NEW DELHI, MENARA62.COM — Sabina Bibi dan putrinya yang berusia tiga tahun, baru-baru ini, mengaku harus antre lebih dari 12 jam tanpa makanan. Dia terus bertahan selama itu hanya untuk mendapatkan koreksi ejaan nama dalam kartu ransumnya.
Pekerja upah harian berusia 33 tahun itu bergabung dengan ratusan pria dan wanita lain dengan keprihatinan yang serupa. Mereka berdiri di luar Kantor Pengembangan Blok Pemerintah di Basudevpur, distrik Murshidabad, Benggala Barat, India.
Bagi komunitas Muslim di negara bagian India timur, yang berbatasan dengan Bangladesh, ini adalah masa-masa yang menegangkan. Panik melanda mereka, yang merupakan 34 persen dari populasi Bengal Barat, menyusul pengumuman bulan lalu oleh Menteri Dalam Negeri India Amit Shah bahwa sensus penduduk nasional (NRC) akan dilaksanakan di seluruh negeri.
NRC dirancang untuk mengidentifikasi warga negara asli India. Dinyatakan, siapa pun tanpa dokumen yang sah, diangggap tanpa kewarganegaraan.
Muslim Dikecualikan
Di negara bagian timur laut Assam, tempat pemeriksaan yang baru-baru ini diterapkan, lebih dari 1,9 juta orang dari semua agama distempel tanpa kewarganegaraan. Pasalnya, nama mereka tidak tercantum dalam daftar kewarganegaraan resmi. Setengah dari mereka dianggap Hindu.
Namun, Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa di India, telah meyakinkan umat Hindu dan komunitas non-Muslim lainnya akan diberi status kewarganegaraan. Langkah ini akan dilakukan setelah revisi atas Undang-Undang Kewarganegaraan yang berlaku sejak 1955.
Pemerintahan BJP berencana untuk memperkenalkan UU hasil amandemen kewarganegaraan di sesi sidang parlemen berikutnya untuk memungkinkan umat Hindu tanpa kewarganegaraan dinyatakan sebagai warga negara India. Tetapi, sekali lagi, tidak ada jaminan seperti itu untuk jutaan Muslim yang tinggal di negara tersebut.
Dan, kekhawatiran semakin meningkat di Benggala Barat. Melalui NRC, BJP mungkin mencoba untuk menghilangkan hak populasi Muslim yang cukup besar.
“Sejak BJP mengatakan akan memperkenalkan NRC di Benggala Barat, umat Islam di negara itu hidup dalam ketakutan. Mereka tidak ingin mengambil risiko,” kata Bibi.
Suaminya, pekerja konstruksi di Kerala (negara bagian di Pantai Malabar, selatan India), memberi tahunya bahwa nama Bibi harus diperbaiki di kartu ransum keluarganya. “Ini adalah pertanyaan tentang keberadaan kami dan saya tidak keberatan berdiri dalam antrean untuk mendapatkan nama saya dan suami saya dikoreksi, “katanya kepada Arab News.
Saira Bano (21 tahun), dari Desa Sherganj, Distrik Murshidabad, juga menghabiskan lebih dari 10 jam untuk antre. Seperti Bibi, ia harus memperbaiki salah ejaan, tapi untuk nama ayahnya yang berusia 65 tahun, pada kartu ransumnya yang saat ini menjadi sebuah dokumen penting bagi pemerintah.
“Ini bukan waktu yang normal sekarang. Kami tidak bisa mengabaikan kesalahan konyol dalam dokumen resmi. Identitas kita dipertanyakan. Kami memiliki pemerintahan di Delhi yang memandang India dari prisma Hindu dan Muslim, dan Muslim diperlakukan sebagai yang lain, ” kata Saira.
Timbulkan Kematian
Di 24 distrik Parganas Utara, Bengal Barat, malah ada laporan bunuh diri terkait ancaman NRC. Abdul Matin dari Universitas Jadavpur, yang menjalankan sebuah LSM di distrik itu, mengatakan, setidaknya 16 orang telah tewas dalam sebulan terakhir dalam kasus-kasus terkait NRC.
“Tiga orang bunuh diri karena ketegangan. Setidaknya empat orang meninggal karena paparan panas ketika berdiri di luar kantor pemerintah, dan tiga orang menderita serangan jantung karena mereka tidak bisa memilah dokumen mereka,” tambah Matin.
Subrata Chakraborty, seorang jurnalis yang berbasis di distrik Murshidabad, mengatakan: “Kehidupan di pedesaan Bengal telah macet dengan orang-orang sibuk dalam pengadaan kertas dan merampingkan dokumen resmi mereka.”
Ia melihat, hampir tidak ada kegiatan ekonomi yang terjadi di daerah tersebut. Toko-toko di daerah pedesaan ditutup.
“Ini adalah situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Muslim lebih khawatir setelah pernyataan Menteri Shah yang secara terbuka meyakinkan umat Hindu bahwa pemerintah akan merawat mereka,” kata Subrata.
Juru bicara BJP di Benggala Barat, Sayantan Basu, mengatakan, BJP akan membawa NRC tidak hanya di Benggala Barat, tetapi di seluruh India. Namun, NRC hanya akan diperkenalkan di Benggala Barat setelah disahkannya RUU amandemen kewarganegaraan di Parlemen.
“Melalui amandemen ini kami ingin memastikan kewarganegaraan bagi penganut Hindu dan minoritas lainnya yang datang dari Bangladesh, Pakistan, dan Afghanistan,” kata Sayantan.
Meski sudah menetap sangat lama, mereka dianggap sebagai pendatang illegal. Lalu, baru sekarang diusik keberadaan, hanya karena bukan Hindu.
“Tidak ada negara yang mau memberi perlindungan kepada imigran ilegal. Apakah Anda berharap AS memberi Anda kewarganegaraan jika Anda memasuki negara secara ilegal?” dalih Sayantan, sambil coba menenangkan bahwa Muslim yang merupakan warga asli India tidak perlu panik.
Namun, Abdul Matin menepis itu, sebab kepanikan tidak bisa ditutupi di semua distrik Bengal yang didominasi Muslim. Ketakutan semakin terasa setelah, itu tadi, deklarasi terbuka Shah bahwa Muslim tidak akan dimasukkan dalam RUU amandemen kewarganegaraan.
“Pidato yang meriah oleh para pemimpin BJP semakin mendorong komunitas minoritas ke dalam situasi panik. Muslim merasa mereka tidak diinginkan pemerintahan BJP India, ” imbuh ilmuwan politik tersebut.