JAKARTA, MENARA62.COM – Tanoto Foundation lanjutkan komitmennya untuk mendukung generasi muda melakukan inovasi terapan di kampus, melalui program Tanoto Student Research Award (TSRA). Program yang sudah digelar sejak 2007 tersebut bermitra dengan 6 perguruan tinggi yakni IPB University, Institut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia, Universitas Diponegoro, Universitas Brawijaya, dan Universitas Hasanudin.
Aryanti Savitri, Head of Scholarship & Leadership Development Tanoto Foundation dalam acara Virtual Media Briefing Tanoto Student Research Award National Competition yang digelar Rabu (24/2/2021) menjelaskan inovasi berperan penting dalam kemajuan bangsa. Melalu inovasi yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi, kualitas sumber daya manusia akan meningkat dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Inovasi juga dapat menciptakan efisiensi dalam perekonomian, sehingga produk-produk yang dihasilkan semakin kompetitif,” kata Aryanti Savitri.
Tanoto Foundation sebagai organisasi filantropi yang fokus pada pendidikan, lanjut Aryanti, mendorong generasi muda untuk bisa berinovasi dan mengembangkan aplikasi pengetahuan yang mereka dapat di perguruan tinggi untuk menjadi produk yang bisa langsung dimanfaatkan oleh masyarakat melalui dana hibah penelitian. Besaran dana hibah tersebut berkisar antara Rp5 juta hingga Rp20 juta per penelitian.
“Melalui Tanoto Student Research Award ini, kami juga ingin meningkatkan jumlah peneliti di Indonesia, terutama para peneliti muda yang tumbuh dari perguruan tinggi,” sambung Aryanti Savitri.
Dengan program TSRA , Aryanti berharap generasi muda dapat membangun potensi hilirisasi penelitian di kampus masing-masing.
Diakui Aryanti, rangkaian kegiatan TSRA National Competition tidak hanya mencakup perlombaan dan penjurian saja tetapi juga Kuliah ‘Credit Earning’, yang merupakan aktivitas belajar di luar kampus di mana mahasiswa mengikuti perkuliahan Metode Penelitian dari IPB University, yang selanjutnya dapat diklaim SKS. Ini adalah salah satu perwujudan komitmen Tanoto Foundation mendukung program Merdeka Belajar Kampus Merdeka.
“Untuk sinergitas lebih lanjut dengan program Kampus Merdeka, hari ini kami juga mengundang perwakilan dari Dunia Usaha dan Dunia Industri, serta Kedaireka yang merupakan platform baru dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mempertemukan dunia pendidikan dan dunia usaha,” lanjut Aryanti Savitri.
Ia berharap dunia industri ada yang tertarik untuk mengembangkan lebih lanjut hasil riset para mahasiswa untuk kemudian dijadikan sebagai produk yang komersiil.
Tahun 2021 ini, terdapat 24 tim finalis TSRA dikompetisikan di tingkat nasional dalam dua kategori yaitu teknologi dan sains. Para mahasiswa melakukan penelitian dengan rentang waktu sekitar 1 tahun atas bimbingan dosen di kampus. Ke-24 hasil riset tersebut akan dipamerkan melalui ruang virtual expo yang digelar Tanoto Fondation. Masyarakat atau dunia industri bisa mengunjunginya kapan saja.
Achmad Roekhan, tim dari Universitas Brawidjaya, pemenang untuk kategori Sains mengatakan kedelai menjadi komoditas pangan yang cukup penting di Indonesia. Dengan lahan pertanian yang sangat luas, dan potensi penanaman kedelai yang tinggi, ternyata sampai saat ini kebutuhan kedelai Indonesia 90 persen berasal dari impor.
“Salah satu persoalan yang dijumpai pada pertanian kedelai adalah adanya penyakit tanaman. Kami melakukan penelitian bakteri Kitinolik untuk membantu petani kedelai mengatasi persoalan penyakit tanaman,” katanya.
Selama ini petani banyak menggunakan pestisida untuk membasmi hama kedelai. Dan penggunaan pestisida secara berkelanjutan tentu akan merusak ekosistem dan kelestarian lingkungan.
Penelitian berjudul Kemampuan Multifungsi Konsorsium Bakteri Kitinolitik dalam Budidaya Tanaman Kedelai tersebut dikerjakan oleh tim yang terdiri dari 4 mahasiswa program studi tanaman hama. Dengan bakteri Kitinolitik diharapkan dapat memacu pertumbuhan pada tanaman kedelai dan menjaga kelestarian lingkungan
Sementara itu, Abdul Azim mewakili tim dari IPB University yang merupakan salah satu pemenang kategori Teknologi menjelaskan riset pangan memang membutuhkan waktu yang cukup lama. ”Saat kami melakukan sidang pengujian kualitas pangan di lab, kami menyadari hal itu memakan waktu yang lama. Dengan teknologi uji kualitas pangan yang kami kembangkan, kami berharap kedepannya teknologi ini dapat lebih cepat dan mampu menghasilkan kualitas pangan terbaik,” katanya.
Timnya sengaja melakukan riset untuk menciptakan Alat Pendeteksi Kualitas Minyak Goreng Portable dengan alasan banyaknya masyarakat yang memanfaatkan minyak daur ulang untuk memasak makanan. Penggunaan minyak daur ulang secara sembarangan tentu sangat berbahaya bagi kesehatan.
Dalam kesempatan tersebut, tampil pula tim dari ITB dengan judul penelitian Inovasi Alat Pendeteksi Tsunami Berbasis Ketinggian Air Laut dan Alat Bantu Penglihatan Berbasis Binaural Mapping Bagi Tunanetra. Keempat hasil penelitian mahasiswa tersebut sifatnya masih prototype (ide) dan siap untuk ditawarkan ke industri.