Kokohnya pondasi iman seseorang, tidak akan berarti banyak tanpa dibekali dengan ilmu yang memadai. Iman adalah dasar pijakan seseorang melangkah dan menjalani kehidupan ini. Sedangkan ilmu adalah cahaya yang akan menerangi langkah seseorang menapaki jalan kehidupan ini menuju tujuan akhirnya.
“Law laa al-‘ilm lakaana an-naasu ka al-bahaaim”, kalaulah bukan karena ilmu, niscaya manusia seperti binatang. Demikian bunyi sebuah ungkapan hikmah dalam bahasa Arab, yang menunjukkan betapa pentingnya ilmu bagi kehidupan manusia.
Memang, pada kenyataannya perbedaan paling mendasar antara manusia dengan makhluk Allah yang lain terletak pada anugerah akal yang diberikan Allah kepada manusia. Ini yang menjadi ciri khas manusia dibanding binatang. Binatang tidak diberi akal. Binatang hanya diberi nafsu serta insting (naluri), sehingga binatang tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang halal dan mana yang haram.
Di sisi lain, selain dilengkapi dengan akal, manusia juga diberi nafsu. Hal ini juga yang membedakan manusia dengan malaikat. Malaikat hanya diberi akal tetapi tidak diberi nafsu. Sehingga pantas saja malaikat selalu tunduk kepada perintah Allah dan tidak pernah melanggar larangan-Nya.
Kenyataan berbeda terjadi pada manusia. Dengan memiliki dua perangkat berupa akal dan nafsu, maka manusia dapat menjadi lebih mulia dari malaikat. Manusia menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Semua itu dilakukan dengan mengendalikan nafsunya di bawah bimbingan akal, tetapi juga mungkin bisa menjadi lebih rendah dari binatang, ketika nafsunya yang mengendalikan akalnya.
Satu lagi perangkat yang Allah anugerahkan kepada manusia untuk menjalani hidup di dunia ini sebagai khalifah-Nya, yakni hati. Hati ini akan menjadi penyeimbang antara akal dan nafsu. Hati ini sesungguhnya yang menentukan setiap langkah serta tindakan manusia. Meski, kadang-kadang, hati yang sudah dibutakan oleh nafsu tidak akan bisa berbuat banyak. Seseorang akan menyadari kesalahannya dengan hati yang jernih, ketika sudah merasakan dampak buruk dari perilaku serta tindakan yang dilakukannya.
Di sinilah posisi akal berperan. Mereka yang menggunakan akalnya dengan baik, membekali diri dengan ilmu pengetahuan yang memadai, akan berpikir beberapa kali jauh ke depan sebelum melakukan suatu tindakan. “Fakkir qabla an ta’zima”, berpikirlah sebelum bertindak, demikian petuah bijak menganjurkan.
Sesal
Betapa banyak manusia yang meratap menyesali perbuatannya di kemudian hari, setelah melakukan tindakan yang tidak sepatutnya dilakukan. Bahkan, betapa banyak yang akhirnya mendekam di penjara karena melakukan tindak kejahatan atau kriminal. Hal ini terjadi, karena mereka tidak menggunakan akal pikirannya dengan baik sebelum bertindak. Penyesalan selalu datang terlambat. Sesal kemudian tiada berguna.
Di sinilah pentingnya ilmu. Dengan ilmu, seseorang menjadi lebih hati-hati dalam bertindak, dengan ilmu pula seseorang akan menjadi lebih bijak dan berpikir jauh ke depan sebelum memutuskan untuk melakukan sesuatu.
Ruang Inspirasi, Senin, 13 Januari 2020.