PURWOKERTO, MENARA62.COM — Akademisi Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Banyumas, Jawa Tengah menjelaskan dua metode pemeriksaan spesimen virus corona penyebab COVID-19. Dua cara tersebut adalah rapid-test dan real-time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).
Binar Asrining Dhiani, Ph.D. Apt., Dosen Fakultas Farmasi UMP yang mendalami penelitian bidang biologi molekuler dan interaksi protein-protein, alumni Cardiff University UK mengungkapkan ada dua metode pemeriksaan Covid-19 yang banyak dikenal masyarakat, yaitu rapid-test dan RT-PCR.
“Rapid-test. Alat deteksi ini telah digunakan luas di banyak negara. Alat deteksi ini bentuk luarnya mirip dengan alat tes kehamilan. Metode alat ini berdasarkan pada ikatan antara senyawa protein antibodi dan antigennya,” jelasnya.
Terdapat dua jenis rapid test, yaitu antigen rapid-test dan antibodi rapid-test. Antigen rapid-test mengukur antigen yang terdapat dalam tubuh. Antigen yang dimaksud adalah virus SARS-CoV2. Sampel pemeriksaan antigen rapid-test berupa lendir yang didapatkan di belakang tenggorokan.
“Jika antigen terdapat di dalam tubuh, artinya seseorang terinfeksi virus SARS-CoV2, maka dengan diletakkannya sampel pada alat tes yang mengandung antibodi khusus untuk mengenali antigen tersebut dapat menghasilkan reaksi positif,” jelasnya.
Bentuk rapid-test yang lain, yaitu antibodi rapid-test, mengukur kadar antibodi yang terbentuk setelah tubuh terinfeksi oleh virus. Darah yang didapatkan dari pasien akan diambil dan diteteskan ke alat deteksi tersebut. Bila dalam tubuh pasien tersebut telah terbentuk antibodi, artinya tubuh pasien telah terinfeksi virus, pasangan protein (antigen) yang ada di dalam strip alat tersebut akan bereaksi menghasilkan hasil positif.
“Metode yang kedua adalah metode menggunakan alat yang disebut RT-PCR (Reverse Transcriptase- Polymerase Chain Reaction). Untuk melakukan deteksi dengan menggunakan metode ini, dibutuhkan perlengkapan dan peralatan yang lebih komplit dan waktu yang lebih lama dibanding rapid-test. Namun, metode ini menjadi pilihan utama karena tingkat akurasi yang tinggi,” ungkapnya.
Seperti di Indonesia, Pasien dalam Pengawasan (PDP) yang berada di Rumah Sakit akan diambil lendir dari lubang pernafasannya (nasal swab) untuk kemudian disiapkan untuk diekstrak asam nukleatnya dan dilakukan pemeriksaan menggunakan mesin RT-PCR di laboratorium-laboratorium yang ditunjuk oleh pemerintah.
“Sample nasal swab akan diekstrak asam nukleatnya di RS atau dibawa dalam kondisi khusus ke laboratorium rujukan. Lama pemeriksaan dalam mesin RT-PCR setelah mesin dijalankanm hanya butuh kurang lebih 3 jam untuk didapatkan hasilnya. Lamanya hasil tes yang didapat lebih diakibatkan karena waktu yang dibutuhkan untuk memindahknan sampel dari RS ke laboraotium pengujian,” jelasnya.
Secara singkat, perbedaan prinsip pemeriksaan rapid-test dan RT-PCR terletak pada senyawa yang diukur. Deteksi menggunakan rapid-test mendasarkan pada interaksi antibodi dengan pasangan antigennya. Sedangkan RT-PCR menggunakan material genetika virus, yaitu asam nukleat RNA.
“Inilah letak perbedaan yang membuat RT-PCR akurasinya  lebih tinggi dibanding dengan rapid-test yang banyak memunculkan hasil negatif palsu. Negatif palsu ini artinya adalah alat menunjukan hasil negative, padahal pasien telah terinfeksi virus,” pungkasnya. (tgr)