27.5 C
Jakarta

Praktisi Gizi: Status Gizi Mempengaruhi Kemampuan Kognitif Anak

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Pendidikan karakter harus menjadi prioritas utama pembangunan pendidikan di Indonesia. Mengingat hingga saat ini kasus-kasus tindak kriminal yang melibatkan siswa masih cukup tinggi. Seperti seks bebas, penyalahgunaan narkoba, perundungan, dan lainnya.

Hal tersebut terungkap pada acara diskusi online menyambut Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2020 yang digelar Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi bekerjasama dengan Komunitas Literasi Gizi (KoaLizi) dan Kerukunan Keluarga Sulsel. Diskusi mengambil tema Membangun Generasi Unggul tersebut menghadirkan sejumlah narasumber seperti dr. Tirta Prawita Sari, M.Sc., Sp.GK (Akademisi / Ketua Gerakan Masyarakat Sadar Gizi), Dra. Nunki Nilasari, Sc.Psi (Psikolog), dan Ustad Abul Hayyi Nur, S.Pd.I, S.Sos (Pimpinan Pesantren Syawarifiyyah Rorotan).

Tirta menyampaikan bahwa dalam mendidik anak, persoalan gizi tidak bisa diabaikan. Karena perkembangan kemampuan kognitif anak sangat dipengaruhi oleh asupan zat gizi.

“Gizi memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan kecerdasan anak,” kata Tirta Prawita.

Menurutnya kecerdasan anak adalah sesuatu yang berjalan dinamis dan berkembang seiring berjalannya waktu. Ada masa keemasan dalam perkembangan kognitif anak untuk mencapai puncak tertinggi. Pemenuhan kebutuhan gizi pada masa golden period akan menentukan kecerdasan seorang anak dikemudian hari.

Perkembangan kemampuan kognitif anak lanjut Tirta, tidak dimulai saat anak dilahirkan. Perkembangan kognitif dimulai jauh sebelum anak lahir, sejak masa kehamilan ibu bahkan sebelum orangtuanya menikah. Sehingga setiap hambatan dan tantangan yang dihadapi pada masa itu, akan memberikan implikasi yang luar biasa baik bagi kecerdasan anak. Jadi jauh sebelum anak lahir sudah harus disiapkan, dibangun atau dibentuk.

“Seorang perempuan sebelum mengandung harus menyiapkan dirinya seoptimal mungkin, memastikan dirinya memiliki asupan gizi yang adekuat sehingga ketika memasuki masa kehamilan ia memiliki status gizi dan kesehatan yang baik,” jelas Tirta.

Pencapaian status gizi yang baik ini diupayakan tidak hanya saat sang ibu mengandung, namun dilakukan jauh sebelumnya. Sebab pembentukan organ tubuh janin dalam kandungan kebanyakan dimulai sejak usia kandungan 8 minggu.

Ia mengakui pada kebanyakan kehamilan, ibu biasanya baru mengetahui setelah janin berumur 4 minggu. Jika perbaikan gizi baru dilakukan saat kehamilan diketahui, maka berpotensi terlambat.

Buruknya pemenuhan kebutuhan gizi pada kehamilan ini akan berimplikasi pada kesejahteraan janin dalam kandungan. Janin akan tumbuh dalam keterbatasan zat gizi dan tentunya akan mempengaruhi pertumbuhannya. Ketidakterpenuhan ini bisa dilihat dari pertambahan berat badan ibu saat hamil yang tidak adekuat dan bayi yang dilahirkan dengan berat lahir rendah.

Gizi Ibu Hamil Harus Terpenuhi

Status gizi ibu utamanya status zat besi ibu jelas Tirta harus dipersiapkan sejak dini. Pemberian suplementasi zat besi yang dilakukan sejak remaja sangat penting untuk menjamin cadangan zat besi saat ia hamil nantinya. Cadangan besi ibu ini akan dipakai untuk memenuhi kebutuhan semasa kehamilan, saat persalinan dan saat menyusui. Cadangan besi ibu turut membentuk cadangan besi bayi. Cadangan besi bayi akan menjadi sumber pemenuhan kebutuhan zat besi bayi pada masa 6 bulan pertama.

Jika cadangan zat besi ini tidak adekuat, maka ibu dan bayi akan berpotensi mengalami anemia defisiensi zat besi,” tambahnya.

Zat besi merupkan unsur penting yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan kecerdasan anak. Kemampuan kognitif anak akan sangat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya anemia.

Tirta juga mengingatkan bahwa periode terpenting perkembangan kemampuan kognitif anak adalah pada masa sebelum anak berusia 5 tahun. Pada masa ini puncak perkembangan terjadi, sehingga di masa ini segala bentuk intervensi yang dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan anak menjadi sangat efektif.

Untuk berlajar, seorang anak tidak boleh kekurangan energi, tidak boleh anemia dan diharapkan memiliki status kesehatan yang optimal. Dukungan fisik dalam hal ini gizi bersama dengan stimulasi psikis menjadi bahan baku yang sangat penting.

Dalam masa tersebut, terdapat masa perkembangan dengan plastisitas tertinggi, yaitu pada 1000 hari pertama kehidupan, yaitu pada 9 bulan kehamilan dan hingga dua tahun setelah ia dilahirkan. Tubuh anak memiliki kemampuan tertinggi dalam penyesuaian atas trigger apapun yang diberikan padanya, termasuk didalamnya asupan zat gizi.

Masa ini adalah masa yang tepat untuk melakukan perbaikan apabila terjadi kekurangan asupan yang terjadi sebelumnya. Karena bila koreksi tak segera dilakukan pada masa ini, maka dampak pada kesehatan anak akan permanen. Sehingga masa 1000 hari pertama kehidupan ini dikenal pula dengan nama window of opportunity. Anak yang melewati masa ini dengan baik akan memiliki kualitas yang baik dimasa depan.

Untuk memperbaiki generasi harus memberikan faktor-faktor protektif supaya anak tumbuh bagus dan berkembang dengan baik. Faktor proteksi yaitu responsive care, skilled birth attendant, social and group support, birth registration, immunisations, support for early child development, school achievement, parity in education, safe learning environments ICT Literacy dan universal access to SRH.

“Anak juga harus dihindarkan dari asupan gizi yang jelek, kondisi psikis yang kurang bagus, berat bayi lahir rendah, premature, malnutrisi pada saat anak, child labour, commercial exploitation, child marriage, dan adolesent birth,” katanya.

Tirta mengingatkan bahwa kebutuhan gizi terbesar terjadi pada usia balita. Pada usia 0 – 1 tahun, bayi membutuhkan sekitar 110 – 120 kkal per kilogram berat badannya dan akan menurun seiring pertambahan usia. Kebutuhan protein pun sangat tinggi yaitu sekitar 2,5 gram perkilogram berat badan anak.

Hal ini menjadikan balita merupakan kelompok umur yang rentan terhadap malnutrisi apabila upaya pemenuhan kebutuhan zat gizi tidak adekuat. Balita harus mendapatkan makanan dengan kualitas yang baik disertai dengan kuantitas yang adekuat sesuai dengan kebutuhannya.

Selain zat besi dan protein, problem lainnya adalah vitamin A, sehingga diperlukan untuk selalu memasukkan makanan tinggi vitamin A pada setiap kali anak makan. Sumber vitamin A bisa diperoleh dari sayura dan buah-buahan berwarna jingga dan merah. Vitamin A ini merupakan vitamin larut dalam lemak sehingga saat memberikan makanan sumber vitamin A akan sangat baik jika disertai dengan pemenuhan lemak.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!