasarkan bukti ilmiah, jelas bahwa produk tembakau alternative memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah.

rokok
Sejumlah pakar kesehatan berfoto bersama usai diskusi publik yang digelar KABAR dan CHAPTERS

Berdasarkan kajian ilmiah yang telah dilakukan di sejumlah Negara, Indonesia perlu mengadopsi prinsip pengurangan bahaya penggunaan produk tembakau. Di Inggris misalnya, pada tahun 2012 lalu jumlah perokoknya mencapai 19,3 persen dari total populasi dewasa. Setelah menggunakan produk tembakau alternative, prevalensi perokok di Negara tersebut turun menjadi 14,9 persen pada 2017.

Lutfi Mardiansyah, Ketua dan Pendiri CHAPTERS menilai seharusnya pemerintah tidak perlu ragu untuk menindaklanjuti penelitian yang sudah dilakukan oleh Negara lain. Sejumlah langkah yang diambil untuk menekan konsumsi rokok di Indonesia terbukti belum memberikan hasil yang siginifikan.

Sementara itu Prof. Tikki Pangestu, Visiting Profesor Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore mengatakan saat ini sudah banyak penelitian ilmiah yang kuat, mutlak dan jelas mengenai produk tembakau alternative yang mendukung pengurangan bahaya tembakau yang bermanfaat bagi kesehatan masyarakat. Khususnya dalam pengembangan system untuk mengonsumsi nikotin dengan bahaya yang lebih rendah.

“Penelitian menunjukkan produk tembakau alternative rata-rata memiliki 90 – 95 persen lebih rendah risikonya dibanding rokok terbakar terkaiat jumlah bahan beracun yang terdeteksi,” tutupnya.

BACA JUGA:

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!