JAKARTA, MENARA62.COM – Principal Recipient Tuberkulosis (PR TB) ‘Aisyiyah mendorong pemerintah dan badan amil zakat untuk membantu pasien TB dalam pemberdayaan ekonomi. Dengan cara demikian maka pasien TB memiliki usaha yang dapat menopang kehidupan sehari harinya. Hal ini menjadi fokus pada diskusi terkait filantropi yang berlangsung di Hotel Lumire, Jakarta, Selasa (13/11).
AS PR TB ‘Aisyiyah Dr. Rohimi Zamzam, S. Psi, mengungkapkan, pasien tuberkulosis (TBC) harus menjalani proses pengobatan sangat panjang hingga berbulan-bulan. Untuk TBC kategori biasa, dibutuhkan waktu minimal 6 buln pengobatan. Sedang untuk TBC kategori MDR (multidrugs resistance) bisa memakan waktu hingga dua tahun.
Proses pengobatan yang cukup lama tersebut tidak boleh putus ditengah jalan. Karena jika putus ditengah jalan maka pasien harus mengulang proses pengobatannya dari awal dan bisa mengalibatkan penyakit TBC-nya makin parah.
“Dalam proses pengobatan yang panjang itu secara psikis hal yg dialami pasien tidak sekedar merasa jenuh, tetapi juga merasa sangat berat, dan ada rasa lelah dengan kondisinya. Selain itu aspek lain adalah faktor kemampuan ekonomi, dorongan keluarga atau kebutuhan mencari nafkah untuk keluarga, karena pasien TB selain berobat pasien juga bagi yang bekerja mencari nafkah untuk kehidupanya,” kata Rohimi Zamzam.
Kondisi tersebut tidak akan menjadi masalah besar pada pasien dari kalangan orang mampu. Tetapi bagi pasien dari golongan ekonomi sulit, bisa mengancam keberlangsungan proses pengobatan.
“Pasien kan harus tetap bekerja untuk menghidupi dirinya dan keluarga. Ini bisa mengganggu proses pengobatan,” tambahnya.
Di sinilah butuh sinergi yang baik antara pemerintah dan lembaga filantropi seperti Baznas, Lazismu, Lazisnu dan lembaga zakat lainya untuk membangun ekonomi pasien dan mantan pasien TBC agar mampu menghidupi keluarganya. Tujuannya agar proses pengobatanya tidak terganggu.
Rohimi Zamzam mengungkapkan saat ini Indonesia menduduki peringkat kedua kasus TB di dunia. Dan ini perlu perhatian serius dari semua pihak untuk bersama-sama mengatasi masalah TB. (masruri)