30.7 C
Jakarta

Jurus Dewa Mabok Presiden

Baca Juga:

Presiden Joko Widodo, dalam sebuah video yang diunggah pada Ahad (28/6/2020) di kanal Sekretariat Presiden memperlihatkan jurus “Dewa Mabok” Presiden yang siap mempertaruhkan apapun untuk rakyat. Video yang berisi arahan pada sidang kabinet paripurna di Istana Negara tanggal 18 Juni 2020 tersebut, mengisyaratkan Presiden akan melakukan reshuffle kabinet bagi menteri yang bekerja biasa-biasa saja, ataupun membubarkan lembaga, bahkan juga akan menyiapkan perpu baru jika diperlukan.

Bak pesilat dengan jurus “Dewa Mabok” yang sulit ditebak kemana arah yang akan disasar, namun pesan ini jelas mengisyaratkan Presiden siap mempertaruhkan reputasi politiknya. Pertanyaan yang menggelitik, masih adakah reputasi politik yang dipertaruhkan itu? atau sudah tidak ada lagi yang dipertaruhkan?

Kalau melihat periodisasi kepresidenan, memang tidak ada lagi yang dipertaruhkan Joko Widodo dalam kekuasaan sebagai Presiden. Ia sudah menjadi Presiden selama dua kali periode. Menurut konstitusi, Joko Widodo tidak bisa lagi ikut dalam pemilihan presiden. Namun, ia memang harus mempertahankan reputasi sebagai pemimpin rakyat, pemimpin yang punya nama baik sebagai orang yang peduli dengan kondisi rakyat.

Apa yang disampaikan dalam video tersebut sungguh hebat. Sungguh menyentuh. Sungguh memikat. Namun, seperti yang dikatakannya sendiri dalam video tersebut, dalam kondisi krisis, memang tidak bisa bersikap dan bekerja biasa-biasa saja. Jika ada menteri, ataupun lembaga negara, ataupun orang-orang yang ada disekelilingnya yang bekerja sebagai pembantu, penyelenggara, pendukung, Presiden Joko Widodo yang tidak bekerja untuk rakyat, maka sudah seharusnya secara moral juga menjadi tanggung jawab presiden.

Bukankah pemimpin akan dihisab, tentang nasib orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya? Seorang pemimpin akan ditanya tentang bagaimana kepemimpinannya dijalankan. Tentu ini sudah menjadi pengetahuan umum, yang harusnya juga bisa menjadi pengingat bagi siapapun yang menjadi pemimpin.

Kisah

Suatu hari, usai mengurus pemakaman jenazah Sulaiman bin Abdul Malik, sang khalifah Umar bin Abdul Aziz pulang ke rumah untuk istirahat sejenak. Tiba-tiba Abdul Malik bin Umar, putra sang khalifah, menghampirinya.

Ia bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, apakah gerangan yang mendorong Anda membaringkan diri di siang hari seperti ini?” Umar bin Abdul Aziz tersentak campur kaget tatkala sang putra memanggilnya dengan sebutan Amirul Mukminin, bukan ayah, sebagaimana biasanya.

Ini isyarat, putranya tengah meminta pertanggungjawaban ayahnya sebagai pemimpin negara, bukan sebagai kepala keluarga. Umar menjawab pertanyaan putranya, “Aku letih dan butuh istirahat sejenak.”

“Pantaskah engkau beristirahat, padahal masih banyak rakyat yang teraniaya?” kata sang anak dengan bijak. “Wahai anakku, semalam suntuk aku menjaga pamanmu. Nanti usai Zhuhur aku akan mengembalikan hak-hak orang yang teraniaya,” jawab Umar.

“Wahai Amirul Mukminin, siapakah yang dapat menjamin Anda hidup sampai Zhuhur jika Allah menakdirkanmu mati sekarang?” kata Abdul Malik. Mendengar ucapan anaknya itu, Umar bin Abdul Aziz semakin terperangah.

Lalu, ia memerintahkan anaknya untuk mendekat, diciumlah anak itu sembari berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah mengaruniakan kepadaku anak yang telah membuatku menegakkan agama.”

Selanjutnya, ia perintahkan juru bicaranya untuk mengumumkan kepada seluruh rakyat, “Barang siapa yang merasa terzalimi, hendaknya mengadukan nasibnya kepada khalifah.”

Andai Presiden Joko Widodo juga melakukan hal yang sama, mengumumkan pada publik bahwa siapa saja yang teraniaya, siapapun yang tidak dipedulikan, tidak diperlakukan dengan adil, oleh dirinya maupun jajaran, seperti PNS yang menjadi pendukung birokrasi, dan orang-orang yang ada disekitarnya, dapat mengadukan nasibnya.  Insya Allah ia akan menjadi pemimpin sejati. Pemimpin yang dapat mengakhiri masa jabatannya dengan baik, bukan hanya di dunia, namun juga di akhirat.

 

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!