JAKARTA, MENARA62.COM – Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Dr Ir Giwo Rubianto Wiyogo menyesalkan batalnya pembahasan dua RUU terkait pekerja rumah tangga dan tindak pidana kekerasan seksual oleh DPR RI. Semestinya RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) dan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dibahas dalam Rapat Paripurna DPR RI pada hari ini (16/12/2021).
Meski batal dibahas, Giwo memastikan bahwa Kowani bekerjasama dengan lembaga lain akan terus mengawal keberadaan dua RUU tersebut. “Dua RUU ini bersentuhan langsung dengan kepentingan perlindungan perempuan Indonesia. Itu sebabnya kami akan terus mengawalnya,” kata Giwo pada Webinar bertema Menjaga Amanat Founding Mother untuk Menperjuangkan Martabat Ibu Bangsa, Rabu (15/12/2021).
Menurut Giwo, memperjuangan nasib perempuan melalui dua RUU tersebut menjadi bagian dari menjaga amanat Founding Mother Kowani yakni untuk memperjuangan harkat dan martabat perempuan sebagai Ibu Bangsa.
Giwo mengakui perlindungan terhadap pekerja perempuan yang berprofesi sebagai PRT hingga kini belum maksimal. Data menyebut terdapat sekitar 5 juta PRT, hanya 150 ribu saja yang sudah memiliki sistem perlindungan berupa Jamsostek. Itupun masih didominasi oleh pekerja migran Indonesia yakni 147,5 ribu pekerja.
“Artinya, ada lima juta PRT miskin dan keluarganya yang akan bisa terlindungi jika RUU Perlindungan PRT disahkan oleh DPR,” lanjut Giwo.
Selain itu, pengesahan RUU Perlindungan PRT juga akan memberi perlindungan kepada pemberi kerja melalui mekanisme kontrak kerja yang didasarkan pada kesepakatan alias musyawarah mufakat terkait hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Giwo menyebut di beberapa negara misalnya Filipina, Singapura, Hong Kong, Venezuela, Afrika Selatan, keberadaan UU untuk pekerja domestik terbukti berkontribusi positif pada produktifitas dan perekonomian nasional.
Pada kesempatan yang sama, aktivis perempuan, Ita Fatia Nadia, mengatakan perempuan Indonesia telah berperan memperjuangkan kemerdekaan. Bahkan pengibaran bendera Merah Putih, melibatkan kaum perempuan yang jumlahnya banyak sekali.
“Pada 17 Agustus 1945, perempuan berperan dalam merebut kemerdekaan ini. Bahkan pada 1945, dalam pidatonya, Presiden Soekarno menyebut bahwa nasionalisme dan kebangsaan menjadi tanggung jawab semua rakyat Indonesia perempuan dan laki-laki,” jelas Ita.
Karena itu, perempuan memiliki peran yang sangat besar baik dalam memperjuangkan kemerdekaan maupun dalam mengisi kemerdekaan. Perlu upaya perlindungan bagi kaum perempuan melalui pengesahan kedua UU tersebut.