SOLO, MENARA62.COM – Generasi Muda Forum Kerukunan Umat Beragam (FKUB) Kota Surakarta mengadakan diskusi publik Refleksi Pemilu Damai 2024 untuk Solo ke Depan, Rabu (28/2/2024). Kegiatan yang bertempat di Kusuma Sahid Prince Hotel ini menghadirkan akademisi Dr. Akhmad Ramdhon, tokoh masyarakat, Sumartono Hadinoto dan ketua FKUB Kota Surakarta,, HM. Mashuri,SE, M.Si.
Ditemui usai diskusi, Sumartono Hadinoto menanggapi tentang refleksi pemilu damai ini. “Jadi diskusi hari ini pertama memang kita melihat hasil pemilu yang baru saja dilaksanakan, kemudian ini menjadi sebuah pelajaran bagi kita semua untuk melaksanakan pilkada akhir tahun ini. Tentunya pemilu yang sudah berjalan dan dengan hasil damai ini akan menjadi sebuah motivasi bagi wong Solo dan juga sebagai pelajaran bahwa kita harus arif dan bijak untuk melaksanakan pemilu khususnya pilkada untuk kota kita, karena sesuai dengan apa yang didiskusikan hari ini pilkada ini lebih rawan konflik daripada pemilu,” ungkapnya.
Intinya bagaimana kita mensikapi agar konflik itu tidak terjadi dan kita memilih walikota dan wakil walikota yang betul-betul terbaik dari orang Solo agar bisa membawa Solo ke depan khususnya apa yang dilakukan sekarang tentunya tidak hanya berhenti 5 tahun tapi bisa berpuluh tahun ke depan sampai tahun Indonesia Emas.
Terkait mengapa pemilu di Solo bisa damai, dia menjelaskan alasannya. “Satu hal mungkin Solo ini karena selama saya sejak lahir hampir 70 tahun ini mengalami tiga kali konflik, kita akan selalu belajar dari apa yang sudah terjadi dan belajar ini butuh proses. Kalau kita melihat kejadian terakhir tahun 1998 kerusuhan Mei ini dampak bagi masyarakat Solo ini sangat tidak seimbang dengan apa yang kita dapat,” jelasnya.
Bahkan menurutnya sangat merugikan masyarakat Solo terutama bagi mereka yang bekerja untuk kehidupan sehari-hari. “Inilah mungkin membuat kita semua sebagai wong Solo merasa semakin arif semakin bijak untuk menyikapi bahwa tidak mudah untuk dibuat konflik dan tidak mudah untuk dikorbankan karena kepentingan kepentingan tertentu karena sejarah masyarakat Solo sebetulnya tidak pernah terjadi konflik antar suku, agama maupun ras,” tambahnya. (*)