JAKARTA, MENARA62.COM — Peneliti di Hongkong melaporkan adanya kasus infeksi berulang dari seorang pasien COVID-19 yang sebelumnya telah dinyatakan sembuh. Pasien tersebut merupakan pria berusia 33 tahun yang tertular COVID-19 dua kali. Setelah dinyatakan sembuh pada akhir Maret, ia kemudian terinfeksi kembali beberapa bulan setelahnya.
Kenapa seseorang bisa terinfeksi COVID-19 untuk kedua kalinya?
Kasus pasien COVID-19 yang tertular dua kali
Kasus infeksi ulang pertama dilaporkan oleh peneliti Hongkong pada Senin (24/8/2020). Kasus ini terjadi pada seorang pria berusia 33 tahun yang pertama kali terinfeksi pada akhir Maret dan dinyatakan sembuh, lalu kembali terinfeksi empat bulan setengah kemudian.
Kasus ini menerbitkan tanya tentang ketahanan perlindungan antibodi SARS-CoV-2 dalam tubuh pasien yang telah sembuh.
Laporan tertular COVID-19 dua kali jarang terjadi dan sejauh ini tidak disertai data identitas virus sehingga tidak dapat dikonfirmasi.
Namun, pada kasus ini peneliti Universitas Hongkong mengurutkan data genetika virus dari dua infeksi yang terjadi dan menemukan identitas genetik keduanya tidak cocok. Hal ini mengonfirmasi bahwa infeksi kedua tidak berkaitan dengan infeksi pertama.
Para ahli meminta agar dilakukan penelitian berkelanjutan terhadap kasus infeksi dua kali ini dengan melacak pasien yang telah pulih dari COVID-19. Pelacakan tersebut dapat membantu penelitian demi mencapai kesimpulan yang lebih pasti.
Apakah pernah terinfeksi COVID-19 tidak memberikan kekebalan?Â
Antibodi adalah protein pelindung yang dibentuk oleh sistem kekebalan saat ada virus yang menginfeksi tubuh. Antibodi ini bertugas melawan virus dan membuatnya menjadi tidak berbahaya bahkan menghancurkannya.
Antibodi yang terbentuk setelah sembuh dari penyakit biasanya bertahan dalam darah untuk menjaga tubuh dari virus yang sama bahkan bisa mencegah terjadinya infeksi kedua.
Namun kualitas perlindungan antibodi dari tubuh pasien sembuh COVID-19 masih belum diketahui secara pasti. Meski begitu, para ahli mengatakan serendah-rendahnya tingkat antibodi dalam tubuh masih mungkin memiliki kemampuan melindungi.
Pada kasus pria di Hongkong ini, ia mengalami gejala COVID-19 yang lebih ringan pada infeksi kedua. Hal ini menunjukkan, sistem kekebalan tetap memberikan perlindungan meski tidak sampai mampu mencegah terjadinya infeksi berulang.
Ada tiga kemungkinan saat seseorang terinfeksi ulang oleh virus yang sama, yakni bisa mengalami gejala sakit yang lebih parah, gejala yang sama dengan infeksi yang pertama, dan bisa lebih ringan atau tanpa gejala.
Pertama, seseorang bisa mengalami gejala sakit yang lebih parah pada infeksi kedua seperti yang terjadi pada virus penyebab demam berdarah. Namun belum ada satupun buktikasus serupa ini pada pandemi COVID-19.
Kedua, pasien mengalami keparahan gejala yang sama ketika tertular COVID-19 dua kali. Kemungkinan ini dikarenakan sistem imun tidak begitu mengingat virus. Ini bisa terjadi jika infeksi pertama bisa sembuh tanpa perlu antibodi dan sel-T dalam melawan serangan virus pada tubuh.
Kemungkinan ketiga, gejala sakit pada infeksi kedua menjadi lebih ringan karena masih ada antibodi yang dihasilkan sistem imun yang tersisa di dalam darah. Antibodi ini mampu mengingat dan melawan virus.
Berapa lama antibodi COVID-19 mampu memberikan perlindungan?
Semua ini bergantung seberapa lama dan seberapa banyak antibodi yang tersisa setelah seseorang sembuh dari COVID-19.
Kekuatan dan daya tahan respon imun menjadi faktor penting dalam memprediksi berapa lama vaksin bisa efektif menjaga dari tertular COVID-19, apakah memerlukan dua kali vaksin, serta berapa dosis yang diperlukan.
Sebelum publikasi kasus infeksi dua kali pasien COVID-19 di Hongkong, para peneliti Chongqing Medical University menemukan bahwa antibodi pasien COVID-19 hanya mampu bertahan 3 bulan. Dari 74 pasien yang dianalisis, mayoritas mulai mengalami penurunan kadar antibodi hingga 70%. (Ulfa Rahayu – hellosehat.com)