JAKARTA, MENARA62.COM – DR Dr Aman B Pulungan SpA(K) MSc PhD, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan, pemahaman masyarakat terhadap vaksin, bisa dikelompokkan dalam empat kategori yang harus dipikirkan.
“Ada orangtua yang tidak tahu soal vaksinasi sementara dia tinggal di Indonesia. Ia datang ke dokter ketika anaknya sakit difteri di saat KLB. Saya mencoba melihat apa yang harus dilakukan, apakah dia antivaksin atau vaksin hesitate (ragu). Masalah vaksin merupakan salah satu yang harus dibahas dalam seminar ini karena ada dalam cakupan untuk mencapai SDG (Suistainable Development Goals),” ujar Aman dalam seminar dengan tema Capai Imunisasi Lengkap Bersama Melindungi dan Terlindungi, Rabu (25/4/2018).
Menurut Aman, keempat kelompok itu adalah supporter terhadap vaksin dan ini sangat loyal. “Mereka ini harus dimanfaatkan untuk kita, dia tahu jadwal dan tahu semuanya,” ujarnya.
Kedua, compliant. Jumlah kelompok ini, sebetulnya paling banyak. “Keteraturan compliant ini yang berkurang, dia tidak mengerti dan tidak tahu ada antivaksin, dan lain-lain. Mereka harusnya ini dirangkul,” ujarnya.
Ketiga, undecided. Kelompok ini sebetulnya kecil. “Dia juga bingung, tapi sudah mulai mendengar tentang antivaksin dan mulai mencari tahu, cuma belum tahu mau ikut yang mana,” ujarnya.
Keempat, refuser. Mereka menolak vaksin. “Jumlahnya sedikit, tapi mereka membuat kampanye. Sebetulnya, kelompok ini juga masih dibedakan lagi, masuk yang antivaksin atau hesitate,” ujar Aman.
“Peran media dan blogger sebaiknya ikut membantu kelompok yang supporter dan compliant ini agar tetap berada di jalan yang benar dan ini harus dibela,” ujar Aman.
Seminar dalam rangka peringatan Pekan Imunisasi Dunia (24 – 30 April) ini digelar di gedung IDAI. Acara antara lain dihadiri Prof Dr Cissy B Kartasasmita, SpA(K) MSc PhD, Ketua Satgas Imunisasi IDAI, Drg R Vensya Sitohang MEpid, Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan, Dirjen P2P (Pencegahan dan Pengendalian Penyakit) Kementerian Kesehatan, Dr Vinod Kumar Bura, Medical Officer, EPI World Health Organization Indonesia, DR Dr Hindra Irawan Satari SpA(K) M TropPaed, Ketua Komite Nasional Pengkajian dan Penatalaksanaan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), DR H M Asrorun Ni’am Sholeh MA dari Majelis Ulama Indonesia, Dr Piprim B Yanuarso SpA(K), dan moderator Dr Dr Soedjatmiko SpA(K) MSi.