JAKARTA, MENARA62.COM – Antiretroviral (ARV) telah memberikan perubahan besar pada kasus HIV/AIDS. Sejak obat tersebut masuk ke Indonesia dan mulai digunakan oleh orang dengan HIV/AIDS (ODHA), angka kematian ODHA dapat diturunkan secara signifikan.
Ketua Panli HIV AIDS PIMS Prof. Dr. dr. Samsuridjal Djauzi, Sp.PD menjelaskan awal pertama HIV/AIDS ditemukan di Indonesia, penderita hanya memiliki waktu hidup sekitar 3 sampai 6 bulan sejak terdeteksi tertular HIV/AIDS.
“Pokoknya begitu positif terkena HIV/AIDS, penderita boleh dikatakan hanya memiliki usia harapan hidup maksimal 6 bulan. Setelah itu mati,” kata Samsuridjal pada temu media, Rabu (27/11/2019).
Tetapi setelah diintervensi dengan obat ARV, usia harapan hidup ODHA terus bertambah. Bahkan seorang ODHA dapat melakukan aktivitas seperti biasa layaknya orang sehat.
“ODHA yang meminum ARV secara rutin, bisa bekerja, menikah, dan punya anak. Bahkan pasangan maupun anaknya bisa dijaga untuk tidak tertular virus HIV/AIDS,” lanjut Samsurdjal.
Ia mengatakan kasus HIV/AIDS di Indonesia pertama kali dilaporkan tahun 1986. Seorang perempuan yang tengah di rawat di rumah sakit diketahui positif HIV. Lalu kasus kedua tahun 1987 di Bali terdapat seorang wisatawan asal Belanda yang meninggal karena HIV.
“Sejak itu, kasus HIV/AIDS di Indonesia terus meningkat. Dan biasanya pasien dalam setelah terjadi komplikasi akibat HIV/AIDS-nya tersebut seperti infeksi oportunistik entah itu TBC, infeksi otak, entah penyakit lain. Dari penyakit yang dinampakkan tersebut, kemudian diperiksa HIV dan diketahui positif,” katanya.
Obat ARV pertama kali ada pada 1997 dan Pemerintah Indonesia mulai menyediakan obat ARV secara cuma-cuma pada akhir 2014. Dari sebelum ada ARV mereka yang sudah dalam keadaan infeksi oportunisktik, artinya HIV berat, itu dalam 6 bulan paling lama 2 tahun akan meninggal.
“Jadi pada waktu itu yang ramai di setiap negara adalah pembuatan shelter untuk menampung penderita HIV. Ada di mana-mana, Amerika, Eropa, Thailand, dan Indonesia. Wakti itu mempersiapkan shelter karena belum ada ARV yang bisa menekan virus tersebut,” katanya.
Setelah ada ARV, kondisinya berubah. Angka kematian akibat HIV/AIDS menurun, kemudian juga semakin banyak ditemukan penderita HIV/AIDS dalam keadaan belum ada gejala. Jadi misalnya, dr. Samsuridjal mencontohkan, jika ada seorang suami masuk ke rumah sakit dan diperiksa HIV/AIDS hasilnya positif, istrinya lantas dilakukan tes HIV juga. Sehingga apabila dia belum ada infeksi oportunistik dapat segera diberikan ARV.
“Sekarang sebagian besar mungkin sekitar 300 ribu lebih orang sudah diketahui terinfeksi HIV di Indonesia, dan sekitar 120 ribu orang mengonsumsi ARV secara teratur,” ucap dr. Samsuridjal.
Ia menilai, dari penderita HIV yang mengonsumsi ARV sudah bisa dilihat manfaatnya. Mereka dalam keadaan sehat, produktif, bahkan berkeluarga, memiliki anak dan tidak menular ke anak dan istrinya.
“Karena itulah Kemenkes bersama LSM dengan para profesi sekarang yang sangat dianjurkan adalah kita bisa mendeteksi. Barangkali kita masih punya sekira 300 ribuan lagi ODHA yang belum terdeteksi HIV. Dari yang (ODHA) sudah produktif sebagian ada yang sudah bisa berpenghasilan dan memang sebagian besar mereka usaha mandiri,” tutupnya.