Pada akhir Mei 2019, sekitar 300 anggota Ikatan Alumni Fakultas Teknologi Kelautan (FTK) Institut Teknologi Surabaya (ITS) berkumpul membicarakan tentang gairah industri pembangunan kapal di Indonesia yang terus menurun. Alasannya, ketika itu karena Indonesia terpengaruh kondisi ekonomi global dan menurunnya harga komoditas yang juga menurun.
Tampaknya, kalau ditanyakan tentang bagaimana kondisi industri maritim di Indonesia? mungkin jawaban yang hampir sama akan keluar dari para pakar itu. Tidak adakah upaya yang sistematis untuk membangkitkan industri maritim Indonesia, mengingat nenek moyang kita merupakan pelaut-pelaut tangguh yang didukung dengan industri dan teknologi perkapalan yang baik pada masanya.
Setelah melalui hampir dua tahun Pandemi Covid-19, mungkin alasan keterpurukan itu juga akan bertambah.
Tak tampak bekas semangat ketika itu yang menggebu ingin membangkitkan industri maritim di Indonesia. Sebuah keinginan yang terungkap dalam seminat tentang revolusi industri 4.0 di bidang maritim.
Mereka membicarakan isu industri maritim di Indonesia yang berbasis Internet of Thing (IOT), networking, dan cyber-physical system akan membuat industri ini lebih efisien.
Hebat, tentu saja. Wong mereka memang ahli di bidangnya. Namun, semangat itu tidak cukup. Dukungan pemerintah, yang sempat digembar-gemborkan untuk menjadikan laut sebagai halaman muka rumah kita itu, melempem. Tol laut yang sempat dikonsep dengan hebat dan sempat membangkitkan mimpi yang menggairahkan itu, akhirnya pun rontok. Tak tampak lagi bekasnya. Kalau itu gedung, mungkin masih ada rongsokannya yang bisa dijadikan barang kiloan yang dijual murah. Tapi ide besar ini, rontok sebelum mencapai puncak keemasannya.
Jadi, apa kabar industri maritim Indonesia. Jangan bilang mereka sakit karena terpapar Covid-19 ya.